2. Siapa?

4K 429 101
                                    

Attack on Titan / Shingeki no Kyojin
©Hajime Isayama,
dianimasikan oleh WIT Studio dan Mappa Studio
•••
D A R E
A RivaMika fanfiction
©DeathRee, 2020.

Attack on Titan / Shingeki no Kyojin©Hajime Isayama, dianimasikan oleh WIT Studio dan Mappa Studio•••D A R EA RivaMika fanfiction©DeathRee, 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apa kaupercaya keajaiban?

Sepanjang perjalanan menuju ruangan Levi—yang harus menaiki tangga-tangga hingga sampai lantai tiga—Mikasa memikirkan kalimat barusan tak henti-henti. Bagaimana tidak? Saat ia berfikir keras-keras tentang cara menarik perhatian Levi yang berada di lantai atas; pria itu malah datang menemui dirinya sendiri di lapangan bawah. Luar biasa!

Oh, dia bahkan tak mengerti mengapa mereka jalan pelan sekali menyusuri koridor penghubung tangga yang sepi. Anehnya lagi, jemari Levi melengkapi puzzle regang antarjari Mikasa. Mengapit hati-hati.

Seumur-umur, Mikasa bersumpah tak pernah memikirkan hal ini terjadi. Di mimpi paling ngawur sekalipun.

"Apa kaulapar? Apa kaumau sesuatu?" Suara husky Levi menginterupsi, menghantam otak Mikasa agar lekas kembali berfungsi.

Ia didudukkan pada ranjang mewah yang tertutup kain putih. Tak kurang lebih dua belas kali meneguk ludah. Ruangan Levi rapi sekali, harum sekali, bersih sekali sampai ia tak punya muka jika sekarang harus membandingkan dengan kamarnya sendiri. Remah roti milik Sasha tak pernah absen mengotori lantai. Untung Levi hanya berpatroli pada kamar anggota laki-laki.

Canggung membanjiri lidah Mikasa hingga kelu. Ia hanya menggeleng pelan sambil berusaha mengacuhkan wajah kaptennya yang membunuh jengkal. Pria bersurai hampir sama dengannya itu duduk di kursi yang didekatkan pada ranjang tempat Mikasa.

Lagi, rambut panjangnya disampirkan ke belakang telinga. Mikasa harap-harap, sambungan yang dipasang Christa dan Sasha tidak mudah lepas; jadi ia tidak akan kehilangan muka karena identitasnya dikenali.

"Jangan mewarnainya lagi, ya?" Tahu-tahu jemari kasar Levi meniti kuku-kuku Mikasa yang dipoles rapi. Kendati ia adalah prajurit perkasa, Mikasa sejatinya wanita. Risih juga kalau diraba-raba.

Untung dia dapat menyembunyikan ekspresi bak menelan ransum darurat di tengah kelaparan medan laga. Pun, didukung wajah kurang pigmen ekspresi yang dapat diandalkan.

Gadis itu mendongak sekilas sebelum kehilangan napas saat rahangnya dikecup Levi.

Astaga! Astaga! Apa ini waktunya?

Ia membenamkan wajah yang sudah penuh gradasi merah miliknya yang kini menjarah hingga telinga. Levi untuk sesaat tak melakukan apapun, membuat Mikasa yang telah meremas seprei jadi bingung. Padahal, ia telah melatih diri jauh-jauh jam. Siapa tahu, 'kan, Levi yang dikenal asertif bisa menjelma agresif?

D A R E ; a Story about AckermanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang