Tapi, tadi aku melihatnya menyetir menggantikan sopirmu yang pingsan. Kupikir Alice seorang pembalap yang keren. — Veean Victory.
*****
Satu hari berlalu singkat, menghasilkan ekspektasi yang diharapkan. Penyamaran mereka tersamarkan dengan akting luar biasa Anjennie. Seakan atmosfer curiga menghilang begitu saja, hingga berganti menjadi decak kagum tak terkira.
"Bagaimana hari pertama kalian di sekolah?" Arrabella menyuap roti isi sayuran paginya, sembari menunggu respon sang cucu. Bunyi ketukan sendok berdenting samar mengisi kesunyian di ruang makan, mereka terbiasa bercerita selagi bertemu saat sarapan dan makan malam.
Jennie mengunyah perlahan roti berselai almon terlebih dahulu, seraya ekspresi datar biasanya terukir. Menelannya setelah tatapan tajamnya teralih pada sang nenek. "Tidak terlalu buruk, mereka bahkan percaya kalau aku dan Alice berasal dari New York."
Alice terkekeh kecil saat Jennie baru saja menyinggung kejadian kemarin. Sungguh ia tidak bisa menahan tawanya di depan Arrabella. Pastinya tentang kepribadian lain yang muncul di hari pertama sekolah.
"Benar Grandma, padahal sebenarnya kami dari rumah sakit ji-Akhh!" Alice terpekik karena Jennie baru saja menginjak kakinya. Untung saja gadis jahat itu tidak melakukannya saat Alice mengunyah roti berselai coklat kesukaannya.
Jennie yang ada di seberangnya malah menatap tajam Alice, sungguh terlihat raut kemarahan dari rupa cantik Jennie. Sepertinya Alice akan menderita hari ini. Gadis di depannya benar-benar berniat menyiksanya. Seakan aura sengit sudah tersebar di ruang makan, mungkin setelah neneknya pergi gadis itu akan mengeksekusi Alice di tempat. Jennie tidak akan lupa kesalahan yang Alice buat kemarin, tentang perubahannya.
"Ada apa Alice? Kenapa kau berteriak?" Arrabella menaikkan sebelah alisnya bingung.
"Tadi aku merasa ada tikus yang memukul kakiku. Hiks sungguh sakit sekali Grandma ...." Alice mengeluarkan tetes demi tetes likuid, sangat berharap kalau Jennie akan merasa bersalah. Tentu saja, hal itu mustahil.
Sedikit mengerinyit bingung, sang nenek mulai memundurkan kursi, lalu membungkukkan badan. Berusaha menajamkan penglihatan, mencari tahu tikus jenis apa yang berani menyakiti cucunya. Bagi Arrabela, Alice sudah dianggap sebagai cucunya sendiri. Tapi sungguh, ini kali pertama dia mendengar ada tikus yang berani masuk ke kastil megahnya. Wajar saja, keheranan berkecamuk di pikiran.
“Grandma lanjutkan saja sarapanmu. Kurasa Alice hanya mengada-ada, tidak pernah ada tikus di sini." Jennie berusaha meyakinkan sang nenek. Lalu saat beliau lengah, dia melemparkan seringai sinis penuh ejekan pada Alice. Membuat gerakan jempol terbalik dari tangannya.
Alice malah membalas Jennie dengan ejekan yang sama, tak lupa menggerakkam jari tengah miliknya ke hadapan Jennie saat Arrabela kembali lengah lagi. Bukan Alice namanya, jika hanya diam saja direndahkan oleh Jennie.
"Nanti Grandma akan memerintahkan semua pelayan untuk memburu tikus di rumah ini Alice. Maafkan aku kalau kau tidak nyaman tinggal di sini."
Arrabella jadi merasa tidak enak pada Alice, gadis itu bukan sekedar tamu untuknya. Dia selalu ingat kalau sejak kecil Anjennie tidak pernah punya teman, bahkan gadis itu jarang tersenyum atau menangis. Alexithymia dan skizoafektif yang diderita gadis itu adalah turunan penyakit ibunya. Jennie selalu dikira psikopat karena tanpa rasa bersalah menganiaya orang lain. Bahkan benar-benar menyiksanya dengan kejam.

KAMU SEDANG MEMBACA
PSYCHE
Misteri / ThrillerJennie itu sempurna. Berkepribadian baik. Juga memiliki otak setara Bill Gates. Sayangnya dibalik senyuman yang biasa gadis itu pancarkan. Tersembunyi sebuah rahasia yang mengerikan. Jika ada yang mengetahuinya, nyawa bisa menjadi taruhan. Namun Vee...