dr. Kim Minji

55 5 13
                                    

"Park Hwayoung-ssi akan bertunangan dengan Jeon Jeongguk Sajangnim."

Pengumuman yang diucapkan oleh sang MC menggema di seluruh ruangan Grand Ballroom di lantai 76 tersebut.

Minji menarik tangannya dari genggaman tangan Jeongguk dengan cepat. Jeongguk pun menoleh ke arah Minji, tak kalah cepatnya. Hatinya teriris melihat wajah Minji yang berusaha tetap tenang dan tersenyum, tangannya bergerak, mengikuti pergerakan tepuk tangan massal dari setiap sudut ruangan.

"Sayang." Jeongguk mengucapkan kata favoritnya dengan lirih.

Sementara Minji, dengan mata yang mulai mengabur penglihatannya karena air mata, menggeleng pelan, melarang kekasihnya mendekat ke arahnya.

"Nanti." bisik Minji, menggerakkan bibirnya dalam lakon bisu. Dirinya merasa yakin, bahwa pasti ada penjelasan yang cukup kuat tentang hal ini. Meski begitu, hatinya tetap terasa seakan dicabik-cabik cakar tajam tak kasat mata.

Pertama kalinya Jeongguk melihat air mata di manik mata Minji. Seandainya ini bukan Grand Ballroom hotelnya, seandainya tempat ini tak berpenghuni saat ini, Jeongguk akan memeluk Minji dengan kuat, memeluknya, menciumnya, melakukan apapun yang dia mampu demi menghilangkan genangan air di pelupuk mata gadisnya.

Bukan, bukan karena dia tidak mau mengakui Minji sebagai kekasihnya. Tapi sedikit tindakan gegabah bisa membawa efek yang tidak baik bagi semua yang terlibat; dirinya, Minji, Hwayoung, kedua belah pihak keluarga bahkan perusahaan dan karyawannya.

Perlahan, Minji bergerak mundur, menghilang di balik kerumunan, kembali ke kamar yang telah diberikan Jeongguk baginya untuk menginap malam ini.

Kenapa Minji tidak langsung kembali ke apartemennya? Gadis itu mencoba untuk menggunakan logikanya, dibanding perasaannya, saat ini.

Berlari pulang, meninggalkan hotel, mungkin biasa dilakukan para wanita. Tapi mereka seringkali menerima penjelasan pada waktu yang terlambat, yang seringkali hanya menyisakan rasa penyesalan pada akhirnya.

Minji memutuskan tetap tinggal, sampai menerima penjelasan yang pasti. Atau jika pertunangan itu benar adanya, dia ingin mendengarnya langsung dari lisan Jeongguk.

* * * * * * *

Jeongguk mengajak Hwayoung bicara di saat semua orang memulai penghitungan mundur, bersiap menyambut tahun yang baru.

"Apa yang sudah terjadi? Kau bilang, kau sedang mengandung anak dari Junho-ssi. Tapi kenapa justru pengumuman seperti itu yang harus didengar olehku, terutama Minji?" tanya Jeongguk, menuntut penjelasan dari Hwayoung.

Sang CEO mencoba menjaga ketenangannya. Bayang-bayang wajah Minji yang menahan tangis benar-benar mampu menggoyahkan pertahanannya yang selama ini mampu bersikap profesional dalam segala kondisi.

"Maaf, Jeongguk. Aku juga tidak tahu bagaimana pengumuman tersebut jadi hal pertama yang harus diberitakan saat ini. Kehamilanku mulai dicurigai oleh Mama. Setahu Mama, hanya kau, pria yang dekat denganku. Mungkin dari situ Mama menyimpulkan bahwa kau adalah ayah dari bayiku." ujar Hwayoung, mencoba menjelaskannya dari sudut pandangnya.

"Bagaimana dengan Junho-ssi? Kau menemuinya khan? Bagaimana reaksinya tentang kehamilanmu? Kau belum mengenalkannya dengan Hwijangnim atau Ajussi?"

"Aku memang menemuinya. Tapi dia tak menyangka bahwa aku akan mengandung, setidaknya, tidak secepat ini. Sampai saat ini, aku tidak bisa menghubunginya sama sekali."

"Lalu, apa rencanamu selanjutnya? Apa yang akan kau lakukan setelah ini?"

"Aku akan coba membicarakan hal ini dengan kedua orangtuaku sepulangnya kami dari sini."

Psychiatrist LessonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang