pukul 10 malam, gue tiba-tiba terbangun dan menyadari betapa gak tau dirinya gue telah tidur sedari tadi siang. gue memukul kepala gue berulang kali sambil bergegas keluar dari kamar setelah membereskan penampilan gue yang seperti singa ini.
begitu membuka pintu, kosong. gak ada siapa-siapa di luar kamar. gue pun teringat, seharusnya ada jean yang bersama gue di kamar. tapi gue gak melihat dia sedari gue bangun. gue pun berjalan gontai ke seluruh penjuru ruangan dan secara acak gue kembali menyadari kalau tempat kak jaehyun ini lebih bisa disebut penthouse ketimbang apartemen biasa.
gue kesana-kemari mencari-cari para penghuni. baik itu kak jaehyun, kak johnny, jaemin atau bahkan jean. tapi gak ada yang muncul sama sekali. namun begitu gue mendekat ke ruang tengah, gue mendengar isakan kecil seseorang dari ruangan tersebut.
gue perlahan melangkah, mendekat ke ruang tengah. begitu tiba di ambang pintu gue menemukan jaemin sedang duduk di atas sofa sambil mengamati selembar foto. gue cukup terkejut, saat tau kalau ternyata orang brengsek seperti dia bisa menangis.
uh, okay. ini memang normal but—excuse me, jaendra?
"sorry jeno." gumamnya yang masih bisa gue dengar. "gue gak ada di saat-saat terakhir lo. sorry, gue emang gak pantas di bilang saudara."
hati gue mencelos, melihat bagaimana jaemin ternyata mulai menyesali perilakunya. iya, saat dimana arzeno evan atau yang lebih gue kenal sebagai jeno tengah berjuang melawan penyakitnya, jaemin dan pak jayden gak ada di sampingnya sebagai saudara. gue beranggapan saat itu jaemin melarikan diri dengan mark, dan mungkin sekarang dia baru menyesal karena harus kehilangan saudara bahkan tanpa melihatnya detik-detik terakhir.
karena gak ingin melihat kesedihan jaemin terlalu lama, gue memutuskan untuk meninggalkan tempat itu dengan berjalan mundur.
satu, dua, tiga empat langkah, tiba-tiba—
"anjir!"
gue langsung berbalik dan menemukan jean tengah melahap sepotong pizza dengan mata tertutup sambil berdiri.
"kenapa?" kata jaemin yang sekarang udah ada di dekat gue. "ah, jean. ckckck."
jaemin meraih semua makanan yang ada di tangan cewek itu dan meletakkannya di atas meja terdekat. jean? dia seolah gak merespon sama sekali. mulutnya terus mengunyah, tapi matanya juga terus tertutup. gue masih menetralkan rasa terkejut ini dengan terheran-heran akibat kelakuan jean. sementara itu jaemin membawa jean ke sofa dan mendudukkannya di atas sana. gue mengikuti mereka, untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
"ini karena efek obatnya." ujar jaemin sebelum gue bertanya. "dia depresi, dan obatnya malah membuat dia selalu seperti ini hampir tiap malam."
"oh, zolpidem?"
jaemin mengangguk.
"then you still with her?"
"why not?" jaemin melirik gue sebentar. "dia begini karena gue, dan gue sadar sekarang. so, i won't leave her anymore."
yes, that's a good thing. tuhan, bagus, ini bagus banget. gue gak tau apa yang membuat jaemin sadar dari sisi setannya, seenggaknya sekarang dia mulai berubah. terlepas dari dia serius atau gak, setidaknya dia tetap ada buat jean.
"itu siapa?" tanya jaemin.
dahi gue mengerut. "siapa apa?"
"di belakang lo."
gue berbalik lagi dan menemukan seseorang tersenyum tepat di belakang gue. bangsat, kenapa harus di belakang gue terus? maksud gue, kenapa orang-orang gak bisa bicara dulu kalau dia ada di dekat gue?!
"lo siapa?!" seru gue.
"halo, aku jungwoo." balasnya.
"iya lo jungwoo siapa? gue gak kenal sama lo. sumpah lo salah masuk tempat ya? astaga, jantung gue."
"dia jungwoo, junior saya." suara kak jaehyun akhirnya kembali muncul di telinga. gue mencari-cari kehadirannya dan gue sadar kalau dia ternyata baru pulang. "dia lebih tua daripada kamu, jangan terlalu santai bahasamu."
"oh, maaf. maaf soalnya saya gak tau."
"ini yang namanya shena?" tanya kak jungwoo—karena kata kak jaehyun dia lebih tua daripada gue, dengan satu tangannya yang menenteng beberapa totebag besar. "hai, shena. aku sama kak jaehyun baru aja beliin kamu baju-baju buat dipakai di rumah. maaf kemarin aku beli bajunya agak terbuka soalnya aku gak tau."
yang satu bahasanya kaku, yang satu bahasanya selucu ini. oh tuhan, besok-besok ada yang pakai bahasa alien aja gak apa-apa.
"makasih banyak, kak jungwoo. maaf ngerepotin." balas gue sambil meraih barang-barang di tangannya.
kak jungwoo tersenyum. "no problem."
"jadi, kalau gitu—" gue agak bingung. "aku ke dalam kamar dulu ya kak, duluan."
kak jungwoo mengangguk, yang membuat gue segera berbalik untuk masuk ke dalam kamar gue. saking terburu-burunya, gue gak sadar kalau ada guci di samping sofa dan hampir gue tabrak.
ya, hampir.
kalau aja kak jaehyun gak mendadak menarik gue hingga kepala gue gak sengaja membentur dadanya, gue akan menghancurkan benda elegan mahal itu tepat di hadapanya empunya.
"kamu kalau jalan tidak usah terlalu cepat. pakai mata, bukan hanya kaki. ceroboh sekali."
"i-iya kak, maaf."
"maaf terjs. bagaimana kalau kamu nanti luka?"
gue mendongak, terdiam melihat kak jaehyun. untuk beberapa saat gue memandangi bola matanya, hingga akhirnya kak jaehyun kembali berkata, "apa?"
gue buru-buru menjauh dan terus mengulang permintamaafan gue. "maaf kak, saya masuk ke dalam kamar dulu." balas gue lalu kembali berjalan.
"itu kamar saya, caroline."
ah, shena tolol.
gue langsung berbelok untuk masuk ke dalam kamar gue yang asli dan menutup pintu. damn, what's wrong with you, shena?
KAMU SEDANG MEMBACA
GREATEST J ✓
Fanfiction❝It's okay to make mistakes, Shena. Just not do the same ones over and over.❞ © Love Agæn Series, 2020 JUNG JAEHYUN ーAlternative Universe