Kembali bertemu dengan tanggal yang sama, bulan yang sama, di tahun yang berbeda.
September lalu, jam seperti detik ini, aku masih berjibaku melawan teriknya panas matahari di depan gedung DPR MPR Senayan bersamaan dengan perang batin berkepanjang soal demonstrasi.
Sekarang, aku dipaksa di rumah. Bekerja di depan layar monitor laptop di bawah atap kamarku. Tingginya angka Covid di Jakarta, membuatku belum bisa bergerak semauku dan bekerja layaknya 'normal'. Menghabiskan sekian banyak waktu di rumah membuatku sangat melankoli. Terus menerus dibanjiri memori masa lalu sebelum wabah menyerang, hingga membuatku juga tak bisa lupa bahwa tanggal ini setahun yang lalu menjadi sebuah momen bersejarah penting bagiku, dibawah tanda hashtag REFORMASI DIKORUPSI.
Semua rasa kenangan pahit manis sedih bahagia demo tahun lalu tersimpan rapi di kotak memoriku. Sebuah titik balik yang luar biasa bagi seorang Amelia yang dari tak pernah mau tau soal politik hingga akhirnya sekarang gandrung melototi kebijakan publik.
Meski tak memiliki latar belakang mumpuni, tapi rasa-rasanya aku bisa menilai apa yang akhir-akhir ini terjadi di dalam negri. Bukan hal sulit. Fakta bahwa dihantam wabah selama tujuh bulan tanpa menyandang status 'sudah menang', Indonesia benar-benar sedang dapat ujian berat. Ekonomi merosot, sistem kesahatan kerja keras banting tulang untuk bertahan dan kondisi politik makin semrawut hingga memasuki bulan kesembilan.
September selalu seperti itu, bukan ceria tapi gelap gulita. Terlalu banyak catatan peristiwa berdarah yang terjadi dibulan September. Bahkan tak tertuntaskan sampai detik ini. September hitam, dia adalah catatan kelam karna menelan banyak korban. Kuharap bulan depan sedikit berbeda. Setidaknya Oktober bisa menjadi sedikit secercah cahaya dari pekatnya bulan September.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
