1. My Past

1.1K 138 29
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

***

Karena beliau adalah bidadari tak bersayap dalam hidupku. Aku tak akan membiarkan seseorang menyakitinya atau membuatnya menangis. Aku menyayangi beliau sampai kapanpun.

Tidak Bolehkah Aku Bahagia?
Rani Septiani

***

Tindakan kekerasan bukan untuk ditiru!

***

Disaat diri ini ingin mencoba menuju masa depan. Memori akan masa lalu kembali berputar dengan seenaknya bahkan tanpa permisi.

Aku memukuli dada yang terasa sangat sesak. Untuk bernapas pun rasanya sangat sulit. Aku luruh ke lantai. Tubuh ini rasanya sudah tidak mampu menopang berat badan. Aku mengepalkan tangan dan memukuli dinginnya lantai.

"Aaaaa!" Aku terus berteriak dengan memukuli lantai. Sesekali memegang dada yang terasa sesak. Napasku seolah tercekat.

Tak ada yang peduli dan sepi. Dua hal itu yang selalu menemaniku sepanjang hari. Aku tak khawatir suara teriakanku terdengar tetangga karena ruangan ini kedap suara ditambah lagi di luar sedang hujan deras disertai petir yang bersahut-sahutan.

Orang bilang hujan itu menyimpan kenangan. Bagiku kenangan itu tersimpan bukan pada hujan. Namun, pada memori. Karena di saat hujan ataupun panas. Entah itu siang, malam, atau bahkan pagi. Aku selalu bisa mengingat kenangan itu.

Orang-orang selalu menyimpan kenangan dengan baik agar selalu terkenang. Dan, hanya aku yang ingin menghilangkan kenangan ini dari kepalaku. Rasanya kepalaku hampir pecah jika semua kenangan itu kembali berputar. Saat itu usiaku masih 6 tahun.

Prangggg pranggg

Aku bersembunyi di balik pintu kamar dengan tangan gemetar dan keringat yang bercucuran di dahi. Ibu tadi bilang kalau aku tidak boleh keluar sebelum ia suruh. Tapi aku sangat penasaran dengan suara keributan di luar kamar lebih tepatnya di dapur.

Aku membuka kunci dan memutar knop pintu secara perlahan agar tidak menimbulkan bunyi. Setelah terbuka sedikit, aku menyembulkan kepala. Lalu keluar dan berjalan menuju dapur secara pelan.

Di sana ada Ayah dan Ibu juga seorang wanita yang usianya lebih muda dari Ibu. Aku tidak tahu siapa wanita itu, tapi tangan kanan wanita itu menggenggam tangan ayah. Dan di balik tangan kiri wanita itu ada sebilah pisau yang sangat tajam. Saat pisau itu bergerak aku berlari ke arah Ibu sembari berteriak, "Ibuu awasss!"

Aku langsung memeluk Ibu. Pisau itu tepat menancap di bahu kananku. Aku menestakan air mata. Aku merasa duniaku berhenti saat itu. Sakit mulai menyapa dan ada cairan yang mengalir dari bahuku. Aku melihat Ibu menangis histeris memanggil namaku.

"Ibu jangan sedih ya. Kakak nggak papa kok. Kakak sayang Ibu," ucapku sebelum semuanya menjadi gelap.

Saat anak seusiaku sibuk dengan permainan mereka yang membahagiakan. Aku sudah belajar arti sebuah pengorbanan. Pada saat itu yang ada dalam benakku adalah menyelamatkan Ibu. Tidak peduli jika aku yang harus tersakiti. Yang terpenting Ibuku selamat karena hanya beliau yang mengerti aku. Yang mampu menyayangi aku dengan tulus. Aku tak akan rela siapapun menyakiti bidadari dalam hidupku.

Dan aku berharap saat membuka mata, Ayahku akan kembali seperti dulu. Menjadi Ayah yang selalu aku juluki pangeran. Siap menemaniku kemana saja. Selalu membantuku mengerjakan PR. Mengantar dan menjemputku ke sekolah.

Aku ingin itu? Bolehkan? Iyaa hanya itu. Sederhana bukan keinginan anak kecil berusia 6 tahun?

***

Saya nangis waktu ngetik part ini. Padahal baru part 1 tapi sedih. 😭
Menurut kalian bagaimana? Next?

Tag me on instagram @ranisseptt_ if you share something from this story.

Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan yang utama. Jangan lupa shalat tepat waktu yaa.

Bolehkah Aku Bahagia? | TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang