Bagian 2

32.6K 4.2K 117
                                    

***

Bekerja di sebuah perusahaan penerbit mayor membuat Rasi banyak tahu mengenai karakter-karakter para penulis terkenal. Kebanyakan jauh sekali dari imej yang selama ini mereka tunjukkan di depan publik, apalagi kalau berhubungan dengan buku mereka yang sedikit telat dari jadwal pencetakan.

Seperti pemilik nama pena Oase Semesta ini, contohnya. Penulis dengan banyak novel best seller yang terkenal sangat ramah dan sederhana, yang ternyata tidak 'semanis' apa yang sering dia perlihatkan. Penulis muda keturunan konglomerat itu tidak merasa perlu bersikap 'manis' kepada pekerja-pekerja bawahan seperti Rasi dan rekan-rekannya di bagian percetakan yang menangani buku-bukunya.

"Ini serius belum selesai juga sampai sekarang?" tanya perempuan berbalut gaun Givenchy itu kepada Awan Wirawan—kepala produksi Meraki Media Publisher—dengan skeptis.

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Rasi menangani 'anak-anak' Gisella—nama asli Oase Semesta, yang telanjur memiliki kontrak dengan Meraki. Namun, tetap saja, sikap seenaknya wanita itu masih selalu membuatnya gondok setengah mati.

Dia kira menangani novel tujuh ribu eksemplar dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan segampang itu apa? Dia pikir novel-novel Oase Semesta saja yang harus mereka selesaikan segera?

"Printing all done, Gis. Pengepakan sama wrapping juga sudah setengah jalan. Bisa dipastikan besok pagi semua rampung dan tim ekspedisi siap jemput," kata Awan sabar.

"Terus kapan waktu buat signing, Mas?! Lo, kan, tau gue nggak punya banyak waktu sekarang-sekarang ini," kata Gisella dengan nada frustrasi.

"Ini masih jam sebelas siang kurang, Gis. Lo punya banyak waktu buat signing sampai besok. Toh, jumlah pre-order yang blue package nggak lebih dari seratus dua puluh eksemplar."

Gisella mendengus tidak suka. "Lo kira waktu gue cuma buat novel ini doang? Lo tahu kalau sore ini gue harus ke Singapura?"

Rasi memutar mata jengah di tengah aktivitasnya memindahkan satu tumpuk novel yang akan masuk shrink-wrapping. Lo tahu nggak kalau gue juga harus jemput anak-anak gue? bisiknya dalam hati.

"Ya terus mau lo sekarang gimana?" Awan mencoba mengikuti kemauan penulis prioritas Meraki itu.

"Signing sekarang juga. Siapin ruangan buat gue dan pastikan ruangan itu harus bersih dan nyaman."

Here we go again.

"And also, gue mau hari ini juga semua kelar. Ekpsedisi paling telat jemput malam ini," tambah Gisella tanpa pikir panjang.

Kedua bahu Rasi lantas melorot lemas. Kalau seperti ini caranya, dia tidak bisa keluar untuk menjemput Kembar. Kalau Meraki sedang kejar target seperti ini, biasanya makanan akan datang sendiri diantar oleh OB. Tidak ada yang boleh keluar tanpa alasan yang sangat mendesak sampai pekerjaan selesai.

Awan terlihat keberatan. "Lo pasti bercanda. Ekspedisi tutup sore, Gis."

"Gue nggak mau tahu, Mas. Lakukan cara apa pun supaya buku-buku gue dikirim paling telat besok pagi. Bukan kelar besok pagi," kata Gisella dengan nada final sambil melenggang pergi tanpa memedulikan orang-orang yang dia 'siksa' di belakangnya.

"Kalau bukan karena dari cuan novelnya kita makan, udah gue tendang tuh bocah satu dari dulu," kata Awan sambil mengurut pangkal hidungnya lelah.

"Kalau dia bukan anak Pak Bos juga, Mas," kata Raka—operator cetak, mengingatkan.

"Bener lo, Ka. Makin semena-mena aja tuh bocah manja." Awan mengedik. "Ya udah, lo pada lanjutin aja kerja. Tinggal dikit lagi, kan? Nanti buat makan siang, biar si Dadi aja yang bawa ke sini."

TRIPLETS SERIES [1] : EVERYTHING IN TIME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang