BAGIAN 1

393 8 0
                                    

Satu sosok bayangan melesat cepat bagai tiupan angin topan. Tubuhnya berkelebat di tengah-tengah Hutan Prewangan yang terkenal sangat luas dan angker. Hanya dalam waktu singkat, dia telah keluar dari hutan itu. Kemudian perjalanannya terus dilanjutkan ke arah utara.
Tidak sampai sepemakan sirih, sosok berpakaian serba coklat ini tiba di pinggir sebuah lembah. Matanya yang berkilatan memandang ketengah-tengah lembah bertebing sangat curam itu.
"Hm.... Seharusnya dia ada di batu-batu itu. Di sanalah aku mengikat dan mementang tubuhnya di tengah-tengah terik matahari! Sebaiknya, aku periksa dulu!" gumam sosok berbaju coklat berkepala gundul. Pada pinggangnya tersampir sebilah golok besar.
Di lain saat, laki-iaki itu telah bergerak lagi. Tubuhnya melesat laksana kilat. Tebing curam yang cukup tinggi dilompatinya begitu saja. Dari sini bisa dilihat kalau ilmu meringankan tubuhnya sudah mencapai taraf tinggi.
Begitu sampai di dasar lembah, laki-laki bersenjata golok besar ini terkejut bukan main. Apa yang harus diawasinya dalam waktu sebulan sekali, sekarang telah lenyap. Ada empat rantai baja yang digunakan untuk membelenggu tangan dan kaki. Tapi benda itu seperti meleleh. Lebih mengherankan lagi, pohon-pohon yang terdapat di lembah itu bertumbangan seperti bekas diporak-porandakan badai topan.
"Batu Kumbara adalah manusia yang sudah hampir mampus akibat perbuatannya sendiri. Tapi mengapa sekarang dapat hilang begitu saja? Atau..., mungkinkah ada orang lain yang telah memutuskan rantai-rantai yang membelenggu tubuhnya?" kata laki-laki itu dalam hati.
Kemudian laki-laki berbaju serba coklat ini mengedarkan pandangan ke sekeliling lembah. Rasa keheranan dihatinya semakin menjadi-jadi, ketika melihat batu-batu besar di sebelah kirinya, juga dalam keadaan hancur berkeping-keping.
"Gila! Benar-benar gila...! Bagaimana mungkin batu yang sedemikian besar dapat hancur begitu saja? Pasti ada yang tidak beres telah terjadi di sini? Batu Kumbara tidak mungkin dapat meloloskan diri setelah bertahun-tahun mendapat hukuman sedemikian rupa di tempat ini...."
Belum selesai ucapannya. Tiba-tiba saja wajah laki-laki itu berubah ketika melihat kilatan cahaya yang datang dari sebelah kiri. Dan mendadak saja, ada perasaan tidak enak menyelinap ke dalam hatinya. Namun di samping rasa herannya, rupanya hatinya juga menjadi sangat penasaran. Maka segera didekatinya tempat di mana cahaya tadi berasal.
Sampai di tempat, kilatan cahaya yang terlihat tadi sekarang lenyap begitu saja. Sebagai gantinya, matanya melihat saru pemandangan lain. Di atas batu cadas, tampak beberapa baris tulisan yang tampaknya ditulis dengan goresan ujung kuku. Dapat dibayangkan, betapa tingginya tenaga dalam yang dimilikinya. Tulisan diatas batu itu berbunyi:

Batu Kumbara bukan batu. Sekujur tubuhnya telah dirusak dan disiksa selama bertahun-tahun di panas matahari. Sampai-sampai tidak seekor lalat pun berani mendekat, karena baunya yang sangat busuk! Tapi siapa sangka kalau Makhluk Kegelapan dengan sinar matanya yang menghanguskan mau bersahabat? Bahkan bersedia menurunkan semua ilmu kesaktian yang dimilikinya. Sekarang hari pembalasan sudah tiba. Celakalah bagi orang yang pernah menghukumnya....!

Selesai membaca tulisan itu, laki-laki berusia sekitar lima puluh tahun ini melangkah mundur. Dari sekujur tubuhnya keluar keringat dingin. Wajahnya yang hampir tertutup bulu-bulu halus, berubah pucat seputih kapas.
"Gila! Siapa kira bajingan dari Blambangan sekarang telah mampu menghancurkan rantai baja dan membebaskan diri! Aku harus memberi kabar pada guru secepatnya. Terlambat sedikit saja...!" dengus laki-laki setengah baya itu. Belum selesai kata-kata laki-laki berbaju coklat itu, tiba-tiba....
"Hahaha...!"
Mendadak terdengar suara tawa tergelak-gelak disertai suara menderu angin kencang bergulung-gulung ke arah laki-laki itu. Seketika hatinya tercekat begitu tercium bau busuk. Langkahnya tersurut dengan sekujur tubuh terasa menggigil. Secepatnya dikerahkan tenaga dalam untuk mengusir hawa dingin membekukan yang tiba-tiba menyerangnya.
"Hm.... Bau busuk ini pastilah berasal dari manusia itu! Tidak mungkin ada bangkai di sekitar sini..." kata laki-laki setengah baya itu dalam hati.
"Hahaha...! Bebaslah aku sebebas-bebasnya! Semua orang-orang akan celaka, karena dulu pernah menyakiti aku! Termasuk manusia yang bernama Sapta Renggi...!"
"Eeeh...! Dia menyebut namaku! Berarti, dia juga menghendaki kematianku!" ujar laki-laki yang ternyata bernama Sapta Renggi.
Sapta Renggi belum dapat berbuat apa-apa ketika melihat satu bayangan berkelebat cepat ke arahnya. Dan tahu-tahu, matanya telah melihat seorang laki-laki berwajah angker telah berdiri didepannya. Sekujur tubuhnya dipenuhi luka-luka membusuk.
Laki-laki itu berbadan tinggi besar. Rambutnya yang acak-acakan dan menebarkan bau busuk, tampak tegak berdiri. Sementara matanya yang berkilat-kilat aneh, terus memperhatikan Sapta Renggi tanpa pernah berkedip.
"Batu Kumbara...! Kau harus kembali menjalani hukuman! Manusia durjana sepertimu tidak layak berkeliaran di dunia ramai," tegas Sapta Renggi, berwibawa.
"Hm. Apakah hanya manusia seperti kalian saja yang pantas hidup di dunia ini? Tidakkah kau rasakan, betapa pedihnya penderitaanku selama disiksa di tempat ini?" balas laki-laki tinggi besar berwajah angker yang bernama Batu Kumbara.
"Apa yang kau jalani sudah sepantasnya diterima. Karena kejahatanmu telah melampaui batas!" dengus Sapta Renggi.
"Hahaha...! Begitukah? Tiga tahun bukan masa yang singkat untuk menerima penghinaan yang sangat menyakitkan! Sepantasnya jika sekarang aku harus mengambil nyawamu!" kata Batu Kumbara, dingin menggetarkan.
Laki-laki berwajah angker itu kemudian menggeram. Suaranya keras menggetarkan jantung Sapta Renggi. Sekejap saja kedua tangannya telah bergerak-gerak secara aneh. Sepasang matanya yang berkilat-kilat tajam, kini telah benabah merah laksana bara. Kini mata Batu Kumbara benar-benar telah berubah menjadi sepasang mata iblis yang sangat mengerikan!
"Bersiap-siaplah kau untuk mampus!" teriak Batu Kumbara dengan suara melengking dahsyat.
Sapta Renggi terkesiap. Terlebih-lebih setelah melihat mata Batu Kumbara telah berubah seperti mata iblis. Maka langsung golok besar yang terselip di pinggangnya dicabut. Senjata berwarna putih mengkilat karena ketajamannya, langsung diputar secepat kilat. Bisa diduga kalau Sapta Renggi sedang mengerahkan jurus golok 'Menghalau Bayangan Iblis'.
Bukan main hebatnya jurus yang satu ini. Karena begitu golok diputar, maka menderulah angin kencang disertai menebarnya hawa dingin ke empat penjuru arah. Tapi anehnya, Batu Kumbara hanya tertawa.
"Bawalah golokmu ke neraka! Barangkali dapat kau pergunakan di sana...!" dengus Batu Kumbara.
Laki-laki yang sekujur tubuhnya dalam keadaan rusak dan menebar bau busuk bangkai ini mengedipkan matanya. Maka seketika dua leret sinar langsung melesat ke arah Sapta Renggi. Sinar merah menghanguskan ini cepat melabrak ke arah Sapta Renggi berada.
Laki-laki berbaju coklat ini terkesiap. Namun dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuh yang cukup tinggi, Sapta Renggi langsung melompat ke samping kiri sejauh tiga batang tombak. Hasilnya, serangan yang dilakukan Batu Kumbara luput. Sementara sinar merah menghanguskan itu terus melesat menghantam batu sebesar kerbau yang berada tidak jauh di belakang Sapta Renggi.
Blarrr!
Batu itu kontan hancur berkeping-keping, mengobarkan api di mana-mana.
"Gila...!" desis Sapta Renggi. Bulu tengkuk laki-laki itu meremang berdiri. Dengan cepat golok besar ditangannya kembali diputar.
Sementara sambil terus tertawa-tawa seperti iblis, Batu Kumbara kembali mengedipkan matanya. Maka seketika seleret sinar melesat ke arah Sapta Renggi kembali. Begitu cepatnya lesatan sinar itu, sehingga Sapta Renggi tak mampu menghindarinya. Dan...
Glarrr...!
"Aaa...!" Sapta Renggi terjungkal ke tanah disertai jeritan sehnggi langit pada saat tubuhnya terhantam sinar yang dilepaskan Batu Kumbara. Golok di tangannya meleleh. Sedangkan tubuhnya yang dalam keadaan hangus berkelojotan di tanah tanpa mampu bangkit kembali.
"Hahaha...! Satu korban telah jatuh! Seperti inilah nasib yang harus diterima seluruh padepokan yang dulu secara beramai-ramai menghukumku di lembah celaka ini!" teriak Batu Kumbara sambil terus tertawa-tawa seperti orang gila
Mata Batu Kumbara yang telah kembali berubah kewarna aslinya, memandangi tubuh korbannya yang sudah tidak bernyawa lagi. Ada sedikit rasa puas terpancar lewat tatapan matanya.
"Aku harus meninggalkan tempat ini! Aku harus membuat perhitungan pada mereka!" desis Batu Kumbara tajam.

149. Pendekar Rajawali Sakti : Teror Manusia BangkaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang