Alice's pov
"Pembunuhnya adalah Niall"
"Tidak! Tidak mungkin! Kau bohong! Tidak mungkin!!!"
"Alice, cepat pergi dari rumahmu. Kau harus bisa menyelamatkan dirimu dan Zayn"
"mana laptopmu? Aku ingin mengecek semuanya, Niall tidak mungin membunuh dua orang"
Kemudian ayah memberi laptopnya padaku, aku mencari data-data yang selama ini dikumpulkan ayah, aku melihat semuanya dan benar saja pembunuhnya adalah Niall.
"Ayah, aku akan segera kembali" ucapku kemudian memeluk ayah kemudian memeluk louis.
Aku berjalan kearah apartementku, dan aku melihat Harry yang masih tertidur dengan bercipratan darah. Ketika aku ingin mengecek pergelangan tangannya, mengeluarkan darah.
Apakah dia cutting? Tapi tidak mungkin.
Aku langsung memanggil ambulan, aku kerumah sakit dengan laptop dan tasku.
Sesampai dirumah sakit aku hanya menunggu didepan ruangan Harry, aku menangis sejadi-jadinya. Aku melihat Liam dari jauh, ia segera memelukku. Akupun menangis sejadi-jadinya di pelukannya.
"Liam, bukan aku yang melukainya" ucapku, "aku percaya itu, Alice" ucapnya kemudian kami melepaskan pelukan kami.
"A-aku punya bukti, tadi aku bertemu ayah. Ketika aku kembali Harry sudah banyak berdarah, aku takut Liam. Aku sudah banyak kehilangan orang-orang yang kusayang."
"Maafkan aku Alice karena aku kasar padamu waktu itu, siapa kah pembunuhnya? Tolong lihatkan aku buktinya" ucap Liam, aku membuka laptopku.
Aku mencari data, dan ketemu. Aku memperlihatkan semuanya ke Liam, ia langsung menghubungi bosnya kemudian ia menelfon anak buahnya untuk pergi menangkap Niall namun Niall sekarang pergi kearah rumah sakit bersama komplotannya.
Ada yang harus ku cemaskan sekarang, Ayah. Dimana dia?
Aku segera menelfon ayah,
"Ayah, kau dimana?"
"Ayahmu sedang pergi ke rumah sakit, ini aku Louis"
"rumah sakit?!"
"Ya" ucapnya kemudian aku mematikan telfonku kemudian berlari kearah pintu keluar rumah sakit.
"Kau ingin pergi kemana?" Tanya Liam, "ayah ada disekitar sini, Liam" ucapku. "Begitu juga dengan komplotan Niall yang berbahaya, Alice. Kami tidak ingin kau terlu--"
Dor!!
Kami mendengar suara tembakan pistol, "kau tetap dibelakangku" ucap Liam, "Liam, siapa yang menjaga Harry?" Tanyaku, "ia aman disini" ucapnya.
"Kita berpencar" ucapku, "tidak! Terlalu beresiko" ucap Liam, "aku memiliki pistol Liam" ucapku kemudian ia mengangguk.
Dor!!
Aku melihat satu peluru berhasil menembus jaket Liam, itu adalah Niall. Ia langsung memukulku dengan tongkat baseball nya.
Kemudian semuanya gelap.
**
Aku membuka mataku, aku menemukan Ayah, Zayn, Louis yang tangannya diikat. Aku berusaha melepaskan ikatanku, namun Niall membuka pintu.
Zayn, Louis dan ayah terbangun, "dimana kami?!" Tanya Zayn, "kau akan mati sebentar lagi!" Ucap Niall kemudian memukul Zayn.
"AHHH!" Teriakku melihat hidung Zayn mengeluarkan darah. "Stop!!" Ucapku.
"Eh, aku lupa ada nona manis yang sok membela ayahnya yang pembunuh" ucapnya, "yang dituduh pembunuh oleh pembunuh" koreksiku yang membuat matanya terbelalak.
Ia seketika ingin menembakkan pistol ke kepalaku,
Dor!!!
Aku membuka mata, apakah aku masih hidup?
Dan ternyata aku memang masih hidup, tadi adalah suara pistol Harry yang berhasil menembus baju Niall.
Ia langsung membukakan tali yang mengingkatku, Ayah, Zayn dan Louis. Aku segera memeluknya, "Terimakasih Harry" ucapku, "all good babe" ucapnya, "tanganmu?" Tanyaku.
"Sudah dijahit" ucapnya, kemudian polisi datang dan menangkap Niall. Aku langsung memeluk Ayah dan Zayn. Kemudian berpelukan dengan Louis.
**
Hari yang indah untuk menjenguk Liam, ia masih dirawat dirumah sakit setelah kejadian 2 tahun lalu.
Aku juga sudah mempunyai anak bernama Ed, anakku dengan Harry setelah kami berhubungan sex waktu itu. Ed sudah berusia 1 tahun.
"Ed, mom and dad mau jenguk uncle Liam" ucap Harry, kemudian Ed hanya tertawa kemudian aku menggendongnya dan kami bertemu Liam.