Hingar bingar pecah lagi...
Hari ke 2 bulan oktober sedikit basah...
Aku terkebiri mencari diksi yang patut untuk anak kedua ini...
Agak rancu tapi biarlah berlalu...
Dogmaku mecuat seketika azand berkumandang...
Hari ini jum'at...
Aku tak mau terlambat...
Ahh...
Kasurku menggoda lagi...
Bantalku menggoda...
Aku tergoda...Tik tok...
Tik tok...
Tik tok...
Kencang sekali dentang jam...
Aku ketiduran...
12.30 berlalu aku baru saja selesai bercembu dengan guling dan bantal..
Setan tertawa riang...
Ah sudahlah aku telat...Masih...
Dan masih...
Anak kedua basah juga...
Aku perlahan duduk menepi menyender di sebuah dinding ruangan P10...
Sebuah gubuk tempat bernaung...
Tempat para petinggi (tetua) berkumpul...
Mulai lagi...
Ribuan diksi muncul di otakku...
Sepi ini bencana, menurutku begitu...
Sebab...
Karena tak ada sebab...
Lagi...
Dan lagi...
Puisi kujadikan pelarian sepi...
Puisi kujadikan mencari eksistensi..
Menurtmu bagaimana???
Aku bersenggama dengan otak kiri...
Jangan salah sangka...
Penulis biasa saja begitu, bicara sendiri, senyum sendiri, sedih sendiri, seperti majnun...Dalam sajak kubentuk puisi ini...
Kabar sajak kedua kuberitakan...Di depan p10...
Suara nyonya setelah hujan teduh...
Ribut-ribut...
Hingar bingar datang lagi...
Telingaku pekak...
Aku terancam punah...
Hampir saja...
Ada bapak-bapak juga, ia menebang kayu dekat rumah nyonya yang ribut tadi..
Berisik...
Suaranya seperti sedang membunjing...
Eh...
Iya dia sedang membunjing...
Lalu terlihat oleh mataku, dedaunan terhembus angin yang sedikit mulai meraba dan membuat titik-titik hujannya terjatuh...
Seperti embun pagi tadi...
Seperti rinduku yang datang beriringan dengan embun pagi tadi menyusup lewat jendela kamarnya...
Eh, sudah tak ada cela lagi di kamarnya, ventilasinya tertutup rapat juga..
Pintunya terkunci...Otak kanan bangun...
Berkata lirih...
" Eh, dia sedang menua (mengulang hari lahirnya)...
Selamat menua...
Menjadi dewasa lah...
Jadilah manusia yang manusia...
Semoga kau temukan sosok untuk bersenggama sampai hari tua...
Lalu menjadi wanita...
Kemudian menjadi ibu...
Dan menjadi nenek...
Dan menjadi pencabut uban kakek...
Dan menjadi pencari uban yang jatuh di atas ubin"...
Maaf...
Beribu maaf...
Kusematkan ucapan untuknya...
Lagi-lagi kujadikan sajak untuk ajang unjuk diri...
Maklumi si penulis cuma seperti ini ia berucap (otak kanan diam)...Dan...
Metronom 13.49...
2 oktober tidak lagi basah...
Rintiknya berhenti...
Sembunyi, berlari ke akar-akar pohon kayu itu...
Memekarkan bunga di taman almahera...
Disebelahnya ada tumpukan sampah...
Belum dibakar...
Karena basah...
Lalu apa diksiku tepat???
Menurutmu bagaimana??
Heii khalayak...
Angkat bicara...
Jangan hanya mampu berbicara yang bukan-bukan...
Kau pikir air mataku air saja???
Tidak bangsat...
Sudah darah yang keluar karena buah mulutmu yang bahkan tidak bau lagi, buah mulutmu sudah tajam bak senjata bermata dua..."Eh, Aku tidak jadi ke mesjid"...
Padang, 02 oktober 2020
Nomaden_human.