"Ba-bagaimana ini Daniel....?"
Pemuda berparas manis itu menunjukkan tiga buah test pack dengan garis dua pada pemuda disampingnya. Rasanya ia ingin menangis, itu hanyalah satu malam dimana mereka sama-sama sedang mabuk. Sex itu, bahkan ia sama sekali tidak mengingatnya dengan jelas meski ia yakin jika ia melakukannya dengan sang sahabat Daniel.Daniel dan Seongwoo bersahabat baik sejak kecil. Bahkan Daniel sudah menganggap Seongwoo sebagai saudaranya sendiri--atau itu adalah pengakuannya. Ia menyukai sahabat masa kecilnya itu bahkan lebih daripada teman biasa. Namun ia yang hanya seorang yatim piatu tentu saja tidak akan bisa disamakan dengan Seongwoo yang hidup di keluarga yang sangat berkecukupan.
Seongwoo adalah seorang anak pengusaha kaya di negara mereka. Keduanya bertemu di panti asuhan tempat Daniel tinggal, dan mereka juga bersekolah satu sekolah sejak sekolah dasar hingga sekarang SMA.
Persahabatan mereka sama seperti yang lainnya, sebelum malam itu ketika sebuah kata 'coba-coba' membuat mereka mabuk setelah menemukan botol bir di samping kamar Daniel, dan mereka meminumnya hingga mabuk.
Bukan hanya sekedar mabuk, tetapi malam itu mereka juga melakukan sex tanpa mereka ingat jelas, dan mengakibatkan 2 bulan kemudian Seongwoo mendapati dirinya hamil.
"Kita bicara sama orang tuamu ya Woo? Aku bakal tanggung jawab kok."
.
.
"TIDAK! KALAU MASIH INGIN TINGGAL DENGAN KAMI, KAU HARUS MENGGUGURKANNYA DAN JANGAN KEMBALI BERTEMU DENGAN ANAK YATIM PIATU ITU!"Ayahnya murka. Seongwoo tampak takut, karena ayahnya bahkan tidak membiarkan Daniel masuk saat Daniel menemaninya. Dan ia segera dicerca saat mengatakan jika ia sedang hamil anak dari sahabatnya tersebut. Ibunya biasanya akan membantu, namun saat ini terlalu shock untuk tahu anaknya hamil diluar pernikahan. Meski ibunya menyukai Daniel, namun yang dilakukan keduanya membuat ia kecewa.
"Nggak! Daniel juga udah mau tanggung jawab, kenapa harus digugurin yah?"
"Kamu masih kelas 1 SMA sayang, Daniel anak yang baik. Tetapi sekolah kamu juga penting..."
Seongwoo terdiam, ia hanya bisa menunduk dan tidak mengatakan apapun.
"Nanti malem mama antar ke dokter kenalan mama. Kita gugurin aja ya sayang... nanti mama yang bilang ke papa supaya kamu masih bisa ketemu sama Daniel," kembali saat ibunya mengusap kepalanya, Seongwoo hanya terdiam.
.
.
Dan malam itu, saat ia tengah kabur ketika ibunya akan mengantarkannya untuk mengaborsi anak dalam kandungannya, ia menemukan dirinya sudah berada didepan kamar kost dari Daniel.
"Woo?"
Seongwoo tidak mengatakan apapun, dan hanya melemparkan tubuhnya ke pelukan sahabatnya itu juga terisak. Malam itu, dengan segera Seongwoo menceritakan semua hal yang terjadi di rumah. Daniel hanya mendengarkan sambil mengangguk pelan.
"Kamarku kecil, dan aku ga punya banyak uang. Ga papa kalau kamu tinggal disini?"
"Nggak apa, aku ga mau gugurin kandunganku Niel. Aku yang malah harusnya tanya, aku bakal ngerepotin banget pasti habis ini," Seongwoo menghela napas dan masih menyenderkan kepalanya di tubuh sahabatnya itu.
"Si bego, kapan kamu ga ngerepotin aku?" Seongwoo memukul kepala Daniel yang menggodanya, dan Daniel hanya tertawa dan sedikit mengaduh. Ia melihat perut Seongwoo yang masih tampak biasa, "boleh pegang?"
"Hm... ngapain tanya?"
Daniel tampak memegang perut Seongwoo dan mencoba merasakan bayi didalamnya.
"Kayaknya belum ada apa-apa ya? Bahkan kamu lebih gendut pas sempat naik berat badan 10 kilo pas SMP."
"Ya namanya juga baru 1 bulan bego," Seongwoo tampak menarik rambut Daniel dan membuatnya kembali mengaduh. Ia tertawa, membiarkan saat Seongwoo merebahkan dirinya di pangkuan Daniel dan Daniel mengusap kepala Seongwoo dengan lembut.
