Setelah acara kejutan ter-absurd tadi sore, Mayra memutuskan untuk ngambek. Ia menyendiri di kamar. Menggerutu sepuasnya atas keputusan orangtuanya yang akan memindahkannya secara tiba-tiba. Tidak tiba-tiba juga sih, sebenarnya sudah terencana. Tapi tetap saja Mayra kesal, kenapa tidak diberi tahu saja kalau mama-papanya menginginkan Mayra untuk pindah.
"Apalagi gue! Gue kaget banget tau pas bokap ngomong gitu," kata Mayra heboh ditengah-tengah sesi curhat dengan Ellen via telepon.
Ada benarnya juga kalau mama-papa tidak meminta Mayra pindah secara langsung, sudah dipastikan, seratus persen, Mayra tidak akan mau. Di Sunrise High School, dia bisa merasakan kebebasan. Banyak acara di SHS yang sangat sesuai dengan yang dibayangkannya saat SMP. Ulang tahun sekolah yang mengundang delapan artis ibu kota, malam keakraban siswa baru yang digelar super mewah, pekan olahraga sekolah yang sangat seru, pokoknya banyak acara sekolah di SHS yang menjadi daya tarik tersendiri.
"Emang elo gak bisa negosiasi gitu?" tanya Ellen dari seberang sana.
"Masalahnya, gue itu, eee... gimana, ya.... Kasarnya gue tuh dikeluarin." Mayra bingung bagaimana harus menjelaskannya.
"Seriously?!" Terdengar nada keterkejutan, sampai-sampai Mayra harus sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Nyebelin banget, kan? Terus, ya...," Mayra berhenti beberapa detik. "Eh, Len. Nanti lagi, ya, bye."
Klik
Mayra memutus sambungannya tanpa menunggu jawaban dari Ellen.
Pandangannya terhenti saat tak sengaja melihat jendela kamarnya. Setelah menutup ponselnya, Mayra langsung menghampiri meja belajarnya yang terletak berhadapan langsung dengan jendela. Memang sengaja ditempatkan seperti itu. Itu adalah spot favoritnya. Saat duduk di situ, Mayra bisa langsung melihat jendela kamar rumah samping, tepat berhadapan dengan jendelanya. Posisinya persis seperti di video klip You Belong With Me milik Taylor Swift. Itu adalah jendela kamar Fatih.
Dari posisi Mayra, dia bisa melihat Fatih sedang membuka gorden jendelanya. Itu yang membuatnya rela memutus curhatannya, demi melihat momen itu. Momen ketika wajah Fatih terkena cahaya matahari minggu pagi. Jarang-jarang Mayra bisa melihatnya, soalnya dia sering bangun kesiangan, tidur setelah solat subuh adalah kebiasaan yang susah dihilangkan. Mayra memandangi Fatih sambil tersenyum lebar.
Fatih adalah cinta pertama Mayra.
Mayra jatuh cinta sama tetangganya sendiri.
Serius.
Entah sejak kapan Mayra punya rasa suka dengan tetangganya itu. Fatih mulai tinggal di rumahnya sejak mereka berdua kelas satu SMP. Padahal sebenarnya mereka jarang ngobrol. Bahkan Mayra sering kali membuang muka saat mereka tidak sengaja berpapasan, misal saat di depan rumah. Bukan karena Mayra sombong. Tapi tahu sendiri lah kalau ketemu gebetan rasanya bagaimana. Sebetulnya Mayra sangat ingin bisa ngobrol, atau sekedar bilang 'Hai, Fatih', tetapi rasanya sulit. Dia takut kalau saat menyapa Fatih, timbul senyuman yang tidak terkontrol dari wajahnya. Bukannya makin akrab, malah jadi illfeel.
Fatih terlihat mengenakan kaus dan celana training, seperti bersiap mau olahraga. Sangat berbeda dengan Mayra. Sudah pukul tujuh tapi dia masih mengenakan piyama. Tidak ada niatan sedikit pun untuk keluar kamar karena masih dalam rangka ngambek. Perutnya terasa perih minta makan. Semalam dia hanya makan sebatang coklat, dan itu tidak cukup untuk mengganjal perutnya. Mayra harap mamanya akan datang membawa senampan sarapan pagi untuknya. Dan, suara ketokan pintu kamarnya membuat Mayra secepat kilat menoleh ke arah pintu.
Tidak seperti yang diharapkan, Mama Sasti masuk ke kamar Mayra, bukan membawa senampan sarapan, tapi malah tumpukan baju. Mayra kecewa berat. Setega itu kah mamanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Modus Taaruf Mayra
Teen FictionMayra menyukai Fatih, tetangganya sendiri, entah sejak kapan. Awalnya dia mengalami krisis PD karena dia yakin Fatih si anak baik tidak akan menyukai Mayra si cewek pecicilan. Namun, karena ulah Mayra yang suka bolos, dia dipindahkan oleh orang tuan...