***
"So, kenapa lo tiba-tiba check -in di hotel kayak nggak punya tempat buat nginep aja di Jakarta?" tanya Rasi kepada Hana tak lama setelah mendengar kabar dari si Kembar kalau sahabatnya itu menginap di hotel. "damn, di Ritz, lagi. Kelebihan duit, lo?"
Hana terkekeh sambil mengunyah sepotong Beng-Beng. "Males pulang ke rumah. Lagi butuh suasana ekslusif buat nenangin diri. Surabaya was sucked. Gue pikir spa lounge di Ritz lumayan bisa bikin rileks."
Rasi memicingkan mata. "Lo nggak pernah make kata 'sucks' buat mendeskripsikan pekerjaan lo. Secapek secapek apa pun itu. Saking cintanya lo megang kamera, Na. So, What's going on? Ada sesuatu yang gue lewatkan di Surabaya?"
Salah satu hal yang membuat Rasi iri pada sahabatnya itu adalah, she's living her own dream. Memiliki Pekerjaan pekerjaan yang dia cintai dan hidup sesuai dengan apa yang dia mau. Tidak ada aturan dan tuntutan yang memaksanya melakukan hal-hal yang tidak dia sukai. Keluarganya sudah angkat tangan semenjak dia mulai menyogok mereka dengan uang bulanan berdigit bertahun-tahun lalu.
Sahabat Rasi yang kerap kali merampok snacks si Kembar ketika berkunjung itu bekerja sebagai fotografer profesional di sebuah agensi hiburan ternama. Mewujudkan cita-cita yang dulu mereka rangkai bersama-sama.
Fotografi adalah satu dari sekian banyak hal yang membuat persahabatan mereka awet hingga belasan tahun. Rasi dan Hana memiliki hobi yang sama sejak pertama kali menginjakkan kaki di pelataran kampus ibukota. Bedanya, sampai sekarang Rasi hanya menyalurkan hobi tersebut di sela-sela waktu luang, sedangkan Hana, bisa sampai mewujudkannya sebagai profesi.
"Panji. Gue nggak sengaja ketemu sama si bajingan burung kecil itu di Allumbra. Gue udah hampir teler pas dia ngajak ke Shangri-La, padahal dia bawa ceweknya sendiri, Ras! Fuck! Ya ngamuk lah tu cewek sampe jambak segala! Mana mulut kotornya itu ngehina gue waria Taman Lawang, lagi!"
Waria Taman Lawang. Rasi tertawa mendengarnya. Bukan karena setuju, melainkan sebaliknya. Penampilan Hana memang ada unsur waria-warianya, namun dalam definisi gaya yang lebih keren. Astaga, waria!
Rasi ingat dengan Panji. Mantan kekasih Hana yang sempat mendapat titel mantan terindah sebelum pria itu merusaknya sendiri dengan sikap super berengseknya.
"Mau apa lagi si Panji? Ngajak balikan atau ngajak ena-ena?" sarkas tanya Rasi sarkastis.
"Apa lagi? Sejenis anjing kebelet kawin kayak dia pasti ngajak yang kedua. Sialan. Dia pikir dia seganteng itu apa sampe gue rela ngelakuin something stupid sama dia?"
Seringai Rasi mengembang. "Masih mending Ello kemana-mana, ya nggak?"
Hana terbahak. "Damn, ya iyalah! Ke mana-mana di sini nyampe ke ranjang, kan, maksud lo, Ras?"
"Si kampret. Ya nggak tahulah, you tell me. Ello, kan, bekas lo."
"He was so fucking great, just in case you wanna know. Mukanya aja sepolos Tom Holland, dalemannya, beuuuh, sesangar Tom Ellis. Liat. Legit."
Rasi memasang raut jijik. "Euw, I don't need to hear the details."
"Why? Padahal bisa lo jadikan bahan perbandingan sama si Mahessa fucking Warren."
"Oh, shut the fuck up!" umpat Rasi.
"Mi, language," sahut sebuah suara yang baru saja datang bergabung. Rasi meringis meminta maaf.
Kai, dengan rambut yang terlihat berantakan, berkata sambil mendudukkan dirinya di pangkuan Rasi. Ia menyodorkan sebuah ikat rambut biru cerah kepada Maminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIPLETS SERIES [1] : EVERYTHING IN TIME
General FictionTERSEDIA HINGGA CHAPTER 15 (CHAPTER 16-BONUS DI POSTING DI KARYAKARSA) Judul Sebelumnya : [TRIPLETS SERIES] 1 : Mami Rasi dan 3 Ai Delapan tahun yang lalu, Mahessa Warren meninggalkan Rasiana Virgia dengan surat cerai yang telah ia tandatangani. D...