Aku tidak tahu sejak kapan aku mulai benar-benar memperhatikan Jimin, tapi setelah kejadian malam itu, rasanya sulit untuk tidak memikirkannya.
Saat ini, aku duduk di meja paling pojok kafe, menatap kosong ke arah segelas es americano yang sudah setengah mencair. Uap dinginnya meninggalkan jejak embun di permukaan meja, membentuk lingkaran samar yang semakin melebar. Soyeon di depanku sibuk membolak-balik halaman bukunya, sesekali mengunyah cemilan yang entah sejak kapan dia keluarkan dari tasnya.
"Kau kenapa?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari buku.
Aku menghela napas, ujung jariku menggambar pola-pola tak beraturan di atas meja. "Nggak apa-apa."
"Bohong," sahutnya cepat, lalu akhirnya menatapku dengan tatapan tajam khasnya. "Kau sering melamun belakangan ini. Ada sesuatu yang terjadi?"
Aku ragu sejenak, bibirku sedikit terbuka seolah ingin mengatakan sesuatu. Aku ingin bercerita, tapi aku juga berjanji pada Taehyung untuk tidak membocorkan apa pun tentang kejadian malam itu. Aku memilih mengalihkan pembicaraan.
"Kau tahu banyak soal Park Jimin?"
Soyeon mengangkat alis, ekspresinya langsung berubah penuh rasa ingin tahu. "Kenapa tiba-tiba tanya tentang dia?"
Aku mengangkat bahu, mencoba terlihat santai meskipun hatiku berdebar. "Hanya penasaran saja. Dia cukup populer, tapi rasanya aku nggak pernah benar-benar tahu siapa dia sebenarnya."
Soyeon menutup bukunya dan meletakkannya di atas meja. "Kata orang-orang, Jimin itu tipe orang yang sulit ditebak. Kadang dia menyebalkan, kadang dia menyenangkan. Banyak yang suka padanya, tapi ada juga yang bilang dia terlalu misterius. Kau tahu, seperti punya dua sisi yang berbeda. Tapi justru itu yang membuatnya menarik."
Dua sisi yang berbeda. Aku merasakan sesuatu mencubit hatiku mendengar itu. Tiba-tiba aku teringat sorot matanya malam itu—tatapan yang kosong, seolah sedang berada di dunia yang berbeda. Aku menelan ludah.
"Memangnya kenapa kau penasaran?" tanya Soyeon lagi, menyipitkan mata dengan penuh selidik. "Jangan bilang kau mulai menyukainya."
Aku nyaris tersedak kopi, buru-buru menurunkan gelasku ke meja. "Apa? Tidak! Aku hanya... ingin tahu lebih banyak tentangnya. Kami berteman, jadi wajar kalau aku menanyakan hal seperti itu."
Soyeon masih menatapku curiga, tapi untungnya dia tidak bertanya lebih lanjut. Aku mengalihkan pandangan ke luar jendela, memperhatikan angin yang menggoyangkan dedaunan pohon di halaman kampus. Tapi pikiranku tetap kembali pada satu nama—Park Jimin.
Sore harinya, aku mengirim pesan pada Taehyung. Aku memintanya bertemu sebentar di depan perpustakaan kampus. Aku tidak yakin dia akan setuju, tapi beberapa menit kemudian, balasannya masuk.
Taehyung : Oke, aku hanya bisa sebentar. 15 menit lagi.
Aku tiba lebih awal, menunggu di bawah pohon besar di dekat pintu masuk perpustakaan. Cahaya matahari sore menghangatkan kulitku, tetapi pikiranku tetap terasa dingin. Begitu Taehyung datang, dia langsung melihat sekeliling seperti memastikan tidak ada orang lain yang mendengar percakapan kami. Langkahnya santai, tapi sorot matanya tajam seperti sedang mengantisipasi pertanyaanku.
"Kau mau tanya tentang Jimin, kan?" Tebaknya sebelum aku sempat membuka mulut.
Aku mengangguk pelan. "Aku hanya ingin tahu... soal kejadian waktu itu, Jimin sering seperti itu?"
Taehyung terdiam sejenak, seperti mempertimbangkan jawabannya dengan hati-hati. Dia akhirnya menghela napas, menatapku dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Yah, seperti yang kubilang malam itu, kadang."
Aku menggigit bibir, jari-jariku menggenggam tali tas dengan erat. "Taehyung, aku bukan orang yang suka menyebarkan gosip. Aku hanya ingin mengerti apa yang sebenarnya terjadi."
Taehyung menatapku lama, lalu akhirnya mengangkat bahu. "Yebin, bukan aku tidak ingin memberitahumu, tapi ini bukan tempatku untuk menjelaskan. Kalau Jimin sendiri yang ingin cerita, dia akan cerita."
Aku kecewa dengan jawabannya, tapi aku mengerti. Aku tidak ingin memaksa. Ini bukan tentang rasa ingin tahu semata, melainkan tentang memahami sesuatu yang lebih dalam.
"Baiklah," kataku akhirnya, mencoba menerima jawaban yang dia berikan. "Kalau begitu, bisakah kau beri tahu aku satu hal saja? Aku harus bagaimana kalau hal seperti kemarin terjadi lagi?"
Taehyung tersenyum tipis, seolah lega karena aku tidak memaksanya lebih jauh. "Lakukan seperti yang kau lakukan kemarin. Tetap di sisinya, buat dia merasa aman. Itu sudah cukup."
Aku mengangguk. Jawaban itu sederhana, tapi berat di saat yang sama. Taehyung menepuk bahuku sebelum pergi, meninggalkanku dengan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Aku masih harus menemukan jawabannya sendiri.
ㅡㅡㅡㅡㅡ
Keesokan harinya, aku sedang berjalan menuju kelas ketika suara familiar memanggilku.
"Yebin!"
Aku menoleh dan melihat Jimin berlari kecil ke arahku. Dia mengenakan hoodie abu-abu dengan celana jeans hitam, rambutnya sedikit berantakan seperti baru bangun tidur. Ada sesuatu dalam caranya berlari—ringan tapi santai, seolah-olah dunia tidak terlalu membebaninya pagi ini.
Jujur, aku merasa sedikit senang, sudah lama tidak lihat Jimin seperti ini.
"Ada apa?" tanyaku, menghentikan langkah.
Jimin tersenyum kecil, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku hoodie-nya. "Kau sibuk akhir pekan ini?"
Aku mengerutkan kening. "Entahlah, belum ada rencana. Kenapa?"
"Aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Kau mau?"
Aku tertegun sejenak. Jimin, yang akhir-akhir ini terasa jauh denganku, tiba-tiba mengajakku keluar?
"Kita... jalan-jalan?" tanyaku memastikan.
Jimin mengangguk santai, matanya menatapku dengan tenang. "Iya. Aku ingin keluar mencari hiburan. Kau mau menemani?"
Aku tidak tahu kenapa dadaku terasa sedikit berdebar. Ini bukan kencan, kan? Hanya jalan-jalan biasa. Tapi tetap saja, ada sesuatu dalam sorot mata Jimin yang membuatku sulit menolak. Seolah ada alasan di balik ajakan ini, sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Akhirnya, aku mengangguk. "Baiklah. Kita pergi ke mana?"
Jimin tersenyum, dan aku tidak tahu apakah itu pertanda baik atau buruk. "Nanti kau akan tahu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Filter • pjm
Fanfic"Pick your filter, Which me do you want?" Han Yebin tak pernah suka jadi pusat perhatian-hingga hidupnya bersinggungan dengan Park Jimin. Populer, ceria, dan selalu penuh pesona, Jimin terlihat sempurna. Tapi di balik senyuman itu, ada banyak hal ya...