HAPPY READING!
"Sekarang cepat parkir motor kalian dan ikut saya ke ruang kesiswaan!" jelas pak Dewa memperintah mereka dengan menunjuk ke arah parkiran.Tanpa basa-basi, Utara dan ketiga temannya langsung menancap gas melewati pak Dewa begitu saja. Pak Dewa mengelus dada, pria paruh baya itu harus sabar menghadapi keempat siswa itu.
"Kita langsung ke ruang kesiswaan atau nongkrong di kantin dulu?" tanya Baskara yang merapikan rambutnya.
"Ruang itu dulu aja, deh. Gue mau cepet-cepet kelarin hukuman dari Pak Dewa," jawab Awan dengan entengnya.
"Lo percaya Pak Dewa bakal ngehukum kita? Jiwa pede lo mantep juga, ya, Wan." Langit yang ikut bersuara dengan menggeleng.
Utara yang melihat ketiga temannya dengan malas. Akhirnya, ia putuskan untuk jalan duluan. Awan, Baskara, dan Langit yang mengetahui itu buru-buru mereka meletakkan helm fullface-nya dan langsung menyusuli Utara.
"Bro, ini kita mau ke mana dulu?" tanya Baskara ulang.
"BK."
Satu kata yang keluar dari mulut Utara cukup dimengerti. Mereka jalan dengan cool-nya. Siswi yang masih berkeliaran di koridor menjerit melihat empat cowok tampan di SMA Bumantara.
"Gila! Aura gue kalo jalan di samping Utara dapet banget, ya," tutur Langit yang merapikan rambutnya.
"Lo mah emang numpang famous. Kawan macam apa lo, Ngit."
"Bukan gitu, Abas. Jiwa kegantengan gue tuh keluar kalo di samping Utara." Utara, Awan, dan Baskara yang melihat kelakuan Langit menatap dengan jengah.
"Iya. Lo doang yang top, Ngit. Yang lain bengbeng," sahut Baskara yang ada di sampingnya.
"Murah banget, Jing!" balas Langit tidak terima.
"Yang penting lo paling top di antara kita. Ribet lo kayak cewek," timpal Awan dengan kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku.
Utara yang mendengar itu sudah biasa. Bagi mereka sehari tidak adu mulut rasanya hampa. Terutama bagi Langit dan Bagaskara.
"Hey! Kalian jalan lama banget udah kayak perempuan aja!" teriak pak Dewa dari depan pintu kesiswaan.
Utara, Awan, Bagaskara, dan Langit dengan cepat menuju ruang kesiswaan. Setibanya mereka di hadapan pak Dewa. Pak Dewa langsung menyuruh mereka untuk masuk dan duduk dengan rapi.
"Kalian maunya apa, hah?" tanya pak Dewa yang emosinya sudah di ubun-ubun.
"Udahlah, Pak. Keluarin aja mereka dari sini. Saya udah nyerah nanganin mereka," sahut bu Anin yang sibuk mempoles wajahnya dengan bedak.
"Bu, mending Ibu fokus sama polesan Ibu. Kalo ikut campur takutnya nanti ketebelan bedaknya," celetuk Awan dengan pedas.
Bu Anin menatap Awan dengan tajam. "Apa kamu bilang?"
"Kata Awan saya ganteng, fix no debat!" jawab Langit dengan asal. Lalu, mendapat hadiah emas dari Awan.
"Sakit, bego!"
"Jaga omongan kamu, Langit!" tegur pak Dewa.
Langit menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Iya. Maaf, Pak."
"Hukuman buat kita apa, Pak?" tanya Utara tanpa basa-basi. Sedari tadi Utara hanya diam dengan wajah datarnya.
"Anjir, Bro. Kayaknya udah nggak sabar lo, ya, dikasih hadiah sama Pak Dewa," ucap Bagaskara dengan kekehannya.
"Sebentar saya pikir dulu." Pak Dewa berpikir sejenak. "Saya udah dapet! Saya yakin kalian suka sama hukuman saya."
Mata Awan, Bagaskara, dan Langit berbinar. Utara masih wajah yang sama, datar. Pak Dewa menatap mereka dengan senyum liciknya.
"Hukumannya adalah ...." Mata mereka bertiga semakin berbinar.
"Kalian di kelas harus duduk paling depan selama seminggu! Dan saya akan memanggil salah satu siswi yang akan mengajari kalian selama seminggu!" jelas pak Dewa dengan tubuhnya yang disenderkan ke kursinya.
"APA?" teriak Awan, Langit, dan Bagaskara dengan kagetnya. Utara mengusap telinganya karena suara mereka begitu menggangu Utara.
"Kalian suka, 'kan? Wah, pasti suka dong," ucap pak Dewa dengan puas.
"Pak, mendingan saya disuruh lari lapangan atau nggak bersihin toilet. Daripada disuruh apa tadi? Duduk paling depan dan diajarin sama salah satu siswi selama seminggu? Bukan gaya saya banget, Pak," tolak Langit dengan heboh. Langit tidak terima dengan hukuman yang diberikan oleh pak Dewa. Begitupun dengan mereka.
"Hukuman yang menarik, Pak. Kalau perlu selamanya aja, Pak," sahut bu Anin yang mengompori.
"Bu Anin yang cantik. Ibu mending diem deh, ya," ucap Langit dengan kesal.
"Saya emang cantik. Dari mana aja kamu selama ini?"
"Dari hatinya Ibu."
"Saya nggak mau sama anak bandel kayak kamu."
"Ah, Ibu. Suka gitu, deh. Awas, lho, benci jadi cinta."
"Amit-amit, Ya Allah."
Awan dan Bagaskara terkekeh melihat kegenitan Langit. Utara langsung bangkit dan berucap, "Hukuman saya terima."
Setelah berucap seperti itu Utara langsung keluar ruangan tanpa menunggui ketiga temannya. Awan, Langit, dan Bagaskara yang melihat Utara langsung menyusulinya. Tidak lupa, Langit memberi mata genitnya ke bu Anin. Bu Anin merespon dengan mendelik geli. Bisa-bisanya siswa menggoda dirinya.
TBC!- Salam hangat, Hara
KAMU SEDANG MEMBACA
UTARA
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA, KIW] Dari cover sampai naskah cerita adalah murni hasil karya saya sendiri. Plagiat tidak diperkenankan membuka lapak saya ⚠ Blurb : Pernahkah kalian mendengar pepatah 'Musuh Dalam Selimut'? Ah, sepertinya tidak asing, 'kan? Ya...