Mulai?

10 1 1
                                    

Senin, hari keramat yang banyak dibenci oleh kalangan murid sekolah. Mereka bukan membenci Senin, tepatnya mereka semua benci dengan rutinitas di hari Senin, yaitu upacara bendera.

Dari sini saja dapat disimpulkan bahwa sebenarnya seorang membenci akan satu hal kadang hanya karena melihat awalnya, apa yang terjadi selanjutnya, apa inti dari semuanya bukan termasuk hitungan karena yang menjadi acuannya adalah sampulnya.

Tidak semua murid membenci Senin, seperti halnya Cempaka, ia sangat menyukai Senin karena satu yang tak pernah jauh alasannya dari Alvian. Hari Senin adalah hari praktek kelas Alvian selama kurang lebih 8 jam, itu artinya satu hari ini ia akan terbebas dari segala bentuk penindasan dan pem-babuan Alvian, ia mendapat cuti selama 2 hari dalam seminggu. Memang benar, setelah tragedi flashdisk nyemplung tong sampah tempo lalu, dirinya di sah-kan oleh Alvian sebagai babu nya selama satu semester awal, guna membantu mengerjakan tugasnya yang telah raib.

***

Dengan hati riang, Cempaka berjalan menuju ruang kelasnya,tersenyum singkat saat ada yang menyapanya atau lebih tepatnya menggoda dirinya. Di depan sana ia melihat Dirga sedang berjalan bersandingan dengan lelaki bertubuh tegap yang sangat ia kenal siapa lagi kalau bukan Alvian. Oh tidak, ini pertanda buruk. Dengan langkah seribu, ia berlari memutar arah untuk turun, mengganti rute jalannya. Tidak apa lebih jauh yang penting jantung dan kejiwaannya tetap sehat.

----

Sepertinya perkiraan Cempaka meleset, niatnya memutar haluan, mencari jalan lain adalah agar tak bertemu sumber kepahitan harinya, tapi sekarang dirinya malah tengah berada diruangan serba putih dan hanya berdua dengan Alvian.

Flashback on

Karena memutar jalan, membuat Cempaka kehilangan banyak waktu, dan sekarang telah menunjukkan pukul 06.55 , berarti sisa 5 menit lagi upacara akan dimulai.  Sekuat tenaga Cempaka berlari menuruni tangga, tepat di belokkan menuju 10 tangga terakhir, ia terpeleset air yang entah datangnya darimana, membuat pelipisnya mencium lantai  dengan gaya yang sangat tidak estetik.

Jatuh dari ketinggian kurang lebih 2 setengah meter, membuat kepalanya sakit disusul penglihatan nya yang mengabur sebelum tadi ia mendengar seorang dengan suara yang sangat ia kenal memanggil namanya,

"Cempaka!"

Flashback off

"Kak?" panggil Cempaka setelah hening begitu lama.

"Hmm?" Alvian melirik sekilas lalu kembali fokus pada laptop nya.

"Lo, ngga ikut upacara? "

"Panas, mager." jawab Alvian singkat.

"Terus, ngapain masi disini? Lo ngga ada niat ngapa ngapain gue kan? " kembali Cempaka melontarkan tanya.

"Lah, terserah gue dong, apa masalahnya ? Gue bahkan ngga ngelirik Lo sama sekali ya, jadi nggausah terlalu percaya diri."jawab Alvian ketus.

"Dih, cuma nanya doang." sahut Cempaka sambil memonyongkan bibirnya. "Ini juga kenapa harus segala diperban si Astaghfirullah, udah serasa di sinetron aja, kepentok dikit langsung perban. "

"Siti yang ngobatin, gue ngga tau apa-apa. "

Cempaka mencoba melepas perban dikepalanya, agak susah karena ia tak bisa melihat langsung dimana letak simpulnya. Alvian mendekat ikut membantu, posisinya seperti tengah memeluk Cempaka yang duduk, disaat yang bersamaan pintu UKS terbuka dengan keras.
Brakk..

while(true) { I Love(you) ; }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang