"Tumben lo dandan?" Disha menatap Dea yang rapi dengan seragam putih abu abu nya. Beda nya bibir gadis itu terlihat lebih pink dari biasanya. Dan apa lagi itu, ia menggunakan sweater oversize.
Seperti bukan Dea saja.
Gadis itu kan tipe murid teladan dengan tampilan urakan dan bar bar.
Sejak kapan ia suka mengenakan sweater berwarna pastel dan terlihat manis seperti itu?
"Kan cerita nya mau di jemput sama pacar," Dika yang saat itu tengah memakai dasi nya berceletuk asal.
"Lo semua bisa ga si ga usah komentarin hidup gue sehari aja," Dea menatap kakak dan adik nya kesal.
"Awww Dea sudah besar gais," Disha mencolek dagu Dea membuat wajah gadis itu memerah kesal. Sedangkan Dika, ia hanya tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Kakak nya yang nampak konyol.
"Mama mana?" Dea mengalihkan topik.
"Berangkat dinas pagi pagi banget," Dea menyiapkan sarapan untuk adik nya. Menuangkan susu untuk Dika, dan menyiapkan seledri segar untuk Dea dan sereal untuk sarapan mereka.
Ting
Bel rumah berbunyi menggema, membuat Disha dan Dika saling bertatapan dan menoleh ke arah Dea secara bersamaan.
"Uhuk," Dea terbatuk ketika dua saudara nya menatapnya demikian horor.
"A-apa?!" Dea mengerutkan kening nya.
"Itu Zen GOBLOK!" Disha menyentil jidat Dea membuat gadis itu tersadar.
Ia segera meminum habis segelas susu rendah lemak tersebut dengan sekali tegukan. Kemudian berpamitan dengan mulut yang dipenuhi sereal.
Dea segera membersihkan mulut nya dan membuka pintu rumah nya.
"Lama," Zen menatapnya datar.
Aura maskulin milik Zen seketika terasa sangat hebat, rambut nya yang masih terlihat basah nampak di biarkan acak acakan, matanya yang sayu nampak sedikit bersemangat, dan ya tentu saja selang pernafasan itu setia menempel di hidungnya.
"Ya maaf," Dea memajukan bibir nya.
"Apaan nih merah merah," Zen mengerutkan kening nya.
Ia segera menunduk kan kepala nya dan menghapus jejak liptint yang menempel di bibir Dea dengan jari milik nya.
Dea terdiam.
Sekelompok kupu-kupu seketika memenuhi perut nya.
"Sekolah ga usah dandan, ntar lo di godain orang bodoh," Zen kembali menegakkan badan nya.
Dea masih setia terdiam dengan fantasy, dan keterkejutan nya. Ia terlalu speechless hanya untuk sekedar bereaksi.
"Ga ada akhlak lo," Dea akhir nya berbicara setelah terdiam untuk beberapa saat.
"Dih," Zen hanya menggedik kan bahu nya dan berjalan lebih dulu menuju mobil yang sudah menunggu mereka di luar pagar rumah Dea.
Mereka berdua masuk ke dalam mobil dan duduk dengan jarak setengah meter, Zen di sisi kanan dan Dea di sisi kiri. Zen yang asik bermain dengan handphone nya dan Dea yang asik dengan dunia nya menimbul kan suasana hening yang tenang.
Mereka tidak canggung, hanya tengah nyaman dalam diam masing masing.
Hingga tanpa mereka berdua sadari mobil yang mereka naiki tiba tiba berhenti.
"Den, den," supir yang duduk dibalik kemudi memanggil Zen.
"Kenapa?" Zen segera melepas earphone nya dan bergeser ke tengah agar bisa berbicara dengan pak Udin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lima Paragraf
Teen Fiction"Jangan suka sama gue, gue gabaik, gue bakal ninggalin lo, lo liat sendiri kan hidup gue udah ga lama," - Zen "Gue suka sama lo itu hak gue, lo mau gimana sama gue itu urusan lo, gausah atur atur gue buat berenti suka sama lo, lo bukan Tuhan." - Dea