Mobil yang membawa Rafael dan Davina baru saja sampai di depan halaman rumah Davina. Dan keduanya masih sama-sama diam seribu bahasa. Mereka berdua masih tak tahu harus berkata apa sampai akhirnya seperti biasa Davina yang membuka suara terlebih dahulu.
"Rafa makasih buat hari ini. Aku masuk dulu," kata Davina sambil melepas seatbeltnya.
"Sama-sama. Seharusnya aku yang bilang makasih karena udah mau nemenin aku ke panti asuhan. Dan aku masih menunggu jawaban aku soal yang tadi. Aku benar-benar serius dengan ucapan aku tadi. Jadi aku harap kamu bisa segera menjawab pertanyaan aku tadi," kata Rafael serius.
Davina kembali diam ia tak tahu apa yang harus ia jawab karena dia sendiri masih bingung dengan perasaannya sendiri. Apakah ia harus menerima Rafael menjadi tunangannya atau tetap menolak perjodohan itu? Davina masih belum mendapatkan jawaban.
"Untuk saat ini aku tidak bisa menjawab apapun karena aku sendiri masih bingung dengan perasaan aku sendiri. Beri aku waktu untuk memikirkannya." Dengan raut wajah yang serius Davina memang jawab pertanyaan Rafael.
"Ok aku akan beri kamu waktu untuk memberi aku jawaban. Dan aku berharap dapat jawaban yang bagus dari kamu. Karena aku memang serius untuk menjalin hubungan dengan kamu. Aku harap kamu memikirkan semua ini dengan baik-baik," pinta Rafael pada Davina.
Davina mengangguk mengerti tentang ucapan Rafael. Ia pastikan akan memikirkan semua ini. Ia tak mau memberi harapan apapun pada Rafael. Karena ia tak ingin merusak hubungan baik sang bunda dan Tante Tiara.
"Salam buat ayah dan bunda kamu. Aku gak bisa mampir sudah malam soalnya," kata Rafael masih menatap ke arah Davina.
"Iya gak apa-apa. Nanti aku sampaikan salam kamu dan bilang kalau kamu gak bisa mampir kesini," jawab Davina mengerti.
Davina pun keluar dari mobil dan tak lama Rafael pergi dari rumah Davina. Setelah Rafael pergi dari rumah Davina, ia pun masuk ke rumah. Dan ketika sampai ke dalam rumah ternyata di ruang tv masih ada sang ayah yang sedang menyaksikan pertandingan sepak bola favoritnya.
"Hai yah," sapa Davina yang langsung duduk di samping sang ayah.
"Hi sayang. Gimana jalan sama Rafael? Seru?" tanya Firman pada putri kecilnya.
"Seru kok yah. Tadi Rafa ngajak aku ke sebuah panti asuhan yang sering dia datangin. Dan seoanajng siang sampai sore Davina menghabiskan waktu disana. Capek sih tapi aku senang karena anak-anak panti di sana baik-baik dan lucu banget," kata Davina yang nyaman menyandarkan kepalanya di bahu sang ayah.
Firman hanya tersenyum karena sang putri masih suka bermanja-manja dengannya. Dan sampai kapanpun sang putri akan selalu menjadi putri kecilnya.
"Bunda mana yah?" tanya Davina ketika tak melihat keberadaan sang bunda.
"Bunda udah tidur katanya capek banget jadi tidur duluan," jawab Firman sambil mengelus kepala sang putri.
"Oooo gitu." Davina Bu mengangguk tanda mengerti.
Untuk beberapa saat Davina masih nyaman berada di samping sang ayah yang sedang menyaksikan pertandingan sepak bola. Apa ia akan meminta pendapat sang ayah soal pertanyaan Rafael tadi ya? Karena selama ini setiap Davina bingung ataupun punya masalah ia lebih sering bertanya dengan sang ayah. Bukannya ia tak dekat dengan sang bunda tapi ketika ia bertanya kepada sang bunda maka lebih menjawab dengan perasaan sedangkan sang ayah lebih logis ataupun memberikan beberapa saran yang membuat Davina bisa mengambil keputusan dengan baik.
"Yah Davina mau tanya sesuatu sama ayah. Menurut ayah Rafael itu gimana?" tanya Davina langsung.
Firman yang sedang menyaksikan pertandingan sepak bola pun langsung mengarahkan pandangannya kearah sang putri. Jika sang putri sedang bertanya seperti ini pasti sang putri sedang bingung dan membutuhkan saran darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen Killer Itu Suamiku
RomanceDavina harus menerima perjodohan yang diatur sang bunda dengan anak laki-laki dari sahabat sang bunda. Tapi yang membuat Davina shock karena laki-laki yang dijodohkan dengan dirinya adalah dosen killer yang sangat ia benci. Bagaimana perjalanan ruma...