• 12 Oktober 2014 (H)

98 17 0
                                    

Heeseung - 12 Oktober 2014

Lampu-lampu kota di kejauhan membuatku terpaku hampir setengah jam lamanya. Sepertinya aku salah menempatkan meja belajarku. Buktinya dari tadi aku belum menyentuh bukuku sama sekali. Sejak aku masuk ke Sekolah Menengah Pertama, aku bertukar kamar dengan Kyungmin. Ya, kini aku satu kamar dengan Geonu. Hal itu cukup memudahkanku untuk belajar dengannya, tidak peduli sampai larut malam, toh tidak akan mengganggu adik-adikku.

Kulirik kalender meja di sampingku. Tanggal 12, itu berarti sebentar lagi ulang tahunku tiba. Ulang tahun yang tidak akan sama seperti dulu lagi. Sejak ulang tahun Kyungmin saat itu, semuanya telah berubah. Hanya karena aku menyebutkan tentang Ayah, semuanya telah berubah. Kini Ibu keluar di pagi-pagi buta saat kami belum bangun, dan kembali ketika kami bersiap tidur. Tak jarang aku mendengar suara pintu depan terbuka ketika aku terbangun di tengah malam. Sejak saat itu pula kami tidak pernah makan bersama Ibu lagi. Ibu selalu menyiapkan makanan ketika kami masih terlelap. Saat aku dan Geonu pulang, Bibi yang tinggal di sebelah rumah kami lah yang mengantar makanan untuk kami. Bibi bilang makanan itu sebenarnya dari Ibu. Tapi kenapa Ibu tidak memberikannya secara langsung? Bukankah itu terlihat seperti Ibu tengah menghindari kami? Tapi kenapa? Untuk apa?

"Sampai kapan kau akan diam di situ?" Suara Geonu membuyarkan lamunanku. Ia telah naik ke tempat tidurnya, bahkan selimut pun telah ditariknya sampai ke leher. Belum sempat aku menjawab, suara ketukan terdengar dari luar kamar. Kenop pintu berputar dengan pelan dan Ibu pun melongok masuk. Ibu bertanya apakah kehadirannya mengganggu kami atau tidak, kemudian masuk begitu kami menggeleng. Lagipula kami juga belum bersiap untuk tidur. Geonu pun biasanya masih akan terjaga selama hampir lima belas menit sebelum akhirnya benar-benar terlelap.

Ibu duduk di ujung tempat tidurku. Geonu bangkit untuk duduk dan aku pun duduk di sampingnya. Aku melihat sesuatu di tangan Ibu, namun aku tidak begitu yakin benda apa yang Ibu bawa.

"Maafkan Eomma." Itu lah yang pertama Ibu ucapkan. Kami hanya saling pandang. "Eomma tidak bermaksud menyembunyikan ini dari kalian. Eomma hanya ingin menunggu waktu yang tepat." Aku tidak tahu apa yang ingin Ibu katakan, namun sebisa mungkin aku berusaha mendengarkannya.

Ibu menyodorkan benda yang ia bawa. Buku? Tidak, sepertinya sebuah album foto. Geonu yang menerimanya pun segera membuka halaman pertama. Kami tersenyum melihat potret kami dengan Ibu. Ibu menggandeng tangan Sunghoon dengan Kyungmin dalam gendongannya sementara Geonu dan aku menggandeng tangan Jungwon. Di halaman berikutnya ada aku dan Sunghoon yang tengah tersenyum ke kamera. Tubuh kami kotor oleh pasir pantai. Di sebelahnya ada potret Kyungmin kecil yang menangis sambil memegang sebuah permen lollipop di tangan kanannya. Aku masih mengingat apa yang terjadi hari itu. Geonu menggodanya dengan berpura-pura meninggalkannya.

Senyum kami semakin mengembang ketika membuka tiap halaman album foto itu. Namun semuanya berubah begitu kami membuka halaman terakhir. Kami mendongak menatap Ibu yang juga membalas tatapan kami. Ibu masih diam. Kami kembali menatap potret di halaman terakhir. Ada beberapa foto di halaman terakhir, serta beberapa lembar kertas seperti potongan dari surat kabar.

"Aku memang sangat menyayangi kalian. Tapi aku tidak ingin menjadi egois. Cepat atau lambat kalian pasti akan tahu kalau kalian bukan milikku. Tapi aku tidak ingin kalian tahu hal ini dari orang lain, karena itu akan lebih menyakitkan. Maaf jika aku terlambat mengatakan hal ini pada kalian."

Geonu langsung bangkit berdiri dan melangkah keluar setelah membanting pintu kamar dengan keras. Ibu tertunduk. Ini adalah kedua kalinya kulihat Ibu tertunduk murung. Wajah sedihnya persis seperti hari itu. Aku langsung mendekatinya dan berusaha memeluknya.

"Kami tetap milik Eomma." []

SER'5 : Please Be All Ears!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang