Chapter Eight

278 58 12
                                    

Hari ini, sudah tiga kali Minhee menghela nafas panjangnya. Ia termenung seperti seseorang yang kehilangan arah dan tujuan hidupnya.

Pasalnya, semalam Minhee memergoki Jungmo dan Woobin, sahabat masa kecil dengan orang yang disukainya, sedang duduk bersama di bangku panjang di teras cafe.

Memang mereka hanya tertawa dan mengobrol bersama, namun keduanya memiliki ekspresi yang tidak pernah Minhee lihat sebelumnya.

Selama ini, Jungmo—sahabatnya, tidak pernah terlihat sebegitu tertariknya kepada orang lain.

Minhee sendiri sempat berpikir, keluguan seorang Jungmo berbeda tipis dengan sikap acuh terhadap hal yang terjadi di luar dari dirinya. Mungkin itulah sifat egois Jungmo yang tidak terlihat secara kasat mata.

Muncul pemikiran di kepala Minhee, bahwa mungkin Jungmo memang tidak memaksakan kehendaknya pada orang lain karena ia tidak cukup perduli terhadap mereka.

Tapi apa yang Minhee lihat semalam berkata lain, raut wajah Jungmo sangat jauh dari kata tidak perduli.

Senyumnya yang biasanya memang sudah lebar, kini bertambah lebar hingga giginya hampir terlihat. Lucu, seperti seekor Labrador yang senang karena dimanja oleh pemiliknya.

Jungmo sendiri tidak pernah sekalipun tersenyum begitu kepadanya, dan Minhee tidak senang dengan kenyataan itu.

Di lain sisi, Woobin yang Minhee sukai, tidak pernah tersipu malu sebagaimana pun ia menunjukkan perhatiannya, memujinya, maupun tersenyum kepadanya.

Tetapi lain halnya dengan Woobin yang ia lihat semalam, pipinya merah merona dan senyum manis menghiasi bibirnya. Woobin terlihat lebih manis dari biasanya.

Ya, memang semalam Minhee baru saja terbangun dari tidurnya sesaat sebelum ia keluar dari cafe dan melihat mereka.

Tapi Minhee yakin, tidak pernah sekalipun Woobin menunjukkan gelagat yang menggemaskan seperti itu kepadanya.

Ada pun, selama ini Woobin hanya tersenyum dan berbicara seperlunya saja dengannya.

Lantas mengapa Woobin menunjukkan perilaku yang berbeda di hadapan Jungmo? Apa yang Jungmo miliki, yang tidak Minhee punya? Minhee bertanya-tanya di dalam hati, pikirannya kalut dan kusut.

Jungmo dan Changkyun yang sedari tadi memandang Minhee dengan aneh, memutuskan untuk menepuk pundaknya. Membawa Minhee kembali dari angan-angannya.

"Mini-ya!" Jungmo berseru setelah beberapa kali menepuk pundak Minhee karena yang bersangkutan tidak merespon. Minhee menengok ke arah Jungmo dengan perlahan, kini giliran Jungmo yang terdiam.

"Habis ini kamu tidak ada apa-apa, kan Mogu? Yuk, kita minum bareng" ajak Minhee kepada Jungmo yang menatapnya penuh kebingungan.

Kala Changkyun hendak mengangkat tangannya dalam usaha ingin diikutsertakan, Minhee buru-buru membereskan perkataannya.

"Sudah lama kita tidak minum-minum sebagai sahabat" Minhee tersenyum tipis, pikirannya tidak bisa ditebak.

Changkyun menurunkan tangannya dengan lemas, ia merasa tidak diinginkan. Ia beranjak pergi dari tempat itu, bersungut-sungut karena merasa telah ditelantarkan oleh bawahannya.

Tanpa banyak pikir, Jungmo mengangguk mengiyakan ajakan Minhee untuk minum bersama. Sahabatnya itu belum pernah mengajaknya pergi minum-minum sebelumnya, sehingga dalam hati Jungmo yakin ada suatu hal yang tengah melanda hati Minhee.

Ia pun bertekad ingin menjadi pendengar yang baik, mendengarkan secara perhatian, apa pun yang akan Minhee ceritakan padanya.

***

Coming back to you (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang