3. Hari Pertama Sekolah.

568 130 98
                                        

Aku pastikan kau tidak akan bisa menatap Veean lagi, jika kau berani menyukainya. —Cindy

*****

Pagi ini, siluet manusia tampan baru saja dikejutkan, oleh kedatangan gadis yang tiba-tiba berdiri di atas kursi. Si cantik tersenyum, menyapa Veean dengan ramah dari tempatnya. Namun, respon yang berbeda justru dia dapatkan. Lelaki itu bahkan tetap tak bergeming dari kursinya. Veean tetap duduk dengan tenang tak mempedulikan orang yang berada di atasnya.

"Veean aku suka padamu, bisakah aku menjadi kekasihmu?"

Manik elang Veean mendadak membulat, bersamaan kening paripurnanya yang turut berkerut. Memandang teliti penampilan gadis cantik di depannya secara seksama. "Kau cantik."

Gadis itu mengembangkan senyum mendengar kata cantik keluar dari bibir pria pujaannya. Sesaat ia memang sempat tersenyum malu-malu saat menyatakan perasaannya.
Tapi sekarang ia cukup cemas melihat raut Veean yang tetap berekspresi datar saat memujinya cantik. Jangan sampai firasat buruk si gadis sebelumnya menjadi kenyataan.

"Tapi, kau membosankan dan terlihat murahan."

Semua teman sekelasnya sontak bersorak menertawakan gadis itu. Wajahnya kini memerah menahan malu, kekesalannya memuncak saat Veean begitu mudahnya merendahkan harga dirinya di depan semua orang. "Apa kau bilang?"

Veean melemparkan senyum miring saat tatapan kemarahan gadis ini berkobar bagai api. Ia berpangku tangan seolah tak merasa bersalah atas apa yang ia ucapkan. Lalu pandangannya naik ke arah name tag. Dia tidak terlalu peduli tentang nama, tapi gadis ini perlu ditampar saat menyebut namanya. "Jangan sampai gadis secantik dan sepintar dirimu menjadi bodoh, hanya karena hal kekanak-kanakan ini. Cindy."

"Kau tidak bisa mengabaikanku begitu saja Veean, aku tetap akan mencintaimu meski kau menolakku." Cindy menggertakkan gigi, menatap Veean garang, sembari menunjuk mata pria itu penuh keangkuhan. Meskipun ditolak berkali-kali, ia tetap tak menyerah akan cintanya. Karena di sekolah ini, tak ada yang bisa menandinginya. Jelas dirinya satu-satunya murid terpintar dan tercantik yang pantas bersanding dengan Veean.

Veean paling benci pada gadis seperti ini. Tipe gadis pujaannya adalah perempuan elegan dan punya harga diri tinggi. Tentu saja sifatnya juga dingin tapi memiliki hati yang hangat. Sungguh hari-hari terasa membosankan karena setiap hari pasti ada saja gadis yang melakukan hal ini setiap hari padanya.

Pintu berderit, membuat drama cinta-cintaan berganti dengan atmosfer ketegangan. Cindy dengan cepat turun dan kembali ke kursinya. Veean tak bergerak dari tempatnya, nihil ekspresi dari raut wajahnya. Dia tidak merasa melakukan kesalahan apa pun.

Guru matematika mereka yang paling galak sudah memasuki kelas. Sebut saja namanya Jesica. "Selamat pagi anak-anak." Jesica menyadari keadaan di kelas begitu tegang, seperti baru saja ada hal buruk yang terjadi tapi itu tak terlalu berarti untuknya.

"Aku membawa dua kabar penting hari ini. Kalian ingin mendengar kabar yang buruk atau cantik hari ini?" Jesica melipat tangan di dada dengan senyum khas angkuhnya.

"Kami ingin mendengar kabar buruk dahulu," karena kalau kabar cantik duluan hati mereka akan hancur lebih cepat.

Senyum licik Jesica kembali mengembang. "Oke, kabar buruknya hari ini kita akan ulangan tentang materi kemarin. Masih mau mendengar kabar cantiknya?"

PSYCHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang