Pirates Baby
.
.
"Kapten kami menemukan satu-satunya yang selamat di kapal itu."
Seperti itulah Seongwoo bertemu dengan Daniel. Ia adalah seorang omega yang sudah bertahun-tahun berpetualang di lautan. Menjadi kapten kapal yang baru saja menjarah sebuah kapal besar yang mengangkut anggota kerajaan di negara terdekat saat itu dan menyandera sang pangeran kerajaan. Kapal berhasil mereka tumbangkan, dan Daniel yang satu-satunya berhasil mereka tangkap.
"Kita akan mendapatkan tebusan yang besar jika seorang pangeran yang tertangkap," Seongwoo tersenyum lebar dan menyilangkan kedua tangannya. Ia mendekat dan tampak berjongkok di depannya, "jadi, siapa namamu?"
...
"Apakah kau tuli? Aku bertanya padamu," Seongwoo mengangkat dagu pemuda itu dengan jari kanannya.
"Maaf, aku tidak pernah melihat bajak laut yang manis sepertimu. Kurasa aku cukup beruntung saat ini," seluruh awak kapal menahan tawa, sementara Seongwoo yang tampak geram dan marah hanya bisa menatap Daniel tajam sebelum berbalik dan menatap anak buahnya dengan tatapan tajam juga.
"Bawa dia ke penjara."
.
.
"Makanlah, kami tidak akan mendapatkan tebusan jika sandera sampai kelaparan saat kami mengambil tebusanmu," Seongwoo pada akhirnya mengantarkan makanan saat beberapa hari setelah penyanderaan itu pangeran yang bernama Daniel itu tidak ingin makan, "tidak akan ada makanan mewah seperti yang kau miliki di istana atau kapalmu."
"Aku tidak akan bisa kabur. Apakah tidak bisa kalian melepaskanku? Aku benar-benar berjanji tidak akan kabur," Daniel tampak tertawa polos dan menatap kearah Seongwoo yang mengerutkan dahinya, "kalau kau tidak melepaskanku, aku tidak akan mau makan."
Seongwoo memijat kepalanya, mendadak pening dengan sifat manja sang pangeran.
.
.
Pada akhirya Seongwoo setuju untuk melepaskan Daniel dari kurungan itu. Ia mengawasinya tentu, berjalan terus didekat Daniel atau akan menyuruh salah satu anak buah untuk mengawasi. Namun, sebenarnya itu tidak perlu, Daniel sendiri yang pada akhirnya mengikuti mereka dan memperhatikan kehidupan dari mereka para bajak laut.
"Aku tertarik untuk mempelajari dunia luar sini. Berlayar bebas, berpetualang dengan sangat seru."
Seongwoo bertanya pada Daniel tentang ketertarikannya dengan bajak laut beberapa bulan setelah Daniel bersama dengan mereka. Sungguh, Daniel sangat mudah bergaul hingga sudah dekat dengan semua awak kapalnya.
"Apakah aku harus kembali ke kerajaanku?"
Daniel menghela napas, tampak kecewa setiap kali ia ingat jika ia tidak akan selamanya berada di kapal itu. Saat mereka sampai di pulau tempat kerajaannya berada, ia akan kembali. Seongwoo menoleh pada Daniel sebelum menatap anak buahnya yang tersenyum, seolah tahu apa yang dipikirikan sang kapten.
"Kita akan sedikit berputar."
.
.
"Aku berharap bisa berlayar dengan bebas sepertimu daripada berada di penjara itu."
Sudah hampir 6 bulan lamanya mereka berlayar, Daniel sudah seperti awak kapal lainnya dan berbaur dengan semuanya termasuk dekat dengan Seongwoo. Lagipula, Seongwoo yang mengajarinya untuk hidup seperti bajak laut dan meninggalkan semua kemewahan yang ia dapatkan. Malam itu, mereka berpesta setelah berhasil merompak kapal bajak laut lainnya.
Bir, makanan, daging, juga buah-buahan.
Seongwoo dan juga Daniel menepi di bagian atas kapal di ruang kemudi.
"Kalau begitu tetaplah disini. Lagipula, ternyata kau sangat berguna juga," Seongwoo tampak tertawa dan menggoyangkan gelas kayu yang baru ia isi lagi dengan bir. Daniel menatap kearah Seongwoo, tidak mengatakan apapun namun hanya memandangi dengan wajah yang sedikit memerah, "ada apa?"
"Kenapa?"
"Wajahmu memerah," Seongwoo tampak tertawa jahil dan memberikan gelas bir pada Daniel, "sudah mulai mabuk?"
"Ya, aku tidak biasa meminum alkohol sekuat ini sebelum berada di kapal ini. Kurasa aku tidak akan terbiasa dengan minuman seperti ini," Daniel mengambil gelas itu, meminumnya sekali teguk. Ia menghela napas dan tampak menatap kearah Seongwoo disampingnya.
"Hei Seongwoo," Seongwoo hanya bergumam dan membalas tatapan berkabut dari Daniel, "apakah aku benar-benar boleh bersama denganmu?"
"Tentu, kau adalah anak buah kapalku selama 6 bulan ini. Kenapa tidak seterus--"
"Selamanya~?" Daniel tampak bergumam dan memiringkan kepalanya.
"Tentu."
"Baguslah," Daniel tersenyum lebar, "karena aku menyukaimu Seongwoo~ saaaangat menyukaimu~"
Seongwoo membulatkan matanya dan menatap Daniel yang masih tertawa-tawa. Masih dalam kondisi mabuk kerat, "apakah kau juga menyukaiku Seongwoo~? Aku berharap kau menyukaiku~"
"Aku--"
"Wajahmu merah, apakah kau juga mabuk Seongwoo~?" wajahnya memang memerah, Daniel tampak mendekat, dan memegang dagu Seongwoo, "aku ingin merasakan bibirmu. Kurasa bibirmu sangaaat manis..."
Daniel tampak mengecup bibir Seongwoo, beberapa kali dan semakin dalam. Seongwoo tampak kaget awalnya namun menutup matanya dan menikmati setiap ciuman yang semakin panas dan dalam itu. Hingga tangan Daniel menelusuri bagian bawah Seongwoo.
Dan malam itu, ditengah suara hiruk piruk awak kapal mereka, dan kembang api yang dinyalakan bersahutan, napas mereka beradu saat panasnya hubungan mereka menjadi satu rahasia yang tidak diketahui oleh semua orang malam itu.
Hanya mereka berdua.
.
.
"Kembalilah," Seongwoo tidak membalikkan tubuhnya menatap Daniel, "tempatmu bukan disini. Kerajaanmu membutuhkanmu daripada kapal ini. Kau tidak akan pantas berada ditengah lautan dengan gaya hidupmu."
"Seongwoo, kau bercanda. Kau tahu aku bisa beradaptasi dan bersama dengan kalian selama 6 bulan ini. Apakah ada hal yang tidak kau beritahu padaku?"
...
"Kau tahu kenapa aku ingin tetap berada di kapal ini. Jika tidak, makan tidak mungkin malam itu kau--"
"Kita berdua sedang mabuk. Jangan terlalu berharap jika aku akan menyukaimu dan ikut di daratan denganmu. Lagipula, aku tidak ingin ditertawai oleh orang-orang yang akan menghinaku karena berani berharap akan bersama denganmu yang seorang pangeran," Seongwoo tertawa dan melirik kearah Daniel dari sudut bahunya, "kau yakin aku menyukaimu? Aku bahkan tidak pernah mengatakan cinta padamu."
"Seongwoo," Daniel menatap Seongwoo dengan tatapan serius, "kalau kau memang tidak memiliki perasaan padaku, katakan itu sambil menatapku."
Seongwoo tampak diam, sebelum berbalik dan menatap Daniel tepat di matanya.
"Aku tidak pernah menyukaimu, sejak awal aku hanya membutuhkan harta yang mereka keluarkan untuk menebusmu."
Dan saat itu Daniel tersentak, hanya bisa berdiri di pelabuhan dimana kapal di depannya akan berlayar. Seongwoo sendiri tampak hanya berjalan dan akan masuk ke kapalnya sebelum salah satu penjaga disana tampak menghadap padanya dan menepuk pundaknya.
"Bagus. Anak buahmu akan aman, mereka akan kembali ke kapal setelah kau menjauh dari pulau ini."
Seongwoo tampak menggigit bibir bawahnya, tentu saja ia mengembalikan Daniel di tempatnya adalah bukan keinginannya. Bagaimanapun menyangkal ia memang menyukai Daniel seperti pemuda itu menyukainya. Namun, pihak kerajaan menangkap dan mengancam akan memancung beberapa awak kapalnya termasuk Hyeongseob yang merupakan sahabatnya sejak kecil.
Ia harus memilih antara perasaannya atau keluarganya. Dan pada akhirnya ia memilih untuk menyelamatkan keluarganya.
.
.
"Ugh..."
Seongwoo menggantungkan kepalanya menyender pada tepi kapalnya. Ia memuntahkan makanannya untuk kesekian kalinya karena mabuk. Sungguh, sudah bertahun lamanya ia berada di kapal ini dan ia tidak pernah mengalami mabuk laut. Ia benar-benar merasa aneh selama beberapa bulan ini ia selalu saja merasa mual pada saat pagi hari.
"Kapten, kau masih merasa mual?"
"Tidak apa-apa, tetapi kurasa sebaiknya kita singgah sejenak di pulau terdekat. Aku hanya tidak ingin keadaanku menghambat perjalanan..."
Semua awak kapal tampak khawatir pada Seongwoo yang kesehatannya menurun beberapa bulan ini. Mereka sudah merasa bersalah karena Seongwoo berpisah dengan Daniel saat mereka juga menyadari perasaan antara mereka berdua. Terlebih karena alasannya adalah karena kecerobohan mereka yang ditangkap oleh pihak kerajaan dan dijadikan sandera.
"Jangan selalu terlihat kalian merasa bersalah seperti itu. Aku akan baik-baik saja."
.
.
"Tidak apa, gejalamu itu lumrah dalam usia kandunganmu yang beranjak 3 bulan."
Mereka menepi di salah satu pulau untuk memeriksakan keadaan Seongwoo. Mualnya semakin parah dan ia sama sekali tidak nafsu makan. Seongwoo menemui salah satu dokter disana dengan menyamar sebagai orang biasa. Namun, ia tidak pernah menyangka akan mendapatkan kabar seperti itu.
"Tunggu, kau bilang kapt--tuan kami sedang hamil?"
"Oh? Kukira kalian sudah mengetahuinya," dokter itu menatap Seongwoo yang masih kaget dan terdiam, "ya, dia sedang hamil. Usia kandungannya memasuki bulan ketiga. Nafsu makan memang akan berkurang karena mual di pagi hari. Aku akan memberikan beberapa herbal untuk mengurangi mual juga memberikan minuman untuk vitaminnya."
Seongwoo menatap bagian perutnya, lalu menoleh pada Hyeongseob yang menemaninya. Ia tidak perlu berpikir dua kali siapa ayah dari anak yang ia kandung, ia tidak pernah melakukan sex selain bersama dengan Daniel malam itu.
.
.
"Tidak perlu menuruti apa yang diinginkan anak ini. Aku masih bisa menahannya kalian tahu?"
Para awak kapal sangat menyayangi kapten mereka. Dan semenjak mengetahui sang kapten tengah hamil, semua kebutuhan segera disiapkan oleh mereka. Dan setiap ia menginginkan sesuatu tentu saja mereka akan memenuhinya dengan cepat.
"Kapten hampir selalu bisa memenuhi permintaan kami. Jadi, sekarang kami yang akan melakukannya untukmu dan juga calon penerus kapten kami," Woojin yang merupakan awak kapal lainnya berbicara sambil membawakan beberapa buah-buahan yang bahkan seharusnya tidak ada di pulau tropis dekat pantai hanya karena Seongwoo menginginkannya.
Semua orang mengiyakan Woojin. Meski beberapa dari mereka adalah Alpha dan sebagian adalah Beta juga tidak ada Omega, mereka menghormati Seongwoo yang merupakan kapten mereka meski dia adalah seorang Omega.
"Kalau begitu, aku ingin buah-buahannya yang dingin ditambah dengan mustard dan juga saus ya. Lalu kita makan bersama-sama," semua awak tidak bisa menolak. Ini bukan pertama kalinya Seongwoo meminta yang aneh-aneh dan melibatkan mereka.
.
.
"Arah anginnya tidak bagus..."
Seongwoo mengeratkan coat yang ia kenakan di punggungnya. Langit yang awalnya tampak terang sekarang berubah sangat gelap. Kandungannya sudah beranjak 9 bulan ia akan melahirkan kapanpun. Ia sudah mulai merasakan nyeri-nyeri dan kontraksi palsu sejak beberapa hari yang lalu tetapi tidak ada tanda akan melahirkan. Awalnya para awak menyarankan untuk berbalik arah dan menepi di salah satu pulau disana sambil menunggu kelahiran, namun pada akhirnya Seongwoo memaksa untuk meneruskan perjalanan.
"Kapten, cuaca tidak bagus! Sebaiknya anda kembali ke kamar," Hyeongseob menghampiri dan mengeratkan coat yang dikenakan oleh Seongwoo. Seongwoo menghela napas, memijat pinggangnya yang pegal dan juga kram, "apakah kau tidak apa? Masih terasak kram?"
"Begitulah, anak ini benar-benar tidak bisa diam hari ini," Seongwoo menggeram pelan dan tampak menarik napasnya dalam-dalam. Ia melihat beberapa kali petir terlihat jelas di dekat mereka, "badai akan datang. Persiapkan semua hal untuk mempertahankan kapal dan menembus badai."
"Baiklah Kapten."
Hyeongseob berbalik dan meninggalkan Seongwoo sendirian di ruangannya. Ia menghembuskan napasnya lagi, menyangga tubuhnya dengan satu tangan ia letakkan diatas meja.
"Kuharap belum saatnya..."
.
.
Kapal terombang ambing dengan dahsyat karena badai yang datang beberapa jam setelah itu. Awak kapal tampak mencoba mempertahankan layar agar tetap mengembang, sambil mencoba untuk menyeimbangkan kapal. Seongwoo melihat dari ruangannya, semua awaknya tampak kewalahan karena badai lebih kuat daripada yang mereka duga.
"Sssshm," Seongwoo memegang perutnya. Sangat keras dan kencang, juga rasa mulas yang ia rasakan semakin sering. Ia tidak tahu apakah ini kontraksi palsu atau tidak, namun yang pasti ia merasa anak dalam kandungannya sangatlah diposisi yang rendah seolah akan lahir saat itu juga.
Atau sebenarnya ia sadar, itu adalah kontraksi dan anaknya akan lahir saat itu. Namun, ia mencoba untuk menyangkal. Ia membawa jubahnya dan menutupi seluruh tubuhnya terutama perutnya selain bagian wajah. Dan dengan segera ia membuka pintu dan keluar dari ruangannya menuju kemudi kapal.
"Kapten?! Kau harusnya berada di dalam ruanganmu saja. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada anakmu?"
"Berhentilah menghawatirkanku. Jangan biarkan layar kapal rusak, tetap perhatikan arah angin," Seongwoo memegang kendali kapal, menahannya agar tidak berputar. Saat seperti ini, ia tidak bisa memikirkan keadaannya sementara ada belasan awak kapalnya yang menantang nyawa. Ia biarkan kontraksi demi kontraksi terjadi, ia mencoba terus mengarahkan awak kapalnya untuk mengendalikan kapal agar tidak terbalik.
"NGGGH!!!"
Tentu semakin lama kontraksi itu mengganggu, semakin sering dan kuat. Perutnya sangat mulas, ia bahkan tidak tahu apakah ketubannya sudah pecah atau belum karena tubuhnya diterpa oleh hujan angin yang membuat sekujur tubuhnya basah. Ia merasakan sesuatu sudah mendorong lubang lahirnya. Ia melihat kearah bawah, celananya sedikit mengembung.
"Hyeongseob," ia menarik napasnya dan mengaturnya perlahan, "Hyeongseob!"
"Kapten!" Hyeongseob berlari menghampiri Seongwoo dan menahan tubuhnya yang akan jatuh.
"Apa yang kau lakukan?! Aku tidak menyuruhmu kemari untuk menangkap tubuhku," Seongwoo menahan kemudi kapal, "gantikan aku. Kau akan kubunuh kalau sampai tidak benar mengendalikan kapal. Biar kuurus anak ini..."
"Biarkan seseorang membantumu--"
"Jika ada seseorang yang punya waktu untuk membantuku, sebaiknya ia turun dari kapal ini. Masih banyak yang lebih penting yang bisa dilakukan," Seongwoo berpegangan pada kayu kapal dan berjalan sedikit kesusahan karena tubuh bayi sudah menghimpit sekitar kakinya. Ia tidak bisa berjalan hingga kamarnya, terduduk diantara kotak-kotak kayu yang diikat oleh tali yang kencang.
"Kau memilih untuk... hnggh... lahir disaat, yang--akh... t-tidak tepat," Seongwoo berusaha dengan susah payah untuk melepaskan celana yang ia kenakan. Hanya sebatas bokongnya yang sudah tampak dengan bagian tubuh bayi yang mengintip diantara lipatan itu. Ia perlahan meraba bayinya itu, tampak tidak berambut dan bukan seperti kepala bayi.
"Sial... sial sial," ia bergumam, menyadari posisi bayi yang sungsang dan yang ia pegang adalah bagian bokong bayi tersebut. Ia refleks menutup erat matanya saat kontraksi dirasakan olehnya. Memegang salah satu tali yang mengikat balok kayu itu, ia duduk sedikit menungging dengan dua lutut menyentuh lantai yang licin itu.
"H-haaah... hah... sial, ini lebih sakit daripada yang kuduga," Seongwoo menutup matanya, menggigit bibirnya sekuat yang bisa ia lakukan dan mengedan, "aaaah... AAAARRRGH!!! Haaah... hmm... NGGGH!!!"
Semua awak kapal tampak mendengar teriakan sang kapten ditengah hujan tersebut. Mereka khawatir, namun tentu saja Seongwoo tidak akan memperbolehkan mereka untuk meninggalkan tugas mereka.
"AAAAKH!!!" Seongwoo sedikit bersyukur karena ia berada di tengah hujan. Rasa sakit yang ia rasakan saat ini membuatnya melemah. Beberapa kali ia terisak sesekali, saat tubuhnya merasakan setiap inchi tubuh bayi turun dan melebarkan lubang kelahirannya, " oh god!"
Seberapapun kuatnya ia mengedan, tubuh bayi cukup besar hingga lubangnya tidak cukup besar. Ia mengambil pisau di ikat pinggangnya, menyender pada balok kayu itu sebelum menggunakan pisau itu dengan hati-hati menyayat sedikit di bagian lubang lahirnya.
Tentu saja rasanya sangat sakit, ia hampir tergelincir dan pingsan, namun hanya itu cara satu-satunya agar anak ini lahir. Darah menetes, namun tekanan itu sedikit berkurang saat ia mengedan dan kaki dari bayi didalam kandungannya lahir dan menggantung hingga setengah pinggang.
"Ngggh..." awak kapalnya yang berada didekat sana tampak khawatir, namun cukup kaget melihat bayinya yang berukuran cukup besar sudah menggantung diantara kakinya. Ia berusaha menahan balok kayu itu agar tidak tumbang dan melindungi Seongwoo. Seongwoo sendiri membawa kedua tangannya, menyender dengan setengah duduk di balok itu.
"Uuuuughhh," tangannya mencoba untuk menarik pelan tangan bayi itu, beruntung cukup mudah meski rasa sakitnya tidak berkurang. Ia sedikit beristirahat dan memegang kedua lututnya saat bayi itu sudah menggantung hanya tinggal melahirkan kepalanya.
"Kapten, kita berhasil melewati badai! Sedikit lagi," Hyeongseob berteriak dari kemudi kapal, Seongwoo hanya bisa mengangguk dan tertawa lemah. Ia mengatur napasnya berulang kali, berusaha untuk mengumpulkan tenaganya dalam satu dorongan terakhir.
"NggggHHH!!!! Hhaah... hhuuf.... AAAAARGH!!!!" Seongwoo dengan sigap menangkap bayi itu saat tubuh bayi meluncur sepenuhnya. Ia terduduk dan menyenderkan kepalanya ke belakang, mendekap bayi yang menangis keras itu, yang masih terhubung dengan tali pusatnya dalam dekapannya.
Seolah pertanda semua berakhir, ia bisa melihat langit yang perlahan cerah diatasnya, dan badai perlahan tampak mereda hingga hanya tersisa hujan yang mengguyur. Kapal mereka tidak terkoyak, hanya beberapa layar yang hancur karena tersapu oleh ombak juga beberapa buah kotak kayu besar yang terbawa ombak.
"Kapten!" Saat semuanya terlihat terkendali, semua awak kapal dengan segera berlari menghampiri Seongwoo yang masih tidak memiliki tenaga dan hanya duduk di salah satu sudut kapal. Kontraksi terjadi, Seongwoo tampak mengedan sekali, sebelum plasentanya lahir. Ia memotong tali pusat dengan pisau dan salah satu awak kapal yang sempat masuk memberikan handuk kering untuk menyelimuti bayi itu.
"Apakah anda akan mengatakannya pada Pangeran Daniel, Kapten?"
"Tentu," ia menarik napasnya dan tampak menutup matanya. Kelelahan karena apa yang ia alami semalaman tadi, "kurasa. Ia punya hak untuk bertemu dengan ayahnya yang lain..."
Seongwoo mengusap wajah bayi di gendongannya perlahan.
"Tetapi tidak sekarang. Aku melahirkan bukan berarti aku akan berhenti berlayar saat ini juga. Hanya karena satu pria itu, kita tidak mungkin berputar balik lagi," Seongwoo memutar bola matanya.
"Suatu saat... suatu saat mereka akan bertemu."
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRTH STORY OF MALE PREGNANCY (OngNiel Vers.)
Short StoryKumpulan Oneshot kisah Ongniel dengan tema Male Pregnancy; adaptasi dari karya @DarknessSinn :))) Warn: BxB. M-Preg. Don't Like, Don't Read.