"Aku bakal bantuin kamu sampai bayinya lahir. Lagian ini juga bayi aku kan?" Seongwoo hanya diam, dan ia mengangguk pelan.
Seongwoo terdiam selama beberapa saat, tidak membiarkan perasaannya sampai terlihat dan terbawa didepan Daniel. Mereka sudah bersahabat, dan ia tidak ingin persahabatan mereka jauh lebih hancur karena Daniel tahu ia juga menyukainya.
Lagipula Daniel sudah punya kekasih perempuan yang cantik, ia hanya seorang sahabat biasa. Setelah bayinya lahir, ia tidak akan mengganggu Daniel lagi. Ia bahkan tidak tahu juga Daniel juga menyukainya, dan tidak mengatakan apapun pada Seongwoo dengan alasan yang sama. Kekasihnya hanyalah sebuah alasan agar ia bisa mengalihkan perasaannya pada Seongwoo.
Meski itu tidak berhasil.
.
.
Berbulan-bulan, mereka tetap bersekolah dan Seongwoo menyembunyikan kehamilannya yang semakin membesar dengan jaket yang besar. Beruntung sekolah mereka memang memperbolehkan menggunakan jaket. Daniel menuruti semua yang diinginkan oleh Seongwoo sebisa mungkin.
Mengidam apapun, pasti akan langsung dibelikan oleh Daniel. Juga saat Seongwoo merasa pegal ia akan memijatnya, dan saat marah juga akan ditenangkan oleh Daniel. Kehidupan mereka biasa-biasa saja, hingga bulan ke-7 kehamilannya perutnya semakin membesar dan semakin susah untuk disembunyikan dari pihak sekolah.
"Hari ini kau sangat aktif."
Sejak pagi perutnya beberapa kali kram dan bayinya menendang. Ia sama sekali tidak berkonsentrasi saat belajar, dan hanya ingin hari ini selesai, pulang, dan mungkin sedikit pijatan dari Daniel akan membuatnya membaik.
"Seongwoo..."
"Mama," Seongwoo melihat ibunya yang tampak menghampiri di gerbang sekolah. Ibunya mendekat dan tersenyum padanya. Ia memperhatikan anaknya itu sebelum ibunya melihat perutnya yang sedikit terlihat dari jaketnya, "ada apa?"
"Pulang ke rumah ya," ibunya yang masih menghubunginya untuk kembali ke rumah, "mama sudah bilang sama papa kamu. Kamu boleh ngelahirin bayi itu, tapi kamu tetap ga boleh ketemu sama Daniel lagi."
Ia tahu bagaimana keras kepalanya ayahnya, dan jika ayahnya bisa sampai menyetujui ia mempertahankan kandungannya, ia tidak bisa membayangkan bagaimana ibunya membujuk ayahnya tanpa lelah.
Tetapi, bagaimanapun juga ia membutuhkan Daniel disaat seperti ini. Bayinya membutuhkan ayahnya meski mereka bahkan tidak terikat dengan sebuah hubungan lebih dari sahabat. Ia menghela napas.
"Aw," Seongwoo memegang perutnya yang mendadak tegang. Ibunya tampak kaget dan mendekatinya.
"Sayang, kamu ga papa?"
"Nggak, mama pulang aja. Bilangin papa, aku ga mau pulang kalau akhirnya ga boleh ketemu Daniel," Seongwoo tampak menghela napas, ia berbalik dan memilih masuk ke dalam sekolah lagi saat ibunya hanya menatapnya menjauh.
.
.
Ia mengira itu hanya karena ia merasa kesal hingga membuat bayinya kesal. Tetapi, saat ia memutuskan untuk diam di salah satu koridor sekolah, perutnya semakin sakit dan kencang. Perutnya juga keras saat ia memegangnya. Ia meringis sesekali, bayi dalam kandungannya semakin turun.
'Ini baru tujuh bulan...'
Ia tidak kuat saat perutnya semakin kencang, hanya duduk di kursi kelas dan mengatur napasnya. Ia mengambil handphonenya dan mengirimkan pesan pada Daniel yang segera datang beberapa menit setelah itu meski saat itu ia sedang bersama dengan kekasihnya.
.
.
"Mulas sekali," Seongwoo menarik napasnya dan menghembuskannya, mengaturnya agar bisa mengurasi rasa mulas yang ia rasakan. Karena usia mereka masih belia dan jika mereka ingin mendaftar di rumah sakit harus dengan persetujuan orang tua, Seongwoo mau tidak mau harus melahirkan di kamar Daniel.
Ya, sepertinya kontraksi yang dirasakan oleh Seongwoo tadi yang artinya ia akan melahirkan.
"Sudah mulas lagi?" Seongwoo mengangguk, memeluk bantal besar didepannya, mengerang pelan saat kontraksi kembali terjadi sambil menahannya dengan membenamkan wajahnya di bantal. Daniel hanya bisa memijat punggung bawah Seongwoo, sambil sesekali mengusap peluh di wajahnya, "gimana kalau aku minta tolong sama keluargamu Seongwoo? Kita bisa ke rumah sakit..."
"Nggak. Kalau aku pulang, aku ga bakal dibolehin ketemu sama kamu lagi," Seongwoo sedikit terisak, Daniel tahu konsekuensi itu. Tetapi, baginya keselamatan Seongwoo tentu saja yang paling penting. Ia merasa sangat senang saat tahu Seongwoo lebih memilih bersama dengannya, namun ia juga khawatir dengan keadaan sahabatnya itu, "aduh... hhh... basah Niel..."
Daniel membantu Seongwoo untuk mengangkat tubuhnya, memang kasur yang menjadi alas dari duduk Seongwoo basah.
"Ketubannya udah pecah, mau ganti tempat?"
"Bantu," Seongwoo bergumam, Daniel membantunya untuk berdiri dan Seongwoo berjalan bolak balik sambil memijat punggung belakangnya saat Daniel mengganti seprai dengan yang lebih bersih.
"Hnggggh..."
Beberapa kali Seongwoo berhenti dan melebarkan kedua kakinya sedikit karena merasa mulas dan tidak bisa menahan untuk tidak mengedan. Rasa mulasnya itu semakin intense dan cepat, membuatnya semakin tidak nyaman dengan langkahnya, "kayaknya bayinya udah turun banget. Eungggh..."
"Woo, jangan dorong dulu. Sini biar kuperiksa!"
Daniel membantu Seongwoo, menidurkannya di tumpukan bantal di kasur. Seongwoo memegang kedua lututnya dan melebarkannya. Daniel bisa melihat, ada tonjolan berambut yang sudah menyangkut di lubang yang ada dibawah penis Seongwoo.
"Kepalanya udah kelihatan karena tadi kamu udah ngedorong Woo..."
"Mules banget Niel, duh... pengen ngeden lagi," Daniel membantu, memegang kedua kaki Seongwoo, "kalau udah mules, dorong yang kuat ya."
"Nggh... s-sekarang," Seongwoo memegang lutut dalamnya dan menariknya mendekati tubuhnya, "NGGGHHH!!! Haaaah... hh... MMMMMHH!!!!"
"Lebih kuat Woo."
"H-haaah... s-sakit banget Niel... NNGGGHHH!!!" Seongwoo berusaha untuk mengedan beberapa kali. Bahkan wajahnya sangat memerah dan berkeringat banyak, "Akh... hhah... bayinya ga mau keluar..."
"Kepalanya udah kelihatan kok, ayo coba lagi Woo," Seongwoo tampak kelelahan, namun ia segera kembali mengedan. Ia mencoba melebarkan kedua kakinya, menarik lebih dekat paha dalamnya mendekati badan.
"Hnnng!!! Hhhaaah... Ngggg!!!"
Kepala bayi memang terdorong dan membuat lubang di bawah penis Seongwoo mengembung dan merah, namun saat Seongwoo berhenti mengedan, kepala itu kembali masuk. Sudah 1 jam berlalu, tidak ada perubahan dari persalinan Seongwoo membuat Daniel khawatir. Ia semakin kesakitan, dan sudah mulai kelelahan.
"Woo, kita ke tempat orang tuamu ya..."
"NGGAK! A-aku bisa, aku ga butuh ke rumah sakit," Seongwoo mencoba untuk duduk, Daniel segera membantu, "a-aku mau jalan-jalan dulu biar bayinya turun..."
Daniel hanya melihat Seongwoo yang berusaha berdiri, berjalan sedikit melebarkan kedua kakinya hanya disekitar kamar mereka. Sesekali Seongwoo sedikit berjongkok dan mengedan, memegang kedua lututnya untuk menyeimbangkan tubuhnya.
"N-Niel... hhuuh... hmmmh..." Daniel segera mendekat, memegang tubuh Seongwoo yang akan jatuh. Seongwoo berjongkok di tempat ia berdiri dengan satu lutut diletakkan di lantai dan ia melebarkan kedua kakinya sambil memegang bahu Daniel, "ngggh!!! Hhh... HNNNGGGHH!!!"
Kepala bayinya tampak lebih turun dari sebelumnya. Daniel memegang puncat kepalanya, tidak begitu peduli dengan ketuban dan darah yang menetes mengotori lantai rumahnya.
"Ayo Woo, kepalanya udah lebih kelihatan."
"Ahh... nggg... aw! AAANGGGHHH!!!" Seongwoo merasakan sensasi terbakar di lubang lahirnya, kepala bayinya sudah turun hingga hidung bayi dan kedua matanya terlihat.
"Babynya besar, jadi susah lahir Woo. Padahal baru 7 bulan," Seongwoo menoleh kearah kepala bayi yang menonjol dan terhimpit diantara kakinya, memang kepalanya tampak besar. Bayinya yang berusia 7 bulan itu bahkan terlihat sama besarnya dengan bayi yang dikandung usia 9 bulan. Bahkan lebih besar.
"B-Bantu, Niel," Seongwoo tidur menyamping dan menarik satu paha dalamnya untuk ia lebarkan karena ia lelah dengan posisi tadi, "hnggg... huuh... huuh... Aaaaah... hhaaah... NGGGH!!!"
Ia mengumpulkan satu dorongan yang kuat untuk mengeluarkan kepala bayi. Seongwoo melihat kepala bayi itu, ia hanya bisa tersenyum dan masih mengatur napasnya. Ia tidak sabar bertemu dengan anaknya, hanya tinggal sedikit lagi.
"Niel, bantuin tarik pas aku ngeden," Daniel hanya mengangguk dan tampak sama takjubnya melihat kepala bayi itu keluar dari lubang lahir Seongwoo yang tampak kecil. Ia memegang bagian leher bayi, untung tali pusatnya tidak melilit di bagian lehernya, "n-nah... hhhuuh... hnGGGGG..."
Ia meremas pahanya dan mengedan. Tubuh bayi yang ikut terdorong, Daniel menariknya dengan lembut hingga satu bahu tampak lahir, "ayo sedikit lagi Woo!"
"NGGGH!!! Hhh... HNGGGH!!!!"
Bahu keduanya lahir hingga perut bayi. Karena tubuhnya yang juga tampak gemuk, dorongan terakhir Seongwoo tidak bisa langsung melahirkan bayinya.
"AAAAH!!!"
Dan dengan satu kali dorongan, bayi itu segera ditangkap oleh Daniel. Suara tangis itu terdengar tidak lantang, namun bayinya tampak sehat. Daniel hanya menatap bayi yang ada di tangannya, terdiam beberapa saat sebelum ia segera menyelimutinya dengan handuk. Seongwoo langsung berbaring lemas, merasakan rasa sakit itu seketika menghilang mendengar anaknya menangis.
Daniel menaruh bayinya diatas dada Seongwoo, dan mengambil handuk basah dan bantal untuk Seongwoo berbaring dan beristirahat sejenak.
"Biar aku aja, istirahat aja dulu Woo," Daniel memotong tali pusat bayi setelah menjepitnya. Mereka belajar cukup banyak tentang persalinan dan ia bersyukur ternyata kelahiran bayinya lancar. Seongwoo tampak sedikit bangkit sambil masih memegang bayinya yang sedang menyusu dan sudah tenang.
Ia mengedan beberapa kali, sebelum plasenta bayinya lahir dan segera diurus oleh Daniel. Saat Daniel selesai membereskan kekacauan, ia sudah melihat Seongwoo berpindah di ranjang kamar mereka dan bayi yang tampak tenang dan tertidur di gendongannya.
"Harusnya kamu minta tolong sama aku Woo, istirahat aja dulu."
"Kamu juga capek kali Niel, aku juga masih bisa jalan. Lihat deh, rambutnya mirip banget sama kamu pas kecil," Seongwoo tertawa, menggoda Daniel yang memang saat masih kecil, ketika pertama kali mereka bertemu memang botak seperti bayi.
"Hidungnya mirip kamu tuh, pesek banget."
"Heh!"
Daniel dan Seongwoo tampak tertawa karena perkataan mereka, kemudian diam sambil melihat bayi yang tertidur pulas itu selama beberapa saat. Daniel menoleh kearah Seongwoo, tampak gurat lelah masih terlihat di wajahnya saat itu. Ia menghela napas, hampir menangis saat melihat Seongwoo kesakitan saat melahirkan tadi. Ia bahkan merasa matanya sudah berair saat bayi mereka ia tangkap.
"Kenapa liatin gitu?" Seongwoo menoleh pada Daniel yang masih menatapnya tanpa mengatakan apapun.
"Hei Seongwoo..."
"...hm?"
...
" Marry me?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRTH STORY OF MALE PREGNANCY (OngNiel Vers.)
Short StoryKumpulan Oneshot kisah Ongniel dengan tema Male Pregnancy; adaptasi dari karya @DarknessSinn :))) Warn: BxB. M-Preg. Don't Like, Don't Read.