Hari sabtu.
Pukul tiga lebih lima belas menit, waktu bagi Jihan untuk berkunjung. Ia datang seorang diri, ah, maksudnya berdua dengan anak yang ada dalam kandungannya.
"Jika sudah selesai, hubungi aku." Ujar Mino, kakak laki-laki Jihan sesaat wanita itu turun dari mobil.
Jihan menganggukkan kepalanya, sembari tetap mempertahankan senyuman di wajah tirusnya. Ia tidak tahu lagi harus bersikap seperti apa, bahkan Mino pun kadang dibuat khawatir karenanya. Jihan melangkahkan kakinya dengan perasaan campur aduk, antara siap dan tidak siap. Siap melihat kembali kenyataan bahwa suaminya masih dalam keadaan koma, tidak siap dengan tatapan menajam dari adik iparnya. Namun, inilah resikonya. Ia berhutang nyawa pada suaminya sendiri yang rela membuatnya tidak sadarkan diri selama satu bulan ini.
Pintu lift terbuka. Ia berada di lantai sepuluh, dan hanya beberapa langkah kaki saja ia akan sampai di ruangan lavender, dimana suaminya di rawat. Barusaja ia sampai di depan pintu dan hendak menggesernya, seseorang lebih dulu keluar dari sana.
Kim Yujin. Adik dari seorang Kim Youngjo - biasanya di panggil Ravn- yang merupakan adik iparnya. Tatapannya masih sama, tajam dan mengintimidasi. Dan tebak apa yang dilakukan Jihan saat ini? Ia menundukkan kepala. Tidak siap menatap wajah Yujin yang memang seolah ingin menerkamnya saat itu juga.
"Jaga dia dan awasi perkembangannya. Besok pagi, ayah dan ibu akan kemari."
Setelah mengucapkan kalimat itu, Yujin berlalu pergi. Berjalan melewati Jihan dengan berani memadukan bahunya, wanita itu terperangah, tubuhnya mundur beberapa langkah.
Jihan menghela nafas, ia kembali menampilkan senyuman lebarnya lalu masuk ke dalam dan menutup pintu.
Suaminya. Ravn, tertidur dengan tenang di atas bangsal. Wajahnya tidak menampilkan apapun, matanya tertutup rapat, bibirnya yang memucat juga dada yang naik turun. Jangan lupakan, kepalanya yang di lilit perban mampu buat ingatan mengerikan itu kembali lintas di hadapan Jihan.
"Hei, aku datang." Sapa Jihan sembari mendudukan diri di kursi sebelah bangsal. Ia genggam jemari suaminya dengan hati-hati, lalu memusatkan seluruh perhatiannya pada sang suami.
"Kenapa jadi begini, Ravn-ah? Kenapa kau menyelmatkanku, huh?" Ia bertanya yang tentu saja takkan pernah di dapatkan jawabannya.
"Aku pikir hidupku akan berakhir hari itu, tapi, ternyata tidak. Kau datang di waktu yang tepat juga di waktu yang salah."
Jihan menghapus airmatanya dengan ibu jari, ia mengerjapkan mata yang mulai memerah, lalu menghembuskan nafas pelan. "Aku senang mendapatkan kembali kesempatan untuk hidup, tapi aku juga sedih karena dengan tidak sadar telah mengorbankanmu. Maaf, Ravn-ah, maafkan aku. Hikss."
Ia mengusap perutnya yang masih agak membuncit, meskipun tidak terlalu kentara terlihat karena tubuhnya yang kecil. "Bulan ketiga. Aku masih mengalami yang namanya morning sickness. Biasanya, kau akan datang dan menenangkanku, sekarang aku harus melaluinya sendirian. Tak apa, lagipula ini takkan lama. Iya, kan? Sebab kau akan bangun sebentar lagi."
"Ravn-ah, kau benar. Aku memang tidak bisa hidup sendirian. Aku kesulitan tidur juga, makan tidak teratur, sering cemberut, tidak pernah lagi tertawa, dan Mino oppa juga semakin kesal padaku. Ia bilang, aku semakin aneh. Ya, aku sekarang menjadi aneh. Karena aku semakin tidak terbiasa tanpa kehadiranmu. Ravn-ah, bangunlah. Kumohon. Temani aku lagi, aku ... takut sendirian. Hikss.. hikss."
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneus As Husband ✓
Fiksi Penggemar[Oneus imagine as a husband] - bahasa baku, lengkap. - fanfiction (tidak untuk disangkut pautkan sengan kehidupan asli para member) © 2020, Lovelyxierzi.