Ketika San melahirkan putri mereka, itu bukan hanya hari terbaik dalam hidup keduanya, tapi juga hari yang mengubah hidup mereka menjadi lebih baik.
Pada malam itu San terbangun dengan rasa sakit di pinggul karena bayinya sudah berada di antara kedua kakinya, ia siap untuk persalinan karena kontraksi yang menyakitkan.
Ia membangunkan Wooyoung dan mereka mengambil tas, lalu menuju ke rumah sakit untuk melahirkan di malam yang panjang. Dan alasan kenapa malam itu sangat panjang adalah karena San harus melahirkan selama lebih dari dua puluh empat jam.
Wooyoung benci melihat kekasIhnya kesakitan.
Air mata mengalir di pipi San seiring berjalannya waktu saat berbaring di ranjang rumah sakit, dan menghadapi kontraksi yang konstan, lalu akhirnya setelah berjam-jam menghadapi kontraksi dan mengejan, putri mereka akhirnya lahir.
Namun, baru beberapa hari, hampir seminggu setelah putrinya lahir, Wooyoung mulai menyadari perilaku San. Ia melihat San tampak lebih sedih dari dirinya yang biasanya cerah dan ceria. Ia juga melihat setiap kali putri mereka menangis dan ia akan mencoba menenangkannya, San hanya duduk di kursi goyang, menatap kosong sambil memeluk putrinya yang menangis, tidak melakukan apapun.
"Ia bertingkah berbeda. Tampak lebih sedih dan terkadang aku mendengarnya menangis. Setiap kali aku mencoba bertanya kenapa, ia selalu mendorongku ke samping dan menyuruhku meninggalkannya sendirian. Dan setiap kali aku bertanya padanya apa ia ingin melakukan sesuatu seperti jalan-jalan denganku, ia hanya akan menggelengkan kepala, menolak meninggalkan kamar. Jika aku terus bertanya, ia selalu memintaku berhenti bertanya."
"Mungkin ia mengalami postpartum depression," tanggap Seonghwa sambil menggendong putrinya yang berusia satu tahun.
"Apa?"
"Maksudku, setelah melahirkan, Yeosang bertingkah sama seperti San," jawab Seonghwa saat putri mereka memainkan jari kelingkingnya di pangkuan Seonghwa.
"Sungguh?" Tanya Wooyoung pada Yeosang.
Yeosang terkekeh lalu mengangguk.
"Ya. Setelah ia lahir, aku tidak merasa seperti diriku sendiri. Sering menangis. Merasa tidak bahagia. Sangat tidak bahagia sehingga mulai memikirkan keraguan diriku sebagai ayah yang baik, dan kadang-kadang aku merasa seperti mengalami kesulitan untuk terikat dengannya meskipun aku melahirkannya."
"Jadi, bagaimana kau menyadari itu?"
"Bahwa aku mengalami depresi pascapersalinan?"
Wooyoung mengangguk.
"Yah, setelah menyadari ada sesuatu yang tidak beres dan mungkin ada sesuatu yang membuatku merasa seperti ini, aku bercerita pada Seonghwa."
"Setelah ia bercerita tentang perasaannya, aku memutuskan untuk membawanya ke dokter untuk mencaritahu apa yang terjadi karena aku tidak bisa tinggal diam melihat Yeosang seperti ini. Aku ingin melihatnya tersenyum dan bahagia lagi. Jadi, kami bercerita pada dokter sementara Yeosang diminta mengisi kuesioner, lalu menjalankan beberapa tes untuk membuktikan bahwa ia memang mengalami depresi pasca melahirkan."
"Apa yang terjadi setelah itu?"
"Setelah itu, dokter memberi resep beberapa brexanolone yang terbukti efektif dalam meredakan gejala postpartum depression dan menyarankan bahwa jika ini tidak berhasil, ada juga pilihan lain dengan antidepresan dan konseling. Untungnya, brexanolone yang dokter berikan bekerja setelah beberapa saat bersama dengan beberapa konseling."
"Dan hanya dengan bercerita pada Seonghwa juga membantuku," timpal Yeosang, "Sejak saat itu, aku jadi sangat bahagia. Ketidakbahagiaanku, rasa bersalah, dan keraguan tentang diriku yang tidak menjadi ayah yang baik, sirna."
"Kau harus berkomunikasi dengannya dulu Woo, karena beberapa orang tidak menginginkan bantuan atau mungkin tidak menyadari bahwa mereka depresi dan mengalami depresi pasca melahirkan."
Wooyoung mengangguk lalu bertanya,
"Apa menurut kalian dia benar-benar mengalami depresi pascapersalinan?"
"Yah, caramu menggambarkan kelakuan San, kedengarannya seperti gejala yang dialami Yeosang. Jadi ia mungkin menderita itu."
"Oke, terima kasih teman-teman."
Setelah Seonghwa dan Yeosang pergi, Wooyoung pergi ke kamarnya dimana San berada.
Ketika memasuki kamar, ia melihat San duduk di tepi tempat tidur mereka.
"Sannie?"
San tidak mendongak, terus saja menatap ke sudut ruangan.
"Sayang, aku mengkhawatirkanmu." Wooyoung berlutut di hadapan San, membuat San akhirnya menatapnya.
Setetes air mata mengalir di pipi San saat menatap Wooyoung dengan ekspresi kosong di wajahnya.
"Kau belum kembali ke dirimu sendiri... dan aku benci melihatmu seperti ini..."
"Woo... Aku tidak tahu aku kenapa... tidak merasa bahagia lagi sejak melahirkannya... sedih dan lelah... sebenarnya aku ini kenapa?" San menangis ketika menunduk.
"Baby..." Wooyoung mengangkat kepala San dan menyeka air matanya dengan ibu jarinya.
"Maaf karena sudah mendorongmu menjauh... Aku hanya... entahlah." San terus terisak.
"Sayang, aku baru saja mengobrol dengan Seonghwa dan Yeosang."
"Apa kabar mereka?"
Wooyoung tersenyum kecil mendengar itu.
"Baik-baik saja. Aku bercerita pada keduanya tentang kelakuanmu dan mereka mengira kau mengalami postpartum depression..."
"Sungguh?"
Wooyoung mengangguk.
"Yeosang mengalami hal yang sama denganmu sekarang. Ia mengerti perasaanmu..."
"Aku tidak tahu harus bagaimana... Aku tidak bisa terus-terusan seperti ini Woo... Aku ingin bahagia... Aku ingin membesarkan gadis kecil kita dengan kebahagiaan, bukan dengan perasaanku yang sekarang... Tolong aku."
"Tentu saja. Aku akan menolongmu mengatasi ini. Kau tidak sendiri." Wooyoung membelai pipi San, membuatnya tersenyum.
"Terima kasih Woo..."
KAMU SEDANG MEMBACA
PRIMROSE 🌹 bottom!San [⏯]
Fiksi Penggemarbottom!San / San centric Buku terjemahan ©2018, -halahala_