"Annyeonghasimnikka." wanita yang sedang menikmati pemandangan malam restoran itu, membalikkan badannya dan menyapa Jeongguk. Jeongguk pun membungkukkan badannya, membalas salam hormat yang dilakukan wanita itu.
"Lama tak bertemu, Oppa."
Jeongguk mengangkat wajahnya dan menemukan wanita yang selama ini absen dari kehidupannya selama lebih kurang 1 tahun, berdiri di hadapannya, dalam keadaan sehat sempurna, memberikan senyum termanisnya.
Tanpa pikir panjang, Jeongguk segera melarikan dirinya, memeluk wanita itu sekuat tenaga.
"Ini benar kamu khan, sayang?" tanya Jeongguk, mengeratkan pelukannya. Pria itu benar-benar tidak ingin melepas Minji, dia takut Minji akan pergi lagi.
Minji membalas pelukan pria kesayangannya dan mengangguk, menjawab pertanyaan pria yang selalu memanggilnya dengan kata 'sayang', menyisihkan namanya ke samping.
"Bagaimana kabar Oppa?" tanya Minji.
"Buruk, buruk sekali. Satu tahun penuh mimpi buruk dan insomnia." jawab Jeongguk.
"Mianhae."
Jeongguk melepas pelukannya dan menatap wajah yang selama ini selalu dirindukannya. Jika kejadian mengenaskan itu tidak pernah ada, wajah wanita itu akan menjadi wajah yang pertama dan terakhir kali dia lihat setiap harinya.
"Kamu bagaimana?" Jeongguk memutar tubuh Minji, mengangkat poni yang menutup kening gadis itu, melihat kakinya, memeriksa tangannya, mencari-cari tanda kekerasan waktu itu.
"Tidak pernah lebih baik dari hari ini." jawab Minji, memeluk kembali tubuh berotot Jeongguk yang tampaknya sedikit lebih kekar dari terakhir kali mereka bertemu. Jeongguk memejamkan matanya, menikmati pelukan Minji dan memberi kecupan-kecupan di kepala Minji.
"Aku kangen." ucap Minji manja.
"Hehehe, kalau begitu, kenapa baru datang sekarang? Hm?" kata Jeongguk. Senyum lembutnya kembali muncul di wajah tampannya. Tangannya memegang tengkuk Minji, mengangkat wajahnya dan menatap mata berwarna hitam dengan semburat coklat itu lekat-lekat.
Tanpa perlu menunggu satu sama lain, keduanya menginisiasi pertemuan kedua bibir mereka. Setiap kali bibir mereka bersentuhan, menyalurkan rindu, tubuh mereka semakin melekat satu sama lain. Keduanya bercumbu sambil memeluk tubuh satu sama lain. Udara yang cukup dingin, seolah mendukung mereka untuk saling memberi kehangatan melalui pelukan dan cumbuan mereka.
Mata mereka saling menatap ketika pertautan indera perasa itu terhenti. Meski begitu, tubuh mereka tidak memiliki niat untuk saling melepaskan satu sama lain. Minji tetap melingkarkan lengannya pada pinggang Jeongguk, dan Jeongguk tetap melingkarkan lengannya pada bahu Minji. Sesekali menjadi sandaran bagi kepala Minji ketika gadis itu harus mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah Jeongguk dengan lebih jelas.
"Aigoo, mungkin sebaiknya kita tidak perlu ikut datang." ucap ayah Jeongguk yang datang bersama istrinya dan beberapa orang lainnya.
Minji dan Jeongguk menoleh dan tersenyum, menemukan kedua keluarga mereka sudah datang. Jeongguk mengandeng tangan Minji, kembali masuk dalam ruangan dan menempati tempat duduk mereka bersama dengan yang lain.
"Apa kabar, Jeongguk-a?" pria berkharisma bernama Kim Yeongdae itu menyapa calon menantunya dengan hangat meskipun baru bertemu untuk pertama kalinya.
"Tidak pernah sebaik ini, Abeonim." jawab Jeongguk, mengelus tangan yang belum dilepasnya dari tadi. Tersenyum bahagia ketika melihat Minji masih duduk di sebelahnya secara nyata, bukan sekedar salah satu bunga tidurnya.
"Ah, sebelumnya saya mohon maaf karena telah lalai menjaga Minji ketika itu." ujar Jeongguk, menundukkan kepala pada kedua calon mertua dan ipar yang duduk menghadapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Psychiatrist Lesson
RomanceJeon Jeongguk, seorang CEO muda yang tidak pernah mengenal cinta, terpaksa harus belajar mengenal cinta dari seorang konsultan psikiater, demi menikahi wanita yang dipertemukan dengannya untuk mengembangkan kerajaan bisnisnya. Kim Minji, seorang psi...