"Oh ya mana cewek baru lo?" tanya Rama menoleh ke motor Nando, tak ada gadis di sana.
"Dibantai ama cewek gua," lirih Nando dengan nada kecewa yang disengaja.
Angga memandangi toko pakaian yang tertutup di seberang sana. "Rumah cewek lu kan?" tanyanya membuat mereka langsung mengikuti arah mata Angga yang teruju pada rumah bercat putih bersih tersebut.
Nando terdiam membuat ketiga cowok tadi tak dapat menyimpulkan isi pikirannya.
"Berkali-kali disakitin tapi tetep aja nerima lo lagi. Nggak kasian lo sama dia?" Andre berdiri setelah berucap, ia melangkah memesan Es teh kembali.
"Bodoh banget ya tuh cewek," ejek Angga santai.
PRAAANG....
"ANJIIMMM!" pekik Rama terkejut sampai menggeser duduknya.
"Nggak sengaja," Nando terkekeh setelah membuat gelas kosong Andre pecah. Matanya menyorot tak suka pada Angga.
"Sori... gue lupa dia masih pacar lo," Angga tersenyum mengejek, ternyata mudah sekali memainkan emosi Nando.
Dan yang paling membuat Angga merasa menang adalah ketika menyadari orang di sampingnya ini tersinggung saat ia menghina Selina.
Jadi Nando masih mencintai gadis itu?
Banyak pasang mata yang melihat mereka menganggap Angga dan Nando akan bertengkar tapi nyatanya tidak.
Nando beranjak, "Mbak Ica, besok saya ganti gelasnya," kata Nando lalu pergi dengan motornya. Menjauh dari Alfamart, bahkan sebelum Mbak Ica sempat berkata apa-apa.
"Mantep lo," puji Andre yang datang dengan segelas Es teh baru.
"Mantep dari mana?! Orang tadi mata Nando udah mau copot pas natep Angga." Bukan Angga yang menanggapi tapi Rama.
Andre merenungkan. "Gimana kalo dia beneren marah, terus lo nggak bakalan kepilih jadi kapten basket."
"Emang keputusan di tangan dia?" tandas Angga dengan aura dingin membuat kepala Andre dan Rama menggeleng bersamaan.
***
"Ya ampun Diva, ini mah cuman foto. Santai aja kali."
"Tapi aku nggak biasa," Diva menunduk menatap snack di rak bawah. Mereka masih berada di Alfamart karena tujuan utama Tasya belum terwujud.
"Pokoknya kita nggak bakal keluar dari sini sebelum foto. Satu kali aja ya Div, plisss...." mohon Raisa menyatukan telapak tanggannya.
Diva jadi merasa tak enak hati pada Tasya, padahal gadis itu satu-satunya sahabatnya. "Ya udah..." ucapnya pasrah.
Tasya yang kegirangan langsung mengibaskan centil rambut sebahunya. Ia menarik Diva agar tepat disebelahnya.
"Senyum yang lebar.... satu.dua.tiigaaa..." Tasya memanyunkan bibir saat menatap hasil potret mereka.
Diva melirik ke HP Tasya. "Kenapa?"
"Bagoss bangettt...," Tasya memegang bahu Diva dan berkata, "Satu kali lagi ya Div."
"Huft..." Akhirnya Diva pasrah lagi saat Tasya mengulangi kembali mengarahkan HP kehadapan mereka.
Diva bersenandung kecil saat memasuki rumah, ia mencek HP sudah jam 9 malam, ternyata 1 jam telah berlalu bersama Tasya tadi.
"Loh kok hidup?" Diva berdiri kaku mengedarkan pandangannya ke sekitar.
Tadi saat ingin menemui Tasya seingat Diva ia sudah mematikan semua lampu tapi sekarang menyala semua.
Diva melangkah hendak mematikan kembali lampu tapi tiba-tiba dinginnya air datang mengguyurnya.
"Udah mulai berani ngelawan ya lo?"
"K-kak..."
Sekali lagi Diva rasakan dingin air mengenai tubuhnya. Ia mengusap wajah yang basah seraya menunduk takut.
Selina menarik rambut kuncir kuda Diva, membuat rambut yang tadinya terkumpul satu rapi menjadi berantakan.
"Gue bilang jangan keluar, artinya jangan!" Cengraman di rambut Diva bertambah kencang. "Kenapa lo ngelawan gue mulu hah?"
"Kak sakit..." rintih Diva sampai kepalanya mendongak mengurangi rasa perih di kepalanya. Tangannya mencoba menghalangi Selina, tapi sayang ia lupa Kakaknya itu jago bela diri. Jelas sudah tak diragukan tenaganya.
"Kak? gue bukan Kakak lo. Lo tuh cuman anak jalanan yang numpang di rumah gue. Lo dan nyokap lo itu cuman pembawa sial yang beruntung bisa kenal malaikat kayak Papah!" Selina hempaskan tubuh Diva ke lantai, ia lempar botol minum lalu pergi tanpa rasa bersalah.
Diva meringkuk di dekat kulkas, air matanya turun tak terbendung. Sesak rasanya mendengar kalimat pedas dari Selina.
Entah berapa lama Diva tak beranjak, ia bahkan tertidur dan baru bangun saat ada yang menggoyangkan tubuhnya.
"Selina udah tidur?" tanya sosok cantik bak Nirmala di majalah Bobo. Sosok itu berjongkok di depan Diva.
"Mama gak nanyain aku?" lirih Diva, air matanya serasa ingin keluar lagi.
Selalu begini, padahal Selina anak tiri yang jahat tapi ibunya selalu menanyakan keadaan Selina.Tubuh Diva beranjak dibantu Nirmala—Ibunya. Dibawa wanita itu sang putri ke sofa ruang tengah. "Kamu berantem lagi sama Kak Selina? Mama, kan udah bilang jangan—"
"Iya aku yang salah Ma... seharusnya aku nggak punya temen biar tetep sendiri terus—"
"Diva..." tegur Nirmala, ia mengusap lembut bahu Diva. "Sayang dengerin Mama, mungkin alasan Kak Selina ngelarang Diva ini itu... juga buat kebaikan Diva. Mama tau Kak Selina gak seharusnya ngelakuin ini ke kamu." Dirapikannya anak rambut yang mengenai wajah Diva.
"Tapi kamu bisakan maklumin dia... Kak Selina itu sedih kehilangan Mama Papa-nya, sekarang dia cuma punya kita. Kita berdua. Diem aja kalo Kak Selina kayak gini lagi. Diam bukan berarti Diva kalah, tapi itu artinya Diva paham adakalanya diam jauh lebih baik dilakukan."
Senyum di bibir Diva mengembang, sekarang perasaan jauh lebih baik. Ucapan panjang lebar ibunya benar-benar obat penenang terbaik untuknya. Diva tiba-tiba memeluk ibunya dari samping.
"Jangan bosen ya Ma, ngeliat aku sama Kak Selina berantem."
Nirmala terkekeh, dibalasnya pelukkan putrinya tak kalah erat. "Kalo adik kakak berantem itu wajar namanya."
"Iya wajar. Yang gak wajar itu satu dibela satu engga!" Selina tertawa hambar di depan kamarnya lalu masuk dan menutup pintu dengan keras.
BRAKKK
"Astaghfirullah...."
*
*
*
![](https://img.wattpad.com/cover/230417061-288-k351909.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVANGGA [On Going]
RomanceMemiliki wajah cantik tidak membebaskan dari segala hal yang mampu mencekik. Seperti Diva, anak kelas 10 yang tanpa sengaja menarik perhatian ketua geng motor di sekolahnya, sialnya cowok itu adalah pacar dari kakak tirinya. Kesalahpahaman muncul me...