01

656 48 1
                                    

Lelaki itu terlihat bergitu dingin. Kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku jas yang dia kenakan. Menyusuri jalan yang ditumpuki salju di pinggirannya. Konoha memasuki musim dingin dan itu seakan menarik lelaki itu dalam kedinginan tak berbatas.

"Aku minta maaf," seseorang baru saja menabraknya.

Tidak ada jawaban. Matanya sedikit melebar melihat wajah orang yang tidak sengaja menabraknya.

"Sasuke?" lirih.

"Hei. Kau gak apa-pa?" kembali yang ditanya tidak memberi jawaban.

Dia mengedikkan bahu tidak peduli. Kalau diperhatikan, lelaki yang memiliki mata sebiru langit itu hanya tersenggol sedikit olehnya. Tidak mungkin sampai terkejut dan memisahkan jiwa dan raganya, kan?

"Berhenti," akhirnya suaranya keluar saat orang yang menabraknya pergi dari hadapannya.

"Siapa namamu?"

"Sai," senyum di bibir Sai mengembang dan kemudian langsung pergi.

Naruto tertegun di tempatnya berdiri. Memperhatikan punggung Sai yang menjauh. Lelaki itu sangat mirip dengan seseorang yang Naruto kenal. Hanya warna kulit Sai yang terlalu putih untuk seorang lelaki dan senyum lebar di bibirnya yang menjadi perbedaan mereka. Kelam mata mereka sama dan itu mengusik kembali kerinduan yang ingin Naruto lupakan sejenak.

Naruto kembali berjalan. Memikirkan seseorang yang sangat Naruto cintai yang menghilang begitu saja dari kehidupan Naruto. Tanpa penjelasan apalagi untuk salam perpisahan. Selama dua tahun terakhir Naruto selalu mencari keberadaan kekasihnya tapi sama sekali tidak dia temukan.

"Apa kamu tidak ingin aku menemukanmu?"

O^o^O

"Apa hobi kamu menabrak orang?" itu pernyaan pertama saat Naruto melihat orang yang menabraknya di kantin.

"Maafkan aku. Eh? Kita pernah bertemu?"

"Hm?"

Pertanyaan Sai mengusik Naruto. Apa wajahnya semudah itu terlupakan? Padahal mereka baru saja berpapasan kemarin di jalan. Dan itu berhasil membangunkan iblis yang sudah lama tertidur dalam diri Naruto. Dengan smirk samar muncul di sudut bibir Naruto.

"Apa yang akan kamu lakukan dengan bajuku?" Naruto mengalihkan topik. Menarik bajunya yang terasa lengket di kulit karena tumpahan minuman.

"Oh. Aku akan membayar uang laundry."

"Ok. Lalu? Yang tercecer di lantai?"

Dengan cepat Sai menurunkan matanya. Shock! Beberapa serpihan kecil yang Sai yakini adalah miniatur bangunan tergeletak dengan menyedihkan. Apa yang harus kulakukan? Sai menaikkan pandangannya, menatap Naruto yang menanti jawabannya dengan wajah datar.

"Aku akan membayarnya?" Sai berucap pelan. Berpikir dimana dia bisa menambah partime untuk mendapat uang.

"Ditolak."

"Lalu kau ingin apa?"

"Pertanyaan yang bagus," pikir Naruto. "Kau akan bersamaku sampai aku menyeleSaikan apa yang kamu rusak."

"Kenapa harus? Aku tidak sengaja merusaknya."

"Apa dengan mengatakan tidak sengaja semua akan utuh kembali? Sekarang temani aku makan."

Sai tersenyum. Senyum palsu. Kelakuan Naruto membuat Sai sedikit kesal. Tapi dia tepat mengikuti Naruto duduk di salah satu kursi kosong yang berdekatan dengan dinding. Sai berpikir Naruto akan memerintahkan Sai memesan makanan untuk Naruto. Namun nyatanya Naruto hanya mengancam Sai supaya tetap di tempatnya sampai dia kembali.

"Aku pikir kau akan kabur," sindir Naruto yang sudah kembali. Meletakkan nampan sebelum dia duduk bersebrangan dengan Sai.

"Itu yang kupikirkan. Hanya saja aku tidak ingin punya masalah yang lebih merugikan lagi dengan orang sepertimu."

"Seperti apa aku?"

Sai tidak memberi jawaban. Kedua hanya saling bertatap. Satu begitu tenang dan satu lagi kerlingan penuh kelicikan.

"Sai! Kau di sini rupanya?" Kiba langsung nimbrung di samping Sai.

"Channoro! Aku akan membunuhmu." Suara perempuan dengan nada marah terdengar setelahnya.

"Sakura. Lebih baik kamu diam. Dari tadi cuma marah-marah aja," sanggah lelaki berambut nanas. Ikut mengisi kursi kosong di meja yang sama dengan Sai.

"Abaikan saja. Apa kau lupa Shikamaru? Sakura hanya bisa marah-marah dia,"

"Na-Naruto?"

Suara rendah itu. Memanggil nama yang sudah tidak asing bagi mahasiswa teknik. Terutama mahasiswa arsitektur. Membuat seluruh penghuni meja tersebut terdiam. Mereka baru menyadari ada mahasiswa yang bukan dari kelompok mereka duduk di sana.

"Oh, Hinata?"

"Eto- apa mereka teman-temanmu, Naruto?" tanya hinata, sedikit menunduk.

"Hm, bukan. Tapi mereka akan menjadi temanku," ucap Naruto santai yang sudah menyeleSaikan sarapannya.

"Brengsek," batin Sai.

"Sampai jumpa, Sai," mengedipkan sebelah matanya untuk lelaki yang langsung memasang senyum palsu di wajahnya.

Keempat teman Sai masih menganga melihat kepergian Naruto. Tidak lama setelahnya Sakura dan Ino menatap Sai tajam. Menuntut penjelasan.

"Kau ingin mempersingkat hidupmu ya?," Sakura geram.

"Masih banyak yang harus kulakukan," tanggap Sai santai.

"Lalu bagaimana kamu punya hubungan dengannya?" lanjut Sakura tidak terima.

"Siapa?"

"Naruto. Uzumaki Naruto," tekan Sakura lambat-lambat yang ditanggapi senyum lebar dari Sai.

"Kamu tidak tidak suka? Oh sudah pasti. Kan kamu salah satu penggemarnya."

"Tentu saja tidak. Kami sangat merestuinya," tanggap Ino menggebu.

Salah satu keinginan dua sahabat perempuannya yang Sai tahu, yang sangat mereka harapkan buat terwujud adalah melihat Sai, Kiba, atau Shikamaru dapat pacar. Mungkin hal biasa jika pacar yang mereka maksud hal normal pada umumnya. Sakura dan Ino ingin melihat mereka punya pacar lelaki juga. Gila kan? Iya otak fujoshi mereka memang gila.

"Kalian liat tadi? Naruto mengedipkan matanya begitu romantis."

Dalam diam Sai memperhatikan sisa bayangan Naruto yang perlahan menghilang. Mencipta beberapa tanya dibenaknya.

O^o^O

Arigato yang udah mau singgah...

  😊
  👇

PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang