bagian empat

14 5 6
                                    


Entah aku pengecut, atau kau tidak peka.

⬜🧡⬜

Hari ini, aku temukan lagi diriku yang akan menulis tentangnya. Ah, apa kalian bosan? Aku harap tidak. Karena cerita ini masih akan berlanjut. Dan mungkin tidak akan pernah berhenti.

Jangan pernah bosan ya untuk membacanya, seperti aku yang tidak pernah bosan membuat dirinya tersenyum.

☘️☘️☘️

Kami berlima rencananya akan bermain ke pekan raya sore nanti, ya, pekan raya tempat para anak muda memulai kencannya. Ah, apa perlu aku juga memulai kencanku dengan Hana? Tapi, apa dia akan menolakku? Aku takut itu terjadi. Bukan takut ditolak, tapi aku takut sesuatu menyebalkan yang disebut rasa canggung nanti merusak pertemanan kami. Aku takut, Hana tidak nyaman dan memilih menjauhi. Aku pikir, itu akan menjadi hal terakhir yang kuingini untuk terjadi.

Aku masih di rumahku, rumah sederhana dengan beberapa perabotan biasa. Bukan, rumah besar seperti Ryota dan Toru. Hanya rumah minimalis, tempat tinggalku bersama ayah dan adik semata wayang yang aku miliki. Hiroki Moriuchi.

Rumah ini cukup nyaman, setidaknya bisa dibilang sangat rapih untuk ukuran pria yang mengisinya. Ada sedikit halaman di depan, dan satu pohon besar. Pohon yang selalu Hana sukai karena dahannya yang lebat sangat mendukung untuk menjadikan bawahnya sebagai tempat beristirahat.

"Ah, onii-chan ku ini nampaknya sudah betulan gila." Nada suaranya dibuat sesedih mungkin, yang bukannya menimbulkan rasa iba tapi malah rasa kesal dan membuat perutku mual.

Berdiri disana, adik semata wayangku yang menunjukkan ekspresi mengejeknya.

"Diam kau brengsek!"

"Akan ku adukan kau pada papa karena sudah mengumpat padaku."

Cih, dasar pengadu.

Dia melirik kasurku, ada satu stel baju yang tersimpan rapih. Dia menatapku bingung, seolah bertanya aku mau kemana.

"Ada pekan raya."

"Dengan siapa kau berkencan?"

"Anak-anak." Jawabku singkat, dia sudah mengerti dengan baik siapa yang aku maksud anak-anak itu. Karena, yaa ... aku hanya memiliki mereka sebagai teman dekat. Aku tidak terlalu suka bergaul, aku hanya akan menyapa sekilas atau berbicara ketika itu aku rasa penting.

Hanya mereka berempat yang sering menghabiskan waktu bersamaku, tidak heran jika Hiro sudah tahu siapa yang aku maksud.

"Kau akan terlambat pulang?"

"Tidak tahu, tapi sepertinya tidak. Kenapa? Kau takut sendirian dirumah?" Tanyaku mengejek padanya, dia memutar mata bosan. Dasar adik tidak sopan!

"Papa tidak akan pulang, dia pergi ke Kyoto untuk beberapa hari. Dan aku, sepertinya akan pulang tengah malam."

Mataku menyipit curiga, tumben sekali Hiro pulang tengah malam. Biasanya meski sedang berkencan sekalipun dia akan pulang sebelum pukul sebelas.

"Aku akan berkencan dengan Emily," jawab Hiro menjawab apa yang ada dalam benakku. Rupanya dengan gadis itu, gadis Inggris yang pindah ke sekolah kami setengah tahun yang lalu. Aku dan Hiro hanya terpaut satu tahun kelasnya. Itu mengapa, aku bisa tahu teman-teman Hiro bahkan untuk teman kencannya juga.

Garis terdepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang