"DEL, DEL! DAH BALIK BELUM LO?"
Suara heboh dari seberang sana selalu membuat gue teringat akan ucapan Kak Kendra yang bilang kalau gue dan Nina tuh mirip banget. Banyak kemiripan sampai ke suara yang sama-sama heboh kalau udah satu sinyal. Bedanya, Nina lebih cempreng dan gue lebih berat aja suaranya.
"Udah Nin, baru selesai mandi. Kenapa heboh amat? Jangan bilang lo heboh gitu mau cerita ketemu cogan lagi?" ledek gue.
Manusiawi ini namanya, bukan gatel. Lihat cogan kan refreshing, toh yang kita bahas cogannya juga cowok di drakor kok bukan cowok orang.
"Gue lihat payung lo di kantor dong. Tadi gue pikir cuma sama aja, kan payung diproduksinya banyak. Tapi, kayanya mana mungkin?!"
"Terus gue makin kaget pas tahu siapa yang punya. Padahal sejak gue ngantor di sana, gue enggak pernah lihat atasan gue nenteng payung, Del."
Gue masih setia mendengarkan Nina yang selalu bisa menceritakan segala hal dengan menggebuh-gebuh.
"Masa iya mukanya galak gitu bawa payung warna kuning ada bintang-bintang pula. Udah gitu ada gantungan Maruko-chan lagi. ITU KAN PUNYA LO BANGET."
Ketika Nina heboh mendeskripsikan payung berwarna kuning motif bintang dengan gantungan Maruko-chan yang memang selalu tergentung di setiap payung lipat milik gue, gue langsung mengingat jelas siapa yang dimaksud Nina.
"HAH? ITU ATASAN LO?" Sakin hebohnya, Kak Shelma yang baru aja buka pintu kamar buat ambil barang langsung syok lihat gue.
"Jadi cowok yang lo ceritain waktu lagi nunggu Kak Kendra jemput itu atasan gue. Dih, dunia sempit amat?"
Enggak pernah nyangka payung yang sudah gue relakan sebagai tanda terima kasih tanpa pernah gue tahu siapa penerimanya itu ternyata adalah atasannya Nina.
"Gue pikir yang begini cuma ada di drakor? Tahunya temen gue sendiri yang alamin. Gemessss bangetttt."
Kalau Nina lagi di depan gue, udah yakin banget dia pasti tepuk tangan berkali-kali sakin enggak percayanya.
"Bentar-bentar, lo gak tanya macem-macem, kan?" tanya gue penuh curiga karena Nina kalau udah excited itu suka bikin was-was.
"Enggak lah! Masa gue gaje banget tiba-tiba nyamperin atasan sambil bilang, 'Kak payung lo itu dikasih orang kan?' Bisa dipaksa resign gue besokannya."
Enggak pernah gue bayangkan juga kalau kisah tentang payung di tengah langit malam yang mulai gerimis ini malah berlanjut menjadi panjang. Mungkin kalau bukan Nina, kisah ini enggak akan berlanjut panjang. Tapi, karena orang yang tahu di mana keberadaan payung itu sekarang adalah Nina, udah jelas pasti akan berlanjut panjang.
Pantang mundur sebelum rasa penasaran terjawab, itu slogan khusus dari gue buat Nina.
"Eh, Nin, bentar. Kak Kendra nelepon," ucap gue setelah sadar ada panggilan masuk.
"Oke deh! Nanti sambung lagi ya. Btw Del, di sini hujan. Di sana gimana?"
"Baru gerimis kok."
"Yaudah biar enggak kedengeran ujannya, kita harus teleponan lagi!" sahut Nina penuh semangat sehingga membuat gue tersenyum.
Ketika panggilan telepon dari Kak Kendra tersambung, beberapa detik kemudian gue langsung berjalan cepat menuju teras rumah. Syukurnya gerimis yang turun masih sangat kecil sehingga gue masih bisa melangkahkan kaki seperti biasa menuju pagar rumah. Mendapati MU-X hitam yang sangat gue kenal berada di depan rumah.
"Eh, ngapain sampe keluar. Harusnya Kakak aja yang masuk ke dalam." Kak Kendra mendorong tubuh gue pelan untuk kembali masuk ke dