07. Terbongkar dan Maaf

17 5 7
                                    

"Huwaa... makasih bebbs. Btw gue laper temenin makan yuk," ajak Frissila antusias.

Adinda heran dengan Frissila. Namun ia senang melihat Frissila kembali dengan mood yang tinggi. Dengan senang hati Adinda menemani sahabatnya pergi maka.

****

Saat akan berjalan menuju ruang osis langkah Ardha terhalang oleh seorang gadis yang selalu meracuni pikirannya dan membuat dirinya harus berpikir dua kali.

"Ada apa?" tanya Ardha tanpa basa basi.

"Gue cuma mau bilang kalo gue punya bukti utama atas kecelakaan beberapa bulan yang lalu," ujar gadis itu tersenyum licik namun Ardha salah mengartikan senyum itu.

"Mana buktinya, gue mau lihat," kata Ardha penasaran.

"Eitss, gak semudah itu sayang," ujar gadis itu genit.

Ardha yang mendengar panggilan sayang dari gadis itupun sangat jijik. Terdengar lebay dan menjijikan.

"Apa mau lo?"

"Mau gue? Gak banyak kok! Cukup lo temenin gue buat jalan-jalan ke mall sepulang sekolah, dan habis itu gue bakal kasih buktinya," ujarnya penuh kemenangan saat melihat raut wajah Ardha yang tak bisa berbuat banyak saat menyangkut apapun tentang mendiang mamanya.

"Oke, pulang sekolah gue tunggu lo diparkiran," ujar Ardha setelah itu pergi dari hadapan gadis itu.

Jingga pun tersenyum puas akan rencananya selama ini, tak pernah terbayangkan bahwa kebusukannya akan sangat menguntungkan baginya.

Sementara jingga tak menyadari jika gerak-geriknya tak pernah lepas dari mata seorang cowok yang menyaksikan dan mendengarkan percakapan mereka. Kemudian cowok itupun pergi dari sana sebelum Jingga menyadari kehadirannya.

---🍑---

Bel pulang sekolah telah berbunyi tiga menit yang lalu, kini Ardha sudah berada di parkiran SMA Bumantara menunggu kedatangan jingga.

Dari arah berlawanan Silla melihat Ardha sedang duduk di atas montornya, Silla pun berjalan kearah Ardha. Namun, saat akan berjalan kesana ternyata seorang kakak kelas menghampirinya, dia sangat kenal siapa gadis licik itu. Namun lagi-lagi gadis itu berhasil melukai perasaannya.

Disana dia melihat jika Ardha memakaikan helm kepada gadis itu, hatinya panas, remuk, sakit menjadi satu. Setitik air mata jatuh membasahi pipi mulus Silla. Sampai sebuah rengkuhan hangat dia rasakan, saat dilihat ternyata orang itu adalah Angga.

"Shutt, udah gak papa. Mana nih Silla yang biasanya pecicilan, bar-bar, masa karena cowok gitu doang kok jadi ambyar," ucap Angga bermaksud bercanda untuk menenangkan Silla yang sedang terluka.

Hiks hiks hiks

"Ga, g--gue takut kalo dipenjara beneran," ucap Ashila tersedu-sedu. Angga pun semakin mengeratkan pelukannya. Untung suasana koridor sedang sepi, jika tidak mungkin mereka sudah menjadi bahan tontonan seluruh murid SMA Bumantara.

"Lo gak salah, Sil. Udah jangan nangis entar cantiknya ilang," gurau Angga menghibur.

Tangisan Silla bukannya mereda malah semakin menjadi. Angga pun hanya bisa mengelus puncak kepala Ashila.

"Kalo lo gak berhenti nangis, gue gak akan kasih bukti yang sebenarnya tentang kecelakaan yang menimpa mama Ardha."

"L--lo pu--punya bukti aslinya?" tanya Silla sambil mengusap air matanya dan juga ingusnya, lalu mengelapkannya ke seragam Angga.

Angga yang melihat itu sebenanrnya jijik, namun dia berusaha biasa saja agar tak menyinggung perasaan Silla lagi dan membuat gadis itu menangis.

"Iya gue punya buktinya karena sebenarnya waktu kejadian itu ...."

When You TalkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang