Bagian 13

21.3K 3K 35
                                    


***

"Kamu mau bawa aku ke mana? Let's talk outside. Di luar kantor. I need space."

"Ke tempat di mana seharusnya kita terlihat bersama, Mahessa."

Alias tempat sepi.

Rasi membawa Mahessa ke bagian luar gudang penyimpanan yang letaknya paling ujung dan jarang dikunjungi siapapun. Tempat kecil yang hanya berisi tumpukam kardus sampah dari potongan kertas yang sudah tak terpakai.

Ya, Rasi membawa orang se-eksklusif Mahessa bicara di tempat pembuangan sampah kertas. Mau bagaimana lagi? Membawa pria itu ke luar kantor seperti apa maunya terlalu berisiko. Kalau Rena saja tahu siapa Mahessa, bagaimana dengan karyawan front office lain yang lebih up-to-date?

Rasi tidak akan mengambil risiko itu. Ia tidak akan mengorbankan kenyamanannya bekerja di sini demi selentingan gosip tidak perlu. Ia hanya berharap bisa menyumpal mulut ramah Rena setelah ini.

Mahessa mencekal pergelangan tangan Rasi sehingga langkah wanita itu otomatis terhenti. Sejak tadi Rasi berjalan cepat mendahului Mahessa tanpa sekali pun menatap wajahnya.

"Yang akan aku bicarakan ini masalah serius, Rasi." Ucapan tegas Mahessa akhirnya membuat kepala wanita itu mendongak. "Terlalu riskan bicara di tempat umum seperti ini."

"Kita bahkan belum sampai, Mahessa." Rasi melepaskan tangannya dari cekalan Mahessa kemudian kembali melanjutkan langkahnya. "Terlalu riskan mana antara kita yang terlihat berjalan bersama dan kamu yang datang ke Meraki bukan untuk mencari Namira? Kamu pikir apa yang akan dikatakan orang-orang? Komentar positif?" tambahnya sarkastis.

Mahessa mendesah keras. Pikirannya yang sejak semalam gusar resah karena ucapan menggantung kakaknya, kini semakin semrawut mendengar ucapan tak masuk akal Rasi. Di saat seperti ini, Mahessa mana peduli dengan omongan orang lain.

"I don't give a shit about them. I just need to talk with you in private," ucap Mahessa tidak sabar di belakang Rasi yang tengah membuka sebuah pintu.

Rasi mengedikkan bahu memberi isyarat agar Mahessa yang masih terdiam di ambang pintu, mengikutinya keluar melewati pintu itu. Tapi Mahessa menolak, melemparkan memberinya tatapan tidak setuju.

"Bicara di sini atau tidak sama sekali. Aku harus cepet balik kerja, Mahessa. Aku bukan kamu yang bisa seenaknya bolos dan kelayapan nggak jelas."

Mahessa mendengus. Tak ayal kedua kaki panjangnya melangkah mengikuti Rasi yang masih menahan pintu tetap terbuka untuknya sebelum menutupnya kembali. Begitu melihat tempat seperti apa yang akan menjadi setting pembicaraan mereka, raut mukanya semakin keruh. Seriously? Gudang kertas? Tempat sampah kertas? Tempat sampah?!

"Aku nggak tahu hal urgen apa yang membawa kamu menemui aku di kantor calon mertua kamu sendiri, Mahessa. But please, apa pun itu, nggak bisakah kamu hubungi aku dulu? Situasi dadakan seperti ini bisa merugikan kita berdua."

"Aku nggak peduli dan aku nggak mau membicarakan hal sepenting ini lewat telepon."

"Hal penting apa, sih? Nggak bisa apa nunggu sampai jam pulang kerja dulu? Lunch, minimal."

Mahessa berdiri tegak dengan tangan bersedekap. Matanya memandang Rasi datar. "Miranda ngasih tahu aku soal pertemuan dia sama dan Ray."

Kedua tangan Rasi mengepal di sisi tubuh. Perasaannya tidak enak.

"Dia mengatakan sesuatu yang membuatku kepikiran semalaman. Dia berkata kemungkinan ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari aku selama delapan tahun terakhir ini."

TRIPLETS SERIES [1] : EVERYTHING IN TIME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang