Ngidam

999 148 26
                                        

"Hey, sori ya jadi lama nih kalian nungguin." Aludra muncul di restoran tempat mereka janjian siang ini.

Zia dan Carissa sudah ada di tempat itu hampir satu jam yang lalu.

"Nggak apa-apa. Banyak pasien hari ini ya?" tanya Carissa ke kakak iparnya itu.

"Nggak juga sih, cuma kan gue nggak bisa kabur kalo jam kerja belum kelar," jawab Aludra. "Eh kalian udah pada makan, kan?"

Zia mengangguk, sementara Carissa menjawab, "Udah dong. Kasian entar ini bumil kita kalo telat makan."

Aludra mengangguk. "Jadi gue makan sendirian nih?" tanya Aludra sambil melirik hidangan di hadapannya.

Tadi Aludra memang berpesan pada Carissa untuk memesankan makanan untuk dirinya yang kemungkinan besar akan datang terlambat.

"Zia mau nggak?" tanya Aludra tiba-tiba.

Zia seketika menggeleng.

Aludra tersenyum. "Masih mual ya?" tanyanya penuh pengertian.

Zia menggeleng. Untungnya hari ini ia tidak merasa mual. Semoga saja hal ini terus berlanjut hingga malam hari. Zia tidak ingin kejadian saat ia pergi bersama Zavier kemarin malam kembali terulang. Kasian Zavier karena Zia terus muntah-muntah. Kali ini ia tidak ingin merepotkan dua sepupu iparnya ini.

"Udah kenyang kak," jawab Zia.

"Kalau nggak mual-mual lagi makan yang banyak ya, Zi," ujar Aludra sambil menikmati makan siangnya.

"Iya, Zi. Hajar aja semua makanan, biar berat badan debaynya nambah," sambung Carissa. "Mumpung masih di terimester awal. Entar kalau udah di akhir, kalau debaynya kegedean, malah disuruh dokter diet. Duh nggak enak banget tahu nggak. Di saat pingin nguyah mulu malah disuruh diet," cerocos Carissa.

"Oh ya, habis ini mau langsung nonton atau belanja dulu kita?" tanya Aludra.

"Nonton dulu yuk. Rasanya udah lama banget gue nggak nonton," ujar Carissa.

"Halah, kemarin yang habis pacaran tiga hari di Bali siapa dong?" ujar Aludra.

"Eh, itu nggak masuk hitungan ya. Ada anak gue juga ikut. Lagian di sana kami nggak nonton ke bioskop juga," protes Carissa.

"Serius ini lo udah lama nggak ke bioskop?" ulang Aludra.

"Iyaaa... Ngapain juga gue bohong. Laki gue tuh kalo lagi nggak sibuk ya sukanya ngajakin jalan bertiga. Kalo nggak ya di rumah aja. Beneran deh, udah lama banget gue nggak nonton."

Aludra manggut-manggut lalu lanjut menikmati makan siangnya, sementara Zia hanya tersenyum sebagai penonton.

"Eh iya, Zi. Zavier nggak ada ngidam-ngidamnya gitu ya?" tanya Carissa tiba-tiba.

Aludra yang baru saja menyuap makanannya ikut-ikutan menatap Zia ingin tahu.

Zia menggeleng. "Bukannya yang ngidam biasanya perempuan ya, Kak?" tanya Zia balik.

Carissa dan Aludra kompak menggeleng.

"Kadang laki-laki juga bisa ngidam gantiin istrinya lho," kata Carissa. "Suamiku dulu begitu. Mana ngidamnya amit-amit banget lagi."

Zia tersenyum. "Emang ngidamnya gimana, Kak?"

"Hampir tiap hari makanin petai buat lalapan. Ampun banget," ujar Carissa sambil geleng-geleng. "Berdoa aja jangan sampe Zavier begitu juga ngidamnya."

Zia mengangguk dan tersenyum. Namun, dalam hati justru ia penasaran ingin melihat Zavier mengidam.

***

"Hey... Gimana tadi nongkrongnya?" tanya Zavier yang langsung menyambut Zia pulang. Hari ini Zavier lebih dulu tiba di rumah sebelum Zia karena ternyata istrinya itu tampak sangat menikmati waktu bersama para sepupunya hingga pulang lewat dari jam 6 sore.

"Asik banget. Kami nonton, terus belanja. Kak Carissa dan Kak Aludra orangnya seru ya," jawab Zia dengan mata berbinar.

Bambang masuk melewati mereka sambil membawa beberapa kantong belanja. Mata Zavier melirik kantong tersebut, lalu kembali menatap Zia.

"Sepertinya kegiatan kalian hari ini harus kamu harus jadiin agenda mingguan," ujar Zavier. Ia lega ternyata Zia benar-benar bisa menikmati waktunya hari ini. Setidaknya gadis itu tidak lagi tampak muram seperti kemarin.

"Iya nih, rencananya mereka mau mampir ke sini weekend nanti. Boleh kan, Zavi?" tanya Zia.

Zavier mengusap kepala Zia dan tersenyum. "Tentu saja boleh. Hal seperti ini harusnya nggak perlu kamu tanyakan lagi ke aku."

Zia ikut tersenyum. "Tapi dulu Mami sering ingatin aku untuk selalu izin ke suami."

Zavier merangkul Zia dan mengajaknya duduk di sofa. "Kamu benar-benar gadis penurut ya. Sampai sekarang aku tidak tahu harus bersyukur seperti apa lagi karena mendapatkan istri sebaik kamu."

Zia tersenyum tipis lalu menyandarkan punggungnya ke sofa. "Cukup tetap jadi suami yang baik aja udah bikin aku senang kok."

Zavier duduk menyamping dan menatap Zia.

"Kenapa?" tanya gadis itu, bingung karena Zavier hanya menatapnya dalam diam.

"Nggak apa-apa," jawab pria itu.

Alis Zia bertaut. Namun tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Oh ya, Zavi. Belakangan kamu ngerasa ada yang aneh nggak sama diri kamu sendiri? Misalnya mungkin kayak kepingin sesuatu sampai ngebet banget gitu."

Zavier juga jadi ikut-ikutan mengerutkan alis. Ia diam dan berpikir, mencoba mengingat-ingat. "Seingatku nggak ada. Ada apa memangnya?"

"Hmm... Tadi siang aku sempat ngobrol sama Kak Carissa dan Kak Aludra soal ngidam. Katanya bukan perempuan aja yang bisa ngidam, laki-laki juga bisa. Jadi aku pingin tahu kira-kira kamu ngidam juga apa nggak."

Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepala Zavier. "Oh, begitu. Mungkin sekarang belum, nggak tahu kalau nanti. Kamu sendiri gimana?"

Zia menggeleng. "Nggak ada juga. Masih seperti kemarin. Cuma kadang mual-mual aja."

Zavier mengangguk. "Kalau kamu pengin sesuatu, jangan ditahan-tahan ya. Langsung beritahu aku biar bisa langsung aku penuhi."

Zia mengangguk. "Kamu juga ya. Siapa tahu nanti malah kamu yang ngidam, bukan aku."

Zavier menggangguk dan tersenyum. Dalam hati ia sudah punya rencana lain berkat perkara ngidam ini. Sesekali, ia ingin mencoba membuat Zia melakukan sesuatu yang sebelumnya masih enggan dilakukan gadis itu bersamanya.

***

TBC

(7 Oktober 2020, 22:52 WIB)

Ada yang bisa nebak rencana apa yang ada di kepala Zavier?
Kalo ada yg nebak dg benar, besok saya update The Imperfect Husband. Hehehe...

May to DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang