Keras

14 0 0
                                    

Aku tumbuh menjadi pribadi yang mudah marah
Mudah sekali untuk nge gas dalam berkata ataupun menjawab seseorang
Yang mana sebenarnya niatku tidak seperti yang ada dalam bayangan mereka

Saat kecil, aku di didik dengan keras
Bahkan sejak umurku yang masih belia
Anak-anak sekolah dasar yang jika dilihat zaman sekarang sepertinya sudah sangat modern dan tidak tau etika jaman dulu

Ayahku berasal dari darah minang,
mungkin dari sini darah pemarahku terbentuk, juga tampang judes yang kata orang-orang aku begitu
Bundaku berasal dari darah jawa kemayu namun hidupnya memang keras dan mungkin dari sini jiwa ngegasku terbentuk
Namun sebenarnya aku bisa menjadi seseorang yang mudah menangis, sentimentil.

Dulu, sering kali aku kena dampaknya atas sesuatu yang tidak kulakukan
Merasakan bagaimana adanya lebam-lebam di tubuh karena entah itu dicubit, terkena sabetan, atau pukul

Aku anak pertama, aku seorang perempuan
Bagiku cukup berat menanggung itu semua
Tak jarang terkadang merasakan bagaimana rasanya menjadi bunda
Yang lelah memberitau adik-adik ketika orangtua tak di rumah, mulai dari cara baik-baik hingga termentok sekalipun
Tak heran ternyata jika bunda sampai menangis karena lelah
Dari sini aku belajar untuk semakin mengontrol diri

Hingga aku beranjak semakin besar dan menginjak umur ke-18 tahun
Apa yang tak pernah terjadi saat aku kecil, kini seperti sudah saatnya
Tak jarang aku dipanggil hanya untuk berbincang bertiga bersama kedua orangtua
Membicarakan hal-hal berat ataupun bukan
Menceritakan tentang masa yang lalu mengapa bisa begitu
Ataupun masa ke depan yang mulai direncanakan

Segala pertanyaan dan kesakitan yang dulu tak pernah kudapatkan jawaban nya kini aku pahami
Semakin banyak belajar juga apa yang terbentuk dalam diri ini harus diubah jika memang tak pantas
Berfikir harus lebih baik namun kadang terlalu lelah

Menjadi si sulung bisa diibaratkan seperti seorang juara dalam lomba
Yang tadinya mendekam di dalam perut bunda
Saat namanya keluar, beban menanti di depan
Saat namanya terucap, pundak rasanya mulai diletakkan satu persatu karung penuh tanggung jawab

Dulu kata-kata yang kupikir hanya biasa saja kini terasa nyata
Terpampang jelas terjadi di depan mata
"Kamu adalah contoh bagi adik-adikmu"
"Kamu harus bisa lebih dari orangtuamu"
"Kamu harus bisa menjadi kakak yang nantinya bisa menjadi tempat adik-adikmu pulang, ketika ayah bundamu ini sudah tak ada"
"Dan jadi perempuan yang maupun nantinya sudah menikah jangan hanya menadahkan tangan minta uang pada suami, jadi perempuan harus bisa cari uang sendiri"

Kupikir hanya biasa saja, hanya lewat.
Tapi sekarang, rasanya semakin jelas dan semakin menggerogoti batin dan pikiranku

Jakarta, 8 Oktober 2020
19.33 p.m
Di sela-sela aktivitas kelas kuliah onlineku.

Jejak LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang