X

2K 146 12
                                    

Suara berisik dari pergesekan antara sepatu dan permukaan tanah mendominasi di sepanjang jalan sempit yang kini menjadi saksi dimana seorang laki-laki mencoba melepaskan diri dari cengkeram Choi Seungcheol, yang sebelumnya Ia janjikan bahwa dirinya tak akan takut dengan pemuda bermarga Choi tersebut.

Seungcheol masih menahan tangannya di sekitaran leher sang wira, menatapnya tajam sambil memperbesar tenaga hingga yang dicekik saat ini makin tak bisa diam.

"Berhenti mencari masalah dan ingin jadi jagoan, Kim Taehyung," ucap Seungcheol dengan suaranya yang dalam dan berat. Taehyung, pemuda yang dicekik tadi, langsung menganggukkan kepalanya cepat. Seungcheol melepas cekikannya, membiarkan lelaki itu kesulitan mengatur nafas sambil terbatuk-batuk. "Kalau aku sampai dengar dirimu bersikap sok jagoan seperti itu didepan yang lainnya, akan ku pastikan kau benar-benar tidak akan selamat," tutup Seungcheol yang kemudian langsung beranjak meninggalkan Taehyung, menendang tas milik Taehyung yang kebetulan mengganggu jalannya.

Meski diyakini tempat itu sepi, Yoon Jeonghan memasang mata dan atensinya, memperhatikan dari kejauhan semua yang terjadi dan langsung jatuh hati pada Seungcheol, teman satu sekolahnya. Mana bisa dipungkiri kalau Seungcheol akan jauh lebih berkarisma ketika sedang berurusan dengan orang lain seperti tadi.

Jeonghan berjalan menuju rumahnya dengan melewati persimpangan dengan gang tersebut, namun tidak melewati gang sempit tadi. Ia melangkahkan kakinya dengan senyum semringah.

"Aku pulang, Ibu."

"Kamu sudah kembali, Jeonghanie. Loh, kok senyum-senyum seperti itu?" tanya sang Ibu yang sibuk mempersiapkan makan siang untuk Jeonghan. Yang ditanyai tidak merespon, hanya melempar senyum dan berjalan menuju kamarnya.

Pintu kamar dibuka, menampakkan beberapa foto dengan sosok tak asing di dinding yang biasa Ia hadap saat belajar. Jeonghan tak membiarkan pintu itu terbuka lama. Ia tidak senang jika ada yang masuk dalam ruangannya tanpa keperluan. Beruntung, Jeonghan memiliki ibu yang pengertian.

Jeonghan melempar tasnya ke kasur dengan mata yang tak lekat memandangi lembaran foto yang tertempel di dinding tersebut. Ya, dia terobsesi dengan Choi Seungcheol. Bahkan menjadi penyuka sesama jenis karena ingin menaklukkan Seungcheol dan mengubah persepsi orang bahwa Seungcheol tak bisa dikalahkan.

Jeonghan pasti bisa membuat pemuda itu tunduk apapun caranya, meskipun pemikiran seperti itu masih baru untuk seumur tingkat sekolah menengah pertama. Jemarinya bergerak mengelus lembaran foto yang tertempel itu dari yang paling atas sampai yang paling bawah, mengagumi sosok Seungcheol yang menurut Jeonghan adalah makhluk paling sempurna dari yang lainnya.

Jeonghan duduk di kasurnya dan membuka ponsel. Bukan untuk mengirim pesan pada Seungcheol, lelaki itu tidak memiliki ponsel jadi percuma saja. Jeonghan melihat jam dan bergegas mengganti seragamnya menjadi pakaian yang lebih santai.


***

Jeonghan berdiri di dekat gerbang sekolah sembari menunggu kedatangan Seungcheol. Ia sengaja bangun lebih cepat hari ini guna menjalankan misi tersendiri yang sudah Ia rencanakan. Hingga akhirnya, terlihat Seungcheol dari kejauhan. Jeonghan langsung berjalan menghampiri Seungcheol dan berdiri di hadapannya.

Langkahnya terhenti, lantas Seungcheol mengernyitkan dahinya kebingungan. "Ada apa?" tanya Seungcheol. "Oh, tadi disuruh oleh penjaga gerbang untuk membeli sesuatu tapi aku tidak mau sendirian. Berkenan menemani?" tawar Jeonghan. "Untuk apa bersikap baik?" tanya Seungcheol lagi. "Kali ini kenapa tidak? Berbuat baik untuk memulai hari akan membuat segalanya jadi lebih bermakna," balas Jeonghan.

Seungcheol hanya menganggukkan kepalanya setelah menghela napas, melangkahkan kakinya beriringan dengan Jeonghan dan tanpa disadari, lelaki bermarga Yoon itu menyunggingkan senyum miring. Ketika Seungcheol berjalan lebih dulu sembari memperhatikan ke arah depan, Jeonghan sengaja berjalan di belakangnya dan langsung menyerang bagian pundak sang wira dengan memukulnya kuat. Hal itu membuat Seungcheol langsung tersungkur dan hilang kesadaran.

"Akhirnya," ucap Jeonghan sambil tersenyum lebar, melingkarkan sebelah tangan Seungcheol ke lehernya dan membawanya pergi. Ketika orang bertanya lelaki itu kenapa, Ia hanya tinggal menjawab bahwa temannya sedang sakit. Mudah sekali.


***


Seungcheol mengerjapkan matanya perlahan, kepalanya terasa sedikit sakit. Belum sempat Ia memperhatikan sekitar, atensinya langsung tertuju pada seorang wira yang tengah berada di hadapannya. Seketika, Seungcheol merasakan sakit yang teramat sangat di bagian bawah hingga menjalar ke bagian lain.

"Sstt, jangan berisik."

Telapak tangan lelaki yang tak dikenalnya itu membungkam mulutnya. Lantas Seungcheol berusaha menepis dan mendorong agar lelaki itu berhenti menghujam bagian analnya yang perih.

"Apa-apaan ini?!" Ia tak terima, langsung bergegas memungut celana dan memakainya buru-buru. Lelaki itu hanya duduk diam, menatapnya sambil tersenyum kecil.

"Tidak ada siapapun sebenarnya di rumah," ucap lelaki itu tiba-tiba. Seungcheol memungut pula tasnya dan langsung berlari ke arah pintu. Berkali-kali Ia mencoba membuka, berkali-kali pula Ia gagal.

Sial, dikunci.

"Sudah lama aku memperhatikanmu, Choi Seungcheol. Kau menarik sekali. Sebelumnya perkenalkan, aku Yoon Jeonghan, teman satu sekolahmu."

"Teman katamu? Aku tidak punya teman, apalagi orang busuk sepertimu!" balas Seungcheol. Jeonghan berjalan ke arah Seungcheol, menghindar saat lelaki berbibir merah itu melempar tas ke arahnya. Kemudian, Ia langsung menahan kedua tangan Seungcheol di belakang punggung dengan satu tangan, sementara satu tangannya lagi digunakan untuk menjambak rambut Seungcheol.

Mata pemuda bermarga Choi itu langsung membulat saat melihat dinding yang berhadapan dengan meja belajar Jeonghan dipenuhi oleh potret dirinya. Belum lagi ada potret saat Ia tengah merokok dikelilingi oleh beberapa pria yang lebih dewasa.

"Kau-"

"Tenang saja, aku tidak akan membeberkan rahasia bahwa kau menjajakan dirimu pada lelaki lain di gay bar. Masuk dengan bantuan demi bertahan hidup."

Jeonghan menekankan kata bantuan yang membuat Seungcheol tidak berkutik. Kini tangan Jeonghan yang semula menahan tangannya sudah meraba bagian bokong, meremas dan menamparnya pelan sambil tersenyum miring. "Jangan risau, milikmu nikmat sekali seperti belum pernah disentuh," bisik Jeonghan.

Seungcheol langsung berbalik badan lalu hendak melayangkan kepalan tangannya ke wajah Jeonghan, sebelum Ia berhenti saat Jeonghan mengatakan sesuatu.

"Seharusnya kau khawatir dan malu karena rahasiamu itu sudah terbongkar oleh orang sepertiku. Aku tidak hanya punya foto, tapi bukti lainnya. Kalau ku sebar, wah, kau tidak akan bisa bersekolah dimanapun. Jangan harap juga akan mendapat beasiswa, calon sastrawan."

Kepalan tangannya melemah, Ia terjatuh ke lantai dengan wajah tertunduk. Sekujur tubuhnya terasa lemas sekali. Meski begitu, Seungcheol sadar bahwa Jeonghan kini berjongkok di hadapannya, membelai rambutnya lembut.

"Jadi, jaga sikapmu padaku, ya? Aku akan jamin kau akan hidup dengan baik. Kalau kau tidak bisa membayar sewa rumahmu sekarang, tinggal saja di rumahku. Hm?"

Lidahnya kelu. Seungcheol tak bisa merespon apapun. Di otaknya hanya terpikir, bagaimana bisa lelaki bernama Yoon Jeonghan ini mengetahui seluk beluk kehidupannya. Dan tentu saja, Ia tak percaya bahwa dirinya mampu dibekuk hanya dengan hal seperti ini.








































Kilas balik berakhir.
. . . . . to be continued.

MINCOUPS: AmbitionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang