"Maaf, aku harus pamit sekarang."
Pria jangkung tersebut menunduk memberi hormat. Sekantung oleh-oleh berupa kain sarung dari Bu Eisya dan setengah kilogram keripik pisang manis dari Mbok Lasem adalah tanda terima kasih mereka kepada lelaki itu.
Riera dan Deffin berubah menjadi tukang parkir dadakan yang bertugas memecah kerumunan massa. Mereka tidak percaya ada orang sebanyak ini yang menunggu diluar pagar. Orang-orang yang didominasi oleh gadis remaja itu histeris, meneriakkan nama Choi Siwon sambil mengangkat poster foto bertuliskan kata-kata dan lambang hati. Ditepi jalan diluar kerumunan, 5 penjual makanan sudah siap sedia diposisi masing-masing, lengkap dengan gerobak yang stok jualannya sepenuh ketidakpedulian mereka terhadap sebab yang menciptakan keramaian tersebut.
Bagi Riera, keriuhan ini terdengar seperti kericuhan pembagian sembako. Sedangkan bagi Deffin, ia merasa sedang terjebak ditengah aksi unjuk rasa. Situasi sulit ini masih bisa dihadapi oleh Deffin dan Riera. Tetapi ketika Choi Siwon membuka jendela kemudi untuk melambaikan tangan kepada fans, keadaan menjadi tak terkendali.
Jika tak berpegangan dengan orang lain, Riera sudah jatuh dan terinjak-injak. Ia tidak mampu bergerak akibat begitu padatnya kerumunan. Sontak ada perasaan takut yang muncul.
2 orang pedagang asongan meninggalkan lapak mobile mereka, memutuskan ikut membantu memecah kerumunan. Kebetulan sekali karena Pak Saman si tukang kebun pekarangan juga muncul.
Choi Siwon telah salah perhitungan. Biasanya seramai apapun fans pasti akan membuat jalan supaya mobil yang membawa idolanya bisa melaju. Inisiatif itu seharusnya muncul sebagai bentuk mawas diri seseorang terhadap bahaya. Namun entah apa yang ada dipikiran gadis-gadis tersebut. Mereka dengan gembira menghadang dan memukul-mukul kap mobil. Keadaan ini lebih mirip situasi terjebak serangan monyet ketika menikmati tur di taman nasional.
Menutup kembali kaca kemudi adalah pilihan bijaksana. Ditanah asing pun, Choi Siwon adalah sosok bintang besar. Padahal ia berharap dapat beraktivitas di luar ruang dengan tenang, tanpa khawatir seseorang mengenalinya.
"Riera gak papa?" tanya Deffin setelah kerumunan terurai dan ia menemukan gadis itu. Tangannya bergerak menyapu rambut Riera, berupaya merapihkan sedikit kekacauan disana.
Riera tidak bisa menerima sepenuhnya perhatian yang Deffin berikan. Ia adalah pihak pertama yang menyadari banyak pasang mata kini tertuju pada mereka. Deffin adalah tipe pemuda apatis. Ia tak gentar melakukan hal yang menurutnya tepat meski akan menarik perhatian orang lain. Berbeda dengan Riera. Menurut gadis itu pandangan orang lain tak bisa diabaikan begitu saja.
"Ayo masuk, Kak," ajaknya.
Tak lupa Riera berterima kasih kepada kedua abang penjual sate Padang dan soto Lamongan. Ia juga berterima kasih kepada Pak Saman yang sigap membaca situasi.
Gadis itu ikut serta membawa Casya masuk. Casya tampak kelelahan dan berkeringat.
"Hai, Casya. Apa kabar?" sapa Bu Eisya, menyodorkan tangan, mengajak bersalaman.
"Baik, bu." Gadis itu sedikit gugup, dan kehilangan kesempatan membalasnya dengan pertanyaan serupa. Padahal ia sudah mengenakan salah satu kostum terbaik diantara 7 kostum terbaiknya dalam seminggu. Nyatanya hal itu tidak mempengaruhi tingkat rasa percaya dirinya. Hampir tidak pernah saling bertemu apalagi berkomunikasi merupakan alasan mengapa Casya mengalami kesulitan.
Keluarga Deffin adalah contoh keluarga eksklusif yang nol inisiatif untuk melakukan kontak sosial. Namun cap tersebut sedikit memudar dengan kedatangan Riera. Riera adalah gadis yang tidak sungkan menyambung obrolan. Para tetangga jadi punya anggapan terarah. Dirinya mendapat pengakuan langsung dari beberapa personal, sebelum Riera disini, rumah bernomor 202 itu sering diisukan macam-macam.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Korean Brother (ON GOING)
Teen FictionGimana sih perasaanmu memiliki saudara angkat seorang korea tulen? Apalagi dia tuh ganteng banget! Ikuti keseharian Riera menjalani kehidupan barunya bersama sang kakak yang kuper abis. Penuh kocak dan intrik. Tawa dan air mata. Semuanya harus dijal...