VIII

2.1K 155 6
                                    

Matahari bersinar terik membuat seisi sekolah khusus pria itu mengeluh kepanasan. Kebanyakan tengah berdiam di bawah kipas angin kelas sembari membuka beberapa kancing, ada yang membuka seragam dan membiarkan kaos terpampang, ada juga yang ingin menyakiti diri dengan tetap berada di luar ruangan dalam waktu yang lama.

Contohnya keributan di tengah lapangan hari ini, membuat kebanyakan siswa memperhatikan dari pinggir atau bahkan lorong lantai dua. Yoon Jeonghan menyeret Kim Mingyu dalam permasalahannya kali ini.

"Brengsek! Bajingan!" ucap Jeonghan kasar. Mingyu yang tersungkur mulai bangkit kembali dan membersihkan seragamnya yang kotor. Serangan Jeonghan yang tiba-tiba membuat Mingyu belum siap. Lelaki tinggi itu berjalan mendekat sambil tersenyum miring.

"Kenapa? Soal Choi Seungcheol?" tanya Mingyu dengan menaikkan sebelah alisnya. Jeonghan kembali mengarahkan kepalan tangannya ke wajah Mingyu namun kali ini Mingyu bisa menahannya. "Kau hanya anak baru disini, jangan ikut campur dengan urusanku dan Seungcheol," Jeonghan menatap Mingyu tajam.

Mingyu terkekeh, masih menahan kepalan tangan Jeonghan, "Dia tahu mana yang terbaik untuknya. Kenapa harus memaksa?"

"Sialan kau, Bajingan!"

Pukul memukul tak terelakkan. Choi Seungcheol yang kebetulan baru bangun tidur dari UKS langsung berlari ke tengah lapangan. Mingyu tengah dalam masalah karena berurusan dengan Jeonghan. Dilihatnya ada beberapa guru dan murid juga yang mencoba melerai. Namun Jeonghan tetaplah Jeonghan. Dia tidak akan selesai sebelum targetnya tergeletak tak berdaya.

"Yoon Jeonghan, berhenti!" Seungcheol berdiri di depan Mingyu, mencoba menghalangi Jeonghan agar tak bersentuhan langsung dengan Mingyu. Ia khawatir Mingyu terluka.

Jeonghan makin tak terkendali. Seungcheol mengepalkan tangannya dan langsung memukul pipi kiri Jeonghan hingga lelaki itu mundur beberapa langkah. Pukulan Seungcheol lumayan kuat, membuat pipi Jeonghan menjadi memar. Tangan Seungcheol? Jelas kesakitan. Namun Ia mencoba menahannya, seperti biasa.

"Hyung, jangan—"

"Aku tidak mau kau terluka, Kim Mingyu. Seragammu jadi kotor sekali, bukankah kau kesal kalau seragammu kotor?" tanya Seungcheol. Mingyu terdiam, Seungcheol sudah serius dengan ucapannya.

Jeonghan kembali berjalan dan mengepalkan tangannya. Seungcheol langsung berdiri kembali didepan Mingyu guna menghalangi, berpikir bahwa Jeonghan akan menghajar Mingyu lagi.

"Semua ini karena kau, Jalang!"

Semuanya terkejut, termasuk Seungcheol, yang ternyata pukulan itu ditujukan untuknya. Seungcheol tersungkur, Jeonghan langsung duduk di perutnya dan mencengkeram kerah seragam Seungcheol kemudian memukul wajahnya berkali-kali.

"Ini semua!"
"Karena kau!"
"Yang mempersulit segalanya!"
"Bersikap superior!"
"Padahal kau murahan!"
"Brengsek!"
"Bajingan!"
"Jangan sok hebat!"

Kedua tangan Jeonghan berhasil ditahan oleh bantuan seorang Guru Bahasa dan murid kemudian mengangkat Jeonghan guna membawanya menjauh. "Bodoh!" Jeonghan meludahi wajah Seungcheol dan menginjak perutnya kasar.

Raut wajah murid lain yang semula hanya bengong kini jadi ngeri. Bagaimana tidak? Choi Seungcheol, murid yang paling ditakuti karena bengis dan kasar serta menakutkan kini terkapar tidak berdaya setelah dipukuli Jeonghan dengan keadaan mengenaskan.

"Hyung! Hyung!" Mingyu bertekuk lutut dan merunduk, menggoyangkan tubuh Seungcheol guna memastikannya sadar atau tidak.

Kemudian, seorang Guru mata pelajaran Matematika berlari mendekati Mingyu dan Seungcheol sambil memegang ponsel, "Cepat bawa ke rumah sakit!"








***








Mingyu masih duduk di tempat duduk di lorong rumah sakit sambil menundukkan wajahnya. Wajahnya tak terhindar dari luka, namun beruntung karena sudah diobati juga oleh suster yang bertugas. Bisa Mingyu dipastikan jika tangan Jeonghan tak akan kalah mengenaskannya, dan yang pasti kulitnya robek karena memukul begitu keras.

Ia masih belum berani masuk ke ruang rawat dimana Seungcheol dirawat. Namun tak lama, Mingyu bangkit dan berjalan mendekati pintu. "Temui, Mingyu. Kau harus berani," monolognya pada diri sendiri.

Pintu itu dibuka. Mingyu berjalan masuk ke dalam dan tak lupa menutupnya kembali. Beberapa guru dan murid penting (re: semacam OSIS) sudah menjenguk dan memastikan semuanya sudah terkendali sebelum mereka kembali ke sekolah untuk menertibkan suasana dan tak lupa juga membersihkan darah di lapangan.

Kini, Mingyu dipercayakan untuk menjaga Seungcheol. Terlebih menjaganya dari Jeonghan dan/atau mungkin suruhan Jeonghan yang lain. Mingyu menarik kursi dan duduk di sebelah ranjang dimana Seungcheol terbaring.

"Kenapa tidak sekolah?"

Suara Seungcheol mengagetkannya meskipun Ia tidak mengeluarkan ucapan spontan apapun saat terkejut. "Sudah, ini sudah jam pulang sekolah," jawab Mingyu, berbohong.

"Bahkan sekarang aku bisa membedakan ucapanmu saat berkata jujur atau bohong sekarang ini."

Kekehan Seungcheol terdengar lemah. Mingyu menggenggam sebelah tangan Seungcheol dan mengusap punggung tangannya lembut, kemudian menautkan jemarinya dengan milik Seungcheol agar saling bergenggaman tangan. Ia hanya tersenyum tipis, ah tidak, lebih tepatnya tersenyum miris. Mana tega dia melihat Seungcheol dengan keadaan seperti ini? Wajahnya habis dipukuli.

"Sakit, Hyung?" tanya Mingyu. "Tidak," jawab Seungcheol cepat, namun jawabannya seperti belum selesai.

"Lebih sakit kalau melihatmu terluka dan membolos seperti ini. Kalau orang tuamu tahu, bagaimana?"

"Mereka tidak akan tahu kalau tidak ada yang memberitahu. Kalau Hyung sendiri bagaimana?"

"Aku hanya punya Bibi, orang tuaku sudah meninggal karena kecelakaan."

"Oh, maaf karena sudah bertanya..."

"Jangan khawatir, tidak apa-apa."

Senyum Seungcheol yang lemah membuat hati Mingyu seperti diiris-iris. Ingin dikecup, pasti rasanya sakit karena bibir Seungcheol juga terluka. Oleh karena itu, Mingyu mengecup punggung tangan dan kening Seungcheol saja. "Cepat pulih, Hyung," gumam Mingyu. "Kalau sudah pulang sekolah besok, temani aku ya? Tapi kalau ingin beristirahat atau ada kegiatan tambahan, dilakukan saja dulu," ucap Seungcheol.

Mingyu menganggukkan kepalanya, "Baik, Hyung."

Jelas saja Ia akan meletakkan Seungcheol ke nomor satu dalam daftarnya. Orang yang kini amat sangat Ia sayangi.














.....to be continued

Special for my beloved readers, double update! Semoga suka, ya!

MINCOUPS: AmbitionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang