Harapan Minkyung setelah menikah adalah menikmati waktu berdua bersama suaminya.
Bangun tidur sambil melihat wajah suaminya, sarapan bersama di meja makan, berbicara empat mata selain urusan pekerjaan, ataupun mendapatkan sedikit perhatian yang memang 2 tahun ini tak pernah ia rasakan.
Dulu, Minkyung kira pernikahan yang berawal dari perjodohan antar orangtuanya itu akan berjalan semestinya seorang pasangan suami istri lainnya. Meskipun tanpa adanya rasa cinta, ia pikir semuanya akan baik-baik saja dan berakhir bahagia. Cinta bisa datang kapan saja, tak bisa di tebak dan di perkirakan, hanya saja dugaannya salah. Selama menikah dengan lelaki yang kini menjadi suaminya itu ia tidak pernah yang namanya di perhatikan atau mendengar ungkapan 'aku mencintaimu'. Ya, ia sadar diri jikalau suaminya itu memang tidak mencintainya. Tidak akan mencintainya sebesar apapun ia mengharapkannya.
Leedo yang memang selalu bangun pagi sudah siap dengan pakaian kantornya, turun dari kamar menuju ruang makan sembari menenteng tas kerjanya. Sudah sesiap itu memang jika menyangkut pekerjaan, ia tipe lelaki yang tidak suka bermalas-malasan. Namun, begitu sampai di dapur ia tidak tidak menemukan satu piring pun makanan yang biasa istrinya itu siapkan. Tidak ada apapun di atas meja makan. Dan jika ia perhatikan juga, keadaan rumahnya tampak sunyi seolah hanya ada dirinya seorang diri di sini.
Dahi lelaki berusia 28 tahun itu berkerut. Kebingungan ketika harus mendapati keadaan dimana istrinya bangun telat, sedikit egois memang. Minkyung menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri sementara ia malah tidak melakukan banyak hal untuk seorang wanita yang kini adalah istrinya.
PRAKK!!
Tiba-tiba terdengar suara benda terjatuh dari lantas atas. Leedo yang semula hendak pergi keluar untuk berangkat kerja perlahan berbalik lagi. Ia sedikit berlari menuju lantai atas dan dapat ia pastikan suara itu berasal dari kamar istrinya.
"Minkyung-ah!!"
Teriaknya begitu pintu terbuka. Minkyung sedang meremat kuat kepalanya menahan sakit di atas lantai sambil terduduk. Leedo lantas berlari ke arahnya, memposisikan tubuhnya di samping sang istri untuk kemudian merengkuhnya dan membantunya berdiri. Ia dudukan istrinya di atas ranjang sambil terus merasa khawatir dengan jantung yang berdetak dua kali lebih cepat.
"Akhh!" Ringis Minkyung ketika dirasakan kepalanya masih sakit dan seperti tengah berputar membuat Leedo refleks memegang pundaknya
"Ada apa? Mana yang sakit, hm?" Tanya Leedo bertubi-tubi sembari mengusap-usap kepalanya
Minkyung yang sudah setengah sadar itupun mendongak, menoleh ke arah suaminya yang kini tengah menatapnya dengan raut muka yang cemas. "Ah, aku — aku sudah mendingan sekarang." Jawabnya sembari menggeser tubuhnya menjauhi suaminya
Leedo melongo. Ia mendadak gelagapan dan merasa canggung. Tapi, segera ia tepis perasaan itu dan tetap melihat ke arah istrinya yang kini tengah memegangi kepala sembari menundukkan kepala. "Sejak kapan? Apa sudah sering sakit kepala seperti ini? Kenapa tidak memberitahuku?"
Minkyung bingung harus bereaksi seperti apa. Ia hanya menggeleng lemah dengan wajahnya yang lesu. "Aku sudah terbiasa seperti ini. Hanya sakit kepala yang biasa dan sungguh aku baik-baik saja."
Leedo berdiri. Ia menggenggam tangan istrinya lalu setengah menyeretnya ke luar. Minkyung yang setengah terkejut langsung protes. "Eh, apa yang kau lakukan?! Kau mau bawa aku kemana?!"
Leedo terus saja berjalan. "Kita ke rumah sakit sekarang!"
Minkyung membelalakan matanya. Ia menepis tangan suaminya dengan paksa. "Aku gak mau!"
"Harus! Aku gak mau kamu kenapa-napa, Minkyung!"
Sontak keduanya terdiam. Setelah Leedo mengucapkan hal itu, Minkyung menganga. Sementara Leedo mengalihkan pandangannya ke sembarang arah.
"Suasananya malah jadi canggung seperti ini. Aku baik-baik saja, jadi tidak usah berlebihan seperti itu. Aku tidak mau merepotkanmu. Urusan pekerjaan rumah, kau tenang saja. Aku masih bisa mengerjakannya."
Leedo menggelengkan kepala. Ia menatap lekat manik coklat istrinya itu dalam. "Kau bukan asisten rumah tangga. Kau istriku dan aku suamimu. Jadi, jangan berpikir seperti itu."
"Maaf. Selama 2 tahun ini aku tidak bersikap selayaknya seorang suami padamu. Tapi, sungguh aku hanya bingung harus bersikap seperti apa. Aku — takut memulai hubungan, Minkyung-ah."
Minkyung mengerjap. Ia seolah bungkam hanya karena mendengar ucapan suaminya itu. "Aku mengerti, lagipula pernikahan ini memang seharusnya tidak terjadi."
Leedo terdiam sebentar. "Aku tidak berpikir seperti itu."
Minkyung tersenyum. Kemudian, ia mendekat ke arah Leedo yang kini tengah memandanginya. "Sudah-sudah, kau berangkat kerja saja nanti telat. Aku juga akan beres-beres rumah."
Ketika hendak pergi, Leedo mencengkram tangannya. Pergerakan Minkyung terhenti seiring dengan pelukan yang suaminya itu berikan. "Aku tidak akan pergi kerja. Aku belum selesai bicara denganmu."
Minkyung tak berkutik. Ini benar-benar pertama kalinya dalam sejarah pernikahan Leedo bersikap lembut dan penuh perhatian, pelukan ini juga terasa aneh baginya. Mengingat mereka yang tidak pernah melakukan kontak lansung selain pegangan tangan hanya karena kondisi darurat seperti menunjukan kemesraan di depan orangtua keduanya.
"A-apa yang kau lakukan?"
Leedo mengeratkan pelukannya. "Aku sedang memeluk istriku."
Minkyung menjadi ngeri sendiri. "Tapi, kita sebelumnya tidak seperti ini. Kau yang bilang, tidak ada kontak fisik sebelum saling mencin—" ucapannya terhenti.
"Aku sudah mencintaimu. Sudah sejak 3 bulan yang lalu. Aku ingin mengakui hal itu, hanya saja aku malu." Ucap Leedo tanpa henti membuat Minkyung membulatkan matanya, terkejut.
"H-hah?!"
Leedo melepas pelukannya. "Kau membuatku gila Minkyung-ah, kau membuatku gila karena harus mencintaimu. Aku sampai tidak tahu harus berbuat apa ketika tahu bahwa aku telah mencintaimu."
Minkyung meneteskan air mata, ia lantas menutup mulutnya dengan telapak tangan. Tak lama ia sedikit terisak. "A-aku pikir kau tidak akan mencintaiku. Akhirnya, kau mencintaiku, Leedo-ya. Aku sangat bahagia sampai-sampai tidak bisa berpikir lagi."
Leedo tersenyum. Ia memeluk istrinya dengan lembut sembari mengusap-usap punggungnya. "Kita mulai semuanya dari awal. Anggap saja pernikahan kita baru terjadi hari ini. Aku berjanji akan mencintaimu, memberimu semua hal yang kau inginkan dan senantiasa membahagiakanmu."
Minkyung mengangguka kepala, "aku juga berjanji akan terus menemanimu sampai akhir hayatku. Sungguh, aku mencintaimu." Ia lantas membalas pelukan suaminya itu dengan erat.
—
[937 kata]
Maaf kalau aku lama updatenya. Semoga kalian suka sama ceritanya.
Kalau kalian di posisi Minkyung, mau bereaksi seperti apa? Haha :')
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneus As Husband ✓
Fanfiction[Oneus imagine as a husband] - bahasa baku, lengkap. - fanfiction (tidak untuk disangkut pautkan sengan kehidupan asli para member) © 2020, Lovelyxierzi.