2.] Alfamart

89 54 29
                                    

Kini baju-baju cantik tergantung dengan begitu rapi di sekeliling Diva yang tersenyum lebar menatap hasil kerjanya.

Diva mengepalkan tangan keatas, ia menarik napas lalu menghembuskannya dengan pelan.

"Hufh... semangat Div, kamu pasti kuat!" Dengan tenaga alakadarnya Diva mengangkat boneka manekin terakhir kedalam toko.

"Selesai," Diva menoleh kearah gadis yang baru saja berucap sama dan diwaktu yang sama dengannya.

"Kak Selina mau kemana?" tanya Diva melongo meneliti penampilan kakaknya yang begitu glamor dengan gaun selutut berwarna gold berbanding terbalik dengannya yang hanya mengenakan stelan training merah yang memudar menyerupai pink.

Selina yang berdiri di depan cermin besar berbalik, "Kepo banget sih lo!" cetusnya.

Diva meringis menyesali mulutnya yang selalu berhasil memancing emosi Selina. Seharusnya tadi dia cukup lihat dan dengar tanpa berkomentar.

"Oh ya, kalo Mama pulang bilangin gue kerja kelompok di rumah temen," pesan Selina yang melangkah menuju pintu keluar.

Diva terdiam sebentar, memangnya ada orang kerja kelompok pakai gaun yang cocok untuk ke pesta?

"Iya Kak," sahut Diva berjalan mengekori Selina.

"Bukain buru," suruh Selina berdiri di depan pintu toko. Diva yang tak ingin mencari masalah segera membukakan pintu, dan mereka pun keluar.

"Jangan kemana-mana. Inget, kalo sampe gue balik lo nggak ada, abis lo!" Tatapan sinis Selina layangkan ke Diva yang memilin kain baju .

"WOOIIII, DENGER NGGAK?!"

"I-iya Kak." Diva mengangguk setengah terkejut akan suara nyaring kakaknya. Selina menjauh seraya mendesis.

"Berantem lagi?" tanya seorang gadis bernama Fani dari dalam mobil yang terparkir tepat di depan toko.

"Biasa... Nadiva Oktavia yang lugu, manja dan sok polos selalu aja bikin gue emosi," beber Selina saat memasuki mobil, ia tak perduli jika Diva mendengarnya.

"Saudara tiri emang gitu, sok polos. Elo yang sabar ya Sel," tambah gadis lainnya sesaat sebelum mobil melaju.

Diva berdiri kaku di depan toko. Ia menengadah, langit malam ini dipenuh bintang yang tampak berkelip indah, Diva ingin menjadi salah-satunya yang berkilau, agar Selina tak lagi meremehkannya.

Kehidupan Diva tak semengagumkan namanya. Saat dia berumur 7 tahun ayahnya meninggal, ibunya yang seorang model tahun 90an menikah lagi. Dan kini, ia mempunyai saudara tiri bermulut sepedas cabe di sambal favorit almarhum ayah tirinya yang meninggal 2 tahun lalu.

Diva masuk kembali kedalam toko yang terasa hening hanya ada ia di sana. Gadis remaja yang baru menginjak dunia putih abu-abu itu merasa kekosongan mengisinya.

"Telpon Tasya ah..." monolog Diva, ia mengeluarkan HP dari saku bajunya.

Tak butuh waktu 3 detik telpon tersambung. "Panjang umur lo, padahal gue baru aja mau nelpon. Eh taunya udah ditelpon duluan." Sosok diseberang sana tertawa.

Diva menaruh HP di telinga lalu mengapitnya dengan pundak kanan, ia mulai menutup toko. "Kamu lagi ngapain Sya?" tanyanya.

Dengusan terdengar. "Lo nanya kayak cowok mau pedekate aja. Coba nelpon gue tuh ngajakin jalan kek, mumpung malem minggu."

"Malam minggu dari mana? orang ini malam senin," balas Diva, ia mengunci toko dari dalam karena toko berada di lantai satu dari rumahnya yang bertingkat dua.

"Tapikan ini belum jam 12 malem, berarti masih hari minggu lah," kilah Tasya. "Buruan keluar, jangan mendekam terus di rumah. Busuk ntar! Gue tungguin di Alfa biasa," lanjutnya.

DIVANGGA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang