18. Gertakan

1.5K 193 53
                                    

"Oh... Tiada lagi kata.
Buat apa mencinta tanpa ada rasa?
Oh... Tiada lagi kata.
Kita bisa menangis tanpa air mata...."
(Marion Jola - Menangis Tanpa Air Mata)

***

Bentangan langit malam hampir memasuki waktu pergantian hari. Sinar perak rembulan semakin tinggi menggulung langit. Jalan raya di pinggiran kota daerah perumahan Irwan tampak sepi, hanya terlihat segelintir kendaraan yang masih lalu lalang. Hal itu membuat Irwan merasa tak khawatir untuk melaju bebas dengan mengabaikan kehatian-hatian dalam berkendara. Irwan seakan berharap angin malam yang berhembus melawan arus laju mobilnya mampu melenyapkan emosi yang sedang berkecamuk dalam dadanya saat itu juga.

Perasaan Irwan sedang sangat kacau. Tak pernah ia merasa sekecewa ini setelah sekian lama menyerahkan hidupnya untuk bersama dengan Ayuna dalam janji suci ikatan tali pernikahan yang selalu dipertanggungjawabkan olehnya kepada Tuhan.  Air mata Irwan lolos membasahi pipinya walau terlihat hanya setitik demi setitik.

Sungguh, pria  yang tengah menangis menandakan betapa ia tengah berada pada titik nadirnya.

Betapa banyak kasih sayang penuh kelembutan yang diberikan Ayuna untuknya membuat Irwan terlena hingga sedikit saja luka digoreskan Ayuna melalui lisannya terasa seperti sembilu yang menusuk tepat di jantung hatinya. Perih!

Rasa sakit yang membuat Irwan langsung merasa benci dengan Ayuna. Cintanya terasa musnah. Irwan tidak suka. Baginya Ayuna harus bertanggungjawab atas rasa kecewa yang kini bersarang di dalam rongga dadanya. Harus!

Tak ada yang ingin dilakukan Irwan selain melesat tanpa batas, melaju tanpa aturan, dan berteriak sepuas-puasnya di dalam mobil hitam legam miliknya hingga jiwa raganya terkurung oleh raungan suaranya sendiri yang menggelegar dalam batas dinding-dinding mobilnya.

Irwan sedang murka!

Irwan terus melajukan mobilnya seakan ia tengah siap mati dan tak peduli apapun lagi lantaran tengah gelap mata dikuasai kemurkaan. Jika saja bukan karena takdir langit masih ingin Irwan berperan serta dalam sandiwara kehidupan manusia di muka bumi ini, mungkin tak butuh waktu lama untuk membuatnya celaka.

Tapi tidak!

Setelah merasa puas berkelana bercampur lelah dan bosan berputar-putar tak tentu arah menelusuri jalan raya di kotanya, sembari pikirannya terus berusaha mengurai benang-benang kusut yang mewakili emosinya yang campuraduk, kini Irwan memilih untuk kembali pulang.

Irwan ingin kembali untuk menatap penuh kegeraman sekali lagi pada perempuan  yang telah ditinggalkannya menangis sendirian sembari meratapi keadaan.  Perempuan yang menaklukkan hatinya yang keras bagai batu karang dan membuatnya cinta setengah mati, Ayuna. Istri kesayangannya.

***

Jam dinding di dalam rumah telah menunjukkan waktu dini hari ketika Irwan telah tiba di muka rumah. Irwan yang memang sudah membawa kunci rumah cadangan saat ia pergi kini membuka pintu dengan perlahan. Meskipun dirinya tengah dikuasai emosi negatif yang bertubi-tubi, ia masih ingat untuk menjaga ketenangan di dalam rumahnya lantaran teringat kedua buah hatinya sedang tertidur pulas di dalam kamar pribadi mereka.

Situasi di dalam rumah sangat hening. Seluruh lampu di dalam ruangan telah dimatikan seperti biasanya setiap mereka tengah terlelap. Hanya lampu-lampu teras dan taman yang dibiarkan menyala hingga pagi datang menyapa.

Irwan mendapati cahaya terang masih mengintip dari sela-sela pintu kamar utama tempat ia biasa beristirahat dengan Ayuna sepanjang malam. Irwan menipiskan bibirnya, masih menyimpan geram tertahan terhadap istrinya. Buru-buru Irwan masuk ke dalam kamar dan menemukan Ayuna tengah berbaring memunggunginya dari sisi tepi tempat tidur mereka. Terdengar isak tangis pelan Ayuna yang membuat Irwan berpikir bahwa Ayuna sedang sangat menyesali pertengkaran mereka. Baguslah!

DESIRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang