Prolog

5.7K 612 115
                                    

Asap dari tembakau yang ia hisap kini memenuhi ruang kerjanya. Satu tangan yang lainnya tengah memegang gelas berisi cairan berwarna merah yang sesekali ia seruput pelan. Ekor matanya refleks melirik kala dentingan bunyi yang berasal dari ponselnya di atas meja kecil terdengar.

Ia lantas meletakkan gelas yang dipegangnya lalu diganti dengan ponsel yang kini telah menampilkan sebuah pesan singkat menyangkut pekerjaan yang sudah ia geluti dua tahun terakhir ini. Asap itu kembali keluat lewat dua lubang hidungnya kala seringai tajam menghiasi wajah rupawannya.

Lantas ia menghisap panjang hingga napasnya hampir habis, lalu melemparkan batang tembakau itu untuk ia injak hingga apinya mati. Dengan santai ia kembali membuat sebuah celah diantara bibirnya dan asap rokok kembali berterbangan dengan bebas. Ia menyisir rambut berwarna putih itu dengan gerakan pelan hingga poninya kembali jatuh menutupi kedua mata tajamnya yang selalu mempesona.

Ponselnya ia simpan di dalam saku celana ketatnya, kemudian meraih jaket kulit berwarna hitam mengkilap andalannya. Beralih pada masker mulut berwarna hitam yang melengkapi penyamarannya juga sebuah topi dengan warna yang sama untuk menutupi samar sepasang matanya.

Selesai dengan penampilannya yang tak pernah berubah, ia akhirnya keluar dari ruang kerjanya dan menuju garasi mobilnya. Memilih satu dari tiga mobil miliknya lalu masuk ke dalam dengan tatapan datarnya. Sebelum memegang kemudi, ia bersiap untuk memakai sarung tangan hitam kulit berbahan sedikit licin yang menutupi seluruh jari jemarinya.

Menekan remote kecil di tangannya, kini gerbang garasi mobilnya perlahan terbuka. Kakinya menginjak pedal gas tanpa memberhentikan mobilnya dan secara otomatis pintu garasi itu mulai menutup. Bayaran yang ia terima dari pekerjaannya ini lumayan menyulap rumahnya dengan teknologi canggih.

Hingga tak butuh waktu yang lama, ia sampai di tempat tujuan dimana seseorang menghubunginya tadi. Jarinya mengetuk pelan dan santai, berbanding terbalik dengan sekolompok orang yang mulai masuk ke mobilnya dengan panik. Orang-orang itu menggunakan ski mask atau topeng penjahat pada umumnya dan masing-masing mereka membawa satu kantong besar yang ia tak bisa menebak apa isinya. Atau ia memang tak berminat untuk ikut masuk ke dalam urusan mereka.

Matanya memicing tajam menatap tiga orang di belakang kursi penumpang. Kemudian bergulir pada satu orang disampingnya.
"Sesuai kesepakatan bahwa kapasitas maksimal adalah tiga orang." Ucapnya dengan tenang.

"Hey bung, kami akan membayarmu lebih." Ucap pria bertopeng disampingnya. "Hanya menambah satu orang saja tidak membuat mobilmu rusak."

"Tetap pada kesepakatan awal dan tidak bisa dirubah." Jawabnya kembali.

"Kalau begitu bunuh saja dia!" Teriak salah satu dari ketiga orang dibelakang.

"Lalu siapa yang akan menyetir?"

"Aku yang akan menyetir! Jadi cepat bunuh dia! Atau kita akan tertangkap sekarang!" Ia kembali teriak dengan begitu tergesa. Ia yakin bahwa polisi sedang menuju kemari.

Sang pria di depan melirik pria muda yang ia bahkan tak bisa melihat wajahnya dan hanya mengetahui bahwa rambutnya berwarna putih. Lalu bergantian menoleh pada temannya yang ketakutan dan memintanya untuk membunuh sang pengemudi.

Pria berambut putih dengan masker mulut berwarna hitamnya itu hanya diam dan menatap kedepan.








DOR











Seringaian yang tak terlihat karena ditutupi masker terbentuk kala suara tembakan itu terdengar. Ia menatap dari kaca kecil yang berada di atap mobil sebentar, melihat bagaimana pria yang baru saja memakinya kini mati dengan tembakan di kepala.

Satu teman yang berada di sampingnya lantas membuka pintu dan menendang temannya yang telah mati itu hingga keluar dan tergeletak di jalan.

"Kami sudah menyingkirkannnya, jadi apakah kita bisa pergi?" Pria bertopeng yang duduk didepan, sang pelaku penembakan kepada temannha sendiri angkat bicara.

Pria muda bersurai putih itu tanpa banyak kata langsung menginjak pedal gasnya. Dan melajukan mobilnya dengan cepat bahkan dengan lihai menyalip diantara mobil-mobil lainnya. Membuat ketiga perampok itu memekik kesenangan.

"Hey, ini benar-benar menyenangkan. Siapa namamu?!" Salah satu dari ketinganya bertanya setelah bersorak kegirangan.

Pria di balik masker hitam itu menyunggingkan senyum miringnya yang tak bisa dilihat siapapun.
"Kenapa kau sangat ingin tahu?" Dengusnya geli. Namun ia tetap menjawabnya dengan singkat. "Panggil saja Bee."






















































To Be Continued or No?

Jangan protes lagi kalau saya publish cerita baru lagi wkwk padahal yang dua aja belum tembus 10 chapter :v

Gatau, saya pengen aja up yang bergenre mafia ini :)

Jangan marah ya, saya tetep bakal up kok. Kalo rame semua, diusahain up dua kali dalam sehari. Itu gantian antara QFTK, Dear Love dan The Transporter.

Tapi kalo kalian milih untuk lanjut yang dua itu, ini ku pending dulu. Atau unpublish dulu.

Jadi gimana?

THE TRANSPORTER [CHANBAEK ft NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang