Matahari baru saja muncul tapi Diva sudah reseh seraya meremas seatbelt, jantungnya berdegup tak karuan saat Selina menepikan mobil.
"Turun," perintah Selina mengarahkan dagunya sebagai kode.
"Tapi kan, ini belum sampai halte Kak."
Selina dorong bahu Diva. "Ck... jalan bentar doang nyampe kok haltenya. Buruan gih..."
Diva bimbang, biasanya Selina akan mengantarnya ke halte bis karena tak ingin berangkat bersama ke sekolah. Tapi sekarang kakaknya itu ingin menurunkannya di tempat yang bahkan tidak ada ojek sekalipun.
Tidak ingin berdebat Diva memilih memasang ranselnya lalu keluar dari mobil.
"Diva." Belum ada selangkah Selina memanggilanya.
"Iya Kak," sahut Diva. Raut bahagia tak dapat dipungkiri, ia harap Selina hanya ngeprank dirinya saja.
"HP lo sini," pinta Selina menurunkan kaca mobil semakin ke bawah.
Diva salah, ia kira Selina hanya mengerjainya saja tadi. Dengan berat hati Diva mengambil benda pipih dari dalam ransel lalu menyerahkannya pada Selina.
***
Ditatap Tasya, Nara—teman sekelasnya yang duduk dibangku depan. Nara tengah menyalin jawaban matematika dari HP.
Tasya menepuk jidad, kenapa ia tak kepikiran mencari jawaban di HP saja.
"Div, cari di google aja lah jawabannya." Tasya memberikan HP-nya.
"Aku udah selesai..."
"HAH?!" Diva tersenyum cangung mendapati ekspresi terkejut di wajah Tasya yang belum sepenuhnya hilang. "Liat dong," pinta Tasya.
Diberikan Diva bukunya pada Tasya. "Anjir, soal beranak gini dengan gampangnya lo selesain. Buka HP ya lo...?" tuduh Tasya menunjuk Diva.
Mana mungkin Diva bisa membuka HP, orang benda cangih itu saja sudah disita Selina.
"Aku gak bawa HP," kata Diva sembari memasukan alat tulisnya ke dalam ransel.
"Buruan salin, biar cepet ke kantin. Katanya kamu gak sarapan nanti pingsan lagi kayak senin kemaren."
Plong hati Tasya dengan cepat ia menyalin jawaban Diva. Tasya tak menyangka teman sebangkunya ini tidak hanya cantik tapi juga ceradas, ia merasa beruntung memiliki Diva sebagai teman barunya.
"Duduk di mana Div?" tanya Tasya saat mereka berdua tiba di kantin.
Diva celingukan mencari tempat duduk yang kosong diantara banyaknya pengunjung kantin. "Di sana aja." tunjuk Diva ke arah ujung dekat kulkas.
Mereka melangkah ke sana. "Sya kamu mau pesen apa, biar aku yang pesenin."
"Bakso sama air mineral aja."
"Oke," sahut Diva memberikan simbol dengan jari tangannya.
"Eh Div, air mineralnya yang dingin ya," pesan Tasya ke Diva lalu mendudukan dirinya di kursi panjang.
Sesudah memesan Diva berniat mengambil air mineral di dalam kulkas. Belum sempat membuka, pintu kulkas sudah dibuka terlebih dahulu. Siapa pelakunya? Angga.
Cowok dengan baju olahraga itu berdiri di depan Diva dengan peluh bercucuran dari pelipisnya.
Diva menarik napas lalu menghembuskannya. Mengapa Angga selalu muncul disaat Diva berurusan dengan buka membuka?
"Sorry ya siput, gue duluan yang buka."
"Aku Diva bukan siput," tampik Diva mengambil botol air mineral, mumpung Angga membuka pintu kulkas tanpa mengambil apapun.
"Woi... jatah gue itu." Angga menutup kulkas. Dengan cepat ia mengambil botol di tangan Diva.
"Kak Angga itukan, aku yang ngambil duluan."
"Terus?" Angga tertawa mengejek. "Lo mau ini." di majukannya botol itu tapi saat Diva ingin merebut, Angga angkat tinggi-tinggi.
"Balikin Kak," pinta Diva.
"Udah lah ambil yang lain aja."
"Tau ngalah kek sama kakak kelas."
"Adkel tahun ini pada gak tau diri ya."
Dapat Diva dengar para gadis yang berada di kantin membela Angga. Diva menunduk. "Ambil aja Kak," ujar Diva lalu mengambil botol air mineral yang baru.
"Maaf ya Sya, lama."
"Santai aja kali Div, btw makasih ya." Lalu mereka menikmati bakso yang ternyata sudah di berikan ibu kantin.
***
Angga duduk di kursi dekat lapangan sembari menunggu waktu istirahat usai. Ia terkekeh kecil mengingat ekspresi berubah-ubah si Diva. Gadis itu begitu unik dimata Angga, Diva yang kesal bisa berubah jadi ketakutan dalam sekejab. Dan itu seperti hiburan tersendiri untuk Angga.
"Habis obat ya lo?" Angga menangkap bola basket yang di lempar Rama dengan gesit.
"Kunyuk gue dikacangin," umpat Rama mengikut Angga ke lapangan. Di sana sudah terdapat Anggota basket sekolah bersama sang pelatih.
"Bang, gue izin balik duluan." Nando sudah bersiap memasang ranselnya.
"Kamu harus ada disini minimal sampai pengumuman kapten basket yang baru selesai," tutur Pelatih Topan membuat Nando mengurungkan niat dan kembali kebarisan dengan kesal.
"Jadi... sesuai dengan hasil tes kemampuan serta penilaian dari anggota inti, dapat saya umumkan atas nama Agam De Langga kelas sebelas IPA satu diputuskan untuk melanjukan posisi Nando sebagi kapten basket tahun ini."
Semuanya bertepuk tangan menghadirkan bunyi yang memenuhi isi lapangan sehabis pelatih Topan mengumumkan. Senyum atas keterpilihan Angga begitu kentara dari anggota basket.
"Dan untuk yang lainnya, tetap semangat. Jadikan tim basket sekolah kita layak untuk di contoh."
SMA Kesaktian memang terkenal dengan campur aduk antara kepintaran dan kenakalan.
"Wiihhh.. congrats my bro." Bukan berjabat tangan Andre malah menendang pantat Angga. Beruntung anggota basket sudah pulang semua. Kini hanya tersisa mereka.
"Pa Ketu kenapa dah, celingukan mulu?" Gerak-gerik Nando mencurigakan. Cowok itu bukannya langsung pulang sesuai keinginnya malah celingukan. Rama kan jadi heran.
"Lo kenapa Do?" Andre juga menanyai. Angga jadi mengurungkan membalas perbuatan Andre tadi.
"Anak kelas 10 udah pada balik?"
"Kenapa... doi lo adkel ya? Selina kemana?" tanya Angga spontan. Nando mendengus saat Angga selalu mengaitkan sesuatu dengan Selina pacar pertamanya. "Iya, mau apa lo?" tantang Nando.
"Weeh santai Pak Ketu..."
"Udah lah Do, Ga. Lo bedua doyan banget ngecibir kek cewek aja." Andre mengambil tasnya, lalu melangkah pulang. Rama pun mengikuti.
"Ada satu kelas 10 yang belum balik. Lagi pelajaran agama di mushola." kata Angga memberitahu sebelum ikut pergi menyusul kedua temannya.
Nando pun langsung ke mushola. Di perjalanan ia sempat terpikir, Angga memang tipe orang yang suka memancing emosinya tapi temannya itu juga termasuk orang baik tenyata.
***
Setelah memastikan orang yang ingin di temuinya benar ada di mushola, Nando pun menunggu orang itu di parkiran.
Nando turun dari motornya menghampiri gadis berkuncir kuda yang baru keluar dari mushola. Sepertinya ingin pulang.
"Diva kan?"
*
*
*
KAMU SEDANG MEMBACA
DIVANGGA [On Going]
RomansaMemiliki wajah cantik tidak membebaskan dari segala hal yang mampu mencekik. Seperti Diva, anak kelas 10 yang tanpa sengaja menarik perhatian ketua geng motor di sekolahnya, sialnya cowok itu adalah pacar dari kakak tirinya. Kesalahpahaman muncul me...