Orang bilang, cinta akan datang sebab terbiasa.
Terbiasa berbagi earphone dan mendengarkan musik bersama.
Terbiasa makan pada satu meja yang sama.
Terbiasa pulang menjejakkan kaki pada arah jalan pulang yang sama.
Terbiasa menatap mata yang sama-sama indahnya.
Juga masih banyak hal yang menjadi terbiasa, sejak bersama-sama. Termasuk vokal aku-kamu ditengah keduanya.
Namun bagaimana, jika sejujurnya hal itu justru telah lebih dulu datang sebelum ada kata terbiasa. Seperti Namjoon yang sudah melalui waktu sebanyak satu jam lamanya, memandang penuh puja pada Seokjin yang mengeluhkan banyaknya soal yang ia dapat baik dari sekolah maupun tempat lesnya.
“Mau nangis banget tahu, Joon. Aku udah ngerjain soal latihan di sekolah, harus ngerjain soal latihan dari tempat les juga. Kamu tahu nggak? Tadi tuh aku dapat enam jam mata pelajaran matematika, terus masih dapat fisika, pas banget abis istirahat tadi. Capek...” keluhnya dengan bibir mencebik lucu.
Dijumputnya bibir Seokjin layaknya dimsum bulat yang tentu saja mendapat protes dari pemiliknya. “Sakit, Namjoon,” delik Seokjin kemudian, Namjoon lebih sering lupa bahwa bibir yang ia sentuh bukan sesuatu yang keras.
“Capek banget ya jadi siswa kelas 12?” Namjoon hanya melihat anggukan kepala Seokjin dengan tangannya yang tak berhenti menyelesaikan rumus-rumus trigonometri pada lembar buram yang Namjoon tebak adalah kertas jawaban hasil ulangan yang dibagikan siang tadi, dan Seokjin membenarkan.
“Mau minum, boleh tolong ambilin nggak?”
“Boleh, Kak. Tunggu ya, tadi botolnya ada di kelas.”
Jarak antara bangku yang berada di halaman tak jauh dari kelas. Hanya melangkah beberapa kali hingga Namjoon telah kembali bersama botol minum bewarna biru miliknya. Letak kelas keduanya juga sama tak jauhnya, hanya dipisah oleh lengang jalan setapak yang sebelah kirinya terdapat rumah kaca berisi bermacam tanaman herbal hasil praktik dari anak-anak yang berasal dari kelas ilmu alam.
“Kan aku bawa minum sendiri, Namjoon. Itu tas aku ada di sebelah kamu?”
“Kak Seokjin lupa ya? Minumnya kan udah habis karena dibawa ke kantin tadi. Katanya lagi ngga enak tenggorokan? Makanya nggak mau beli minum sembarangan dulu.”
Seokjin akhir-akhir ini sering lupa, mungkin faktor kesibukan menjelang bulan-bulan ujian akhir sebelum nantinya lulus. Berbicara tentang kelulusan, Namjoon tentu akan menghabiskan dua tahun terakhirnya di sekolah tanpa Seokjin disekitarnya bukan? Ah, pikirkan nanti saja. Menikmati apa yang ada didepan mata sekarang jauh lebih baik daripada terlalu menerka-mereka gambaran di masa mendatang, batin Namjoon.
“Mau pulang kapan? Hari ini nggak ada jadwal les, kan?” tanya Namjoon yang tangannya mulai merobek bungkus jelly ternama kesukaan Seokjin, info dari kakak sepupunya. Yoongi bilang, ‘Kalau Seokjin mulai kelihatan diam, itu tandanya dia beneran fokus. Hati-hati bisa lupa sama sekitarnya, kasih jelly yang dia suka biar tetep stay on focus tapi nggak bikin dia over.’ Dan Namjoon langsung mengerti.
“Ini tinggal satu soal lagi, kamu beresin dulu aja barang bawaan kamu. Anak-anak yang ikut ekstra juga udah mulai banyak yang pulang, kan? Nanti keburu dikunci pintu kelasnya, Namjoon.” di kunyahnya satu jelly rasa buah persik itu dengan terus fokus pada lembar yang harus ia selesaikan.
Sigap Namjoon membereskan buku serta alat tulis yang berserakan diatas mejanya. Sengaja ia tinggalkan dalam kondisi itu karena tak mau membuat Seokjin menunggu ketika ia lihat lambaian tangan darinya yang memberi isyarat menunggunya di bangku halaman sekolah. Iya, Namjoon tadi masih mengerjakan remedial padahal nilainya nyaris mendekati standar nilai yang ditetapkan. Tapi guru ekonomi sepertinya tengah susah diajak bernegosiasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
2 0 2 0 [ NAMJIN ] ✔
FanfictionTo celebrate NAMJINWEEK 2020 ♡ Prompt by @NamjinWeek20 on Twitter. Written in Bahasa, semi-baku - 2 0 2 0 [NAMJIN] - BL Setiap chapter adalah satu kesatuan Pairs NAMJIN with side pairs SOPE