"DEA BALIK HALLAW," suara pintu di ketuk, membuat Dika dan Disha refleks saling bertatapan, dan mengangguk bersamaan.
Disha segera berlari menuju pintu, membukanya cepat cepat berharap Zen ada di balik pintu tersebut bersama Dea.
Tapi, yang ada hanya adik nya yang tengah menunjukkan ekspresi tidak normal. Mengerikan, fikir Disha mengapa ia memiliki adik adik yang tidak waras seperti Dea dan Dika.
"Elo kalo balik musti nya salam dulu dodol," Disha mendorong jidat Dea pelan.
Dika hanya menyaksikan pertengkaran kedua Kaka nya tersebut sembari menyeruput kopi hitam yang Disha buat.
"Bicit, gue mau mandi," Dea mendorong badan Disha dan segera berlari ke kamar nya, Disha hanya bisa menggerutu kesal melihat kelakuan adik nya yang kurang ajar itu.
Dea menghempaskan badan nya di kasur, mengingat kejadian di kelas tadi pagi. Bisa bisa nya ia salah tingkah hanya karena, sebait kalimat canda yang Zen lontarkan padanya.
Ayolah Dea sadar, tidak semua kalimat yang di lontarkan oleh makhluk Tuhan berjenis kelamin jantan itu serius.
Apalagi modelan Zen, tidak terlihat sisi serius nya dari segi mana pun, karena mau di fikir pakai logika seribu kali pun kalimat 'cooming soon' tersebut hanya dua kata candaan agar ia tak canggung bergaul dengan siswa lain.
Dea menggaruk kepala nya. Fikiran konyol, bodoh, dan sampah itu terus berputar di kepala nya. Ia segera berdiri di depan kaca kamar nya yang lumayan besar.
"Dea tolong, ini cuman bercanda, jangan libatkan perasaan," Dea menunjuk diri nya sendiri di kaca dan memperingatkan diri nya.
"Lagian kan gue baru kenal," Dea menggedikkan bahu nya ia segera masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri nya.
Berselang lima menit kemudian, seseorang mengetuk pintu kamar nya, Dea tidak mendengar nya, gadis itu sibuk dengan konser tunggal nya di kamar mandi.
Sepersekian menit berlalu, Dea keluar dengan menggunakan kimono pink pastel dan rambut basah yang baru selesai di keringkan dengan handuk.
Ceklek
Mata Dea melotot, ia melongo melihat seseorang yang demikian melotot melihat nya dari balik meja belajar Dea.
"NGAPAIN LO DISINI?! MAU MESUM LO!" Dea segera berlari kembali masuk ke dalam kamar mandi, menyembunyikan badan nya, dan menyembulkan kepala nya.
"Bego, gue mau mesum juga pilih pilih," Dave menatap Dea kesal.
Dave, dengan kaos putih lengan pendek kebesaran, dan celana basket selutut nya nampak tak berdosa beralih tempat duduk ke atas kasur Dea, dan bukan nya keluar dari kamar.
"Dave, lo ngapain sih disini?!" Dea menatap Dave kesal.
"Mau pinjem buku catatan kimia," Dave menjawab santai.
"Ya kenapa kaga ngetuk dulu anjrit," Dea panik sendiri.
"Gue udah ngetuk, lo ga keluar, lama, gue terobos aja," Dave menggedik kan bahu nya.
Orang ini benar benar membuat emosi, Dea tak habis fikir, mereka berdua bahkan hampir tidak pernah akur setiap kali bertemu dan berada di satu tempat yang sama.
Dave terlalu menyebalkan di mata Dea, dan Dea terlalu alay di mata Dave.
"Udah si buruan ambilin," Dave melirik Dea kesal.
Sialan, Dea mengumpat di dalam hati, Dave pikir dia bos apa bisa menyuruh Dea sesuka hati.
"Lo kan ga sekelas sama gue ngapain minjem catatan gue," Dea bersungut sungut.
"Guru nya sama, gue cape jalan,"
"Kan bisa di foto,"
"Temen gue ga on,"
"Alesan,"
"Buruan ambilin aja si," Dave berdecak kesal. Gadis ini suka sekali memperumit masalah. Apa susah nya tinggal ambil buku nya lalu serah kan pada Dave, setelah itu ia akan pergi kan selesai.
"Keluar dulu!" Dea memutar bola matanya malas.
"Mager," Dave malah merebahkan punggung nya di kasur milik Dea sembari memainkan game online di handphone nya.
"Babi, kalo lo ga keluar gue ga mau ngambilin," Dea menutup pintu kamar mandi nya dan berdiam diri di sana.
"Kalo lo ga ngambilin buku nya, gue cari sendiri," Dave akhir nya mengalah.
Setidaknya itu yang dapat Dea tangkap dari kata 'cari sendiri' yang Dave lontarkan pada nya.
"Gue balik, besok gue balikin," Dave mengetuk pintu kamar mandi kemudian berlalu pergi, Dea tak langsung keluar ia berdiam diri selama lima menit di sana untuk memastikan Dave benar benar pergi sebelum akhirnya gadis itu keluar dari kamar mandi dengan kekesalan yang sudah mencapai ubun ubun.
"DEVANO MAHESWARI ANJRIT LO!" Dea berteriak kesal tak kala ia lihat meja belajar nya yang sudah porak poranda.
Sedangkan Dave yang mendengar teriakan tersebut hanya tertawa puas mendengar dan membayang kan betapa kesalnya wajah Dea sekarang.
🦋🦋🦋
"Gimana sekolah nya?" Zea mengupas sebuah apel di samping tempat tidur Zen.
"Lumayan," Zen menjawab singkat, lelaki itu nampak asik bermain dengan handphone nya.
"Mereka ga aneh aneh kan sama kamu?" Zea sedikit was was.
Jangan sampai Zen di bully karena selang pernafasan yang selalu menempel di hidung nya, apalagi sampai dianggap membawa penyakit menular.
"Engga, temen Zen baik semua," Zen menenangkan Ibu nya yang kelewat overthinking itu.
"Besok mereka ke sini," sambung Zen kemudian.
"Yang bener kamu?" Zea menatap Zen tidak percaya.
"Iya Maaaa," Zen meyakinkan Mama nya.
Ia memang sudah lumayan akrab dengan beberapa teman lelaki di kelas nya.
Seperti Malik, lelaki berdarah Arab Sunda, anggota club futsal yang bobrok nya tidak ketulungan. Yordan, satu satu nya siswa beragama Hindu di kelas nya, dan Sevar pecandu susu kotak stroberi.
Tentu saja ia juga berteman dengan Dea, Lily, dan Hanzel. Lily gadis yang lumayan kalem, berkebalikan dengan Dea yang tidak bisa diam. Pantas saja Lily sudah punya pacar. Sedangkan Hanzel gadis itu tomboy, selalu ikut kejuaraan karate dan basket.
Dea? Sudah jangan di tanya.
Gadis itu tidak bisa diam, ataupun berhenti bergerak bahkan hanya untuk lima menit.
"Besok kamu berangkat di antar supir, jemput Dea juga sekalian," Zea meletakkan apel yang sudah di kupas tersebut di atas balas tepat di samping Zen.
"Kok Dea juga?" Zen segera memalingkan kepala nya.
"Itung itung terima kasih, dia udah bantuin kamu,"
"Yauda," Zen menggedik kan bahu nya.
Ia jadi teringat wajah Dea yang bersemu merah jambu seperti marmut.
Gadis itu salah tingkah hanya karena hal hal sepele yang ia lakukan.
Ah entah lah, ia harus segera melakukan perawatan setelah menghabiskan apel yang Ibu nya berikan.
"Kira kira tuh bocah lagi ngapain ya?" Zen bergumam sembari mengunyah apel.
🦋🦋🦋
"Udah satu bulan dia ga sadar," wanita paruh baya itu memijit pangkal hidung nya.
Ia dapat melihat putri nya yang terbaring di atas brankar rumah sakit.
Wajah nya pucat pasi seperti mayat tapi, jantungnya masih berdetak. Di samping gadis itu senantiasa tersedia sebuah bunga segar yang di kirim oleh seseorang yang tidak di ketahui siapa nama nya.
"Tolong bangun La..."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Lima Paragraf
Teen Fiction"Jangan suka sama gue, gue gabaik, gue bakal ninggalin lo, lo liat sendiri kan hidup gue udah ga lama," - Zen "Gue suka sama lo itu hak gue, lo mau gimana sama gue itu urusan lo, gausah atur atur gue buat berenti suka sama lo, lo bukan Tuhan." - Dea