Selama perjalanan, Senja hanya diam menikmati jalan Jogja, pandangannya fokus ke arah luar jendela, sesekali ia juga menanyakan hal yang menurutnya menarik kepada Fajar. Maklum, ini adalah kali pertamanya Senja menyusuri jalanan Jogja.
Setelah melakukan perjalanan yang menghabiskan waktu sekitar kurang lebih 2 jam, mereka berhenti tepat di sebuah lahan yang penuh dengan kendaraan.
"Ini tempat apa, Jar?"
"Parkiran," jawab Fajar singkat.
"Ih, serius dong!"
"Lah gua serius, Sayang," balas Fajar sembari merangkul Senja.
"Terus mau ngapain kita ke sini?"
"Kamu gak baca plang yang ada di depan tadi?"
"Eng ... enggak." Senja menggarukkan kepalanya yang tidak gatal. Ia tak menyadari ada tulisan di depan sana. Entah apa yang menjadi fokusnya sedari tadi sampai ia tidak melihat ada tulisan yang menandakan tujuan mereka sekarang.
"Lo tersepona sih sama kegantengan gua," ujar Fajar ke-PD-an.
Senja melirik Fajar dengan tatapan sinis. "Idih! Bagusan gua lihat angin yang gak berwujud ini daripada muka lo!" balas Senja mengejek.
"Gitu amat sama pacar sendiri, udah, ayo."
Fajar menggandeng tangan Senja menyusuri jalanan yang tampak seperti ladang milik warga. Jalanannya tidak rata dan bisa dibilang terdapat banyak tanjakan dan tikungan. Jadi, mereka harus ekstra berhati-hati menjejakkan langkahnya.
"Kita mau ke mana sih?" tanya Senja heran. Ia tampak kebingungan melewati jalan yang sama sekali tidak menunjukkan sebuah tujuan.
"Tracking."
"Ha! Lo yang benar aja? Dengan keadaan kayak gini?"
"Santai aja kali, lo kira kita mau mendaki Gunung Semeru apa?"
Setelah melewati jalanan yang penuh dengan tanjakan dan tikungan, mereka tiba di sebuah pantai yang tidak terlalu luas, tetapi memiliki pemandangan yang indah dengan batu karang besar yang mendominasi serta hamparan pasir putih yang memesona. Walau tidak terlalu luas, pantai itu tampak dipenuhi oleh banyak wisatawan, juga ada beberapa tenda yang terpancang di sana.
Fajar menatap wajah Senja yang sedang asyik menikmati pemandangan di hadapannya. Fajar sangat mengerti bahwa gadis di sampingnya ini selalu terpikat dengan keindahan alam, pantai salah satunya. "Let's enjoy our trip." Fajar menganggukkan kepalanya sembari menengadahkan tangan kanannya di hadapan Senja.
Senja menggenggam tangan Fajar dengan erat dan membalasnya dengan senyuman manis yang terukir di bibirnya. Mereka berlari menuju pesisir pantai sambil menatap ke atas langit, tak peduli keadaan sekeliling yang mungkin akan menatap mereka.
Waktu bisa dengan mudahnya mendekatkan dan menjauhkan kita. Jarak yang terulur layaknya samudra yang selalu punya cara untuk menghentikan jeda yang terambang di tengah lautan ketika dihempas oleh uluran gelombang yang pada akhirnya bermuara di pesisir pantai. Seberapa luas pun samudra, seseorang selalu bisa mendayungkan bahteranya hingga tiba pada pelayaran terakhirnya. Aku dan kamu, kita adalah dua orang yang berperan layaknya pelayar dan gelombang, pelayar yang senantiasa mendayungkan bahteranya, sedangkan gelombang selalu bergulur mengantarkan pelayar pada tujuannya. Kita bergerak pada satu arus yang sama, arus yang akan mengantarkan kita pada temu yang sama.
Mereka tampak sangat menikmati momen bersama di pantai, sesekali Fajar mencipratkan air ke wajah Senja. Senja yang tidak mau kalah pun berlari mengejar Fajar dan mencipratkan air ke wajahnya. Mereka terlalu asyik berlari di pesisir pantai hingga tidak menyadari ada batu yang menyebabkan Senja tersandung dan jatuh ke dalam dekapan Fajar. Tatapan mereka dipertemukan sangat lekat, bahkan hanya berjarak beberapa sentimeter saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Senja [END]
Dla nastolatkówBagaimana rasanya jatuh cinta? Cinta itu adalah keikhlasan menerima orang yang kita cintai apa adanya. Senja Augrey Leora seorang gadis pendiam yang cenderung bersikap dingin. Ia adalah jenis manusia yang jarang sekali menjalin komunikasi dengan ora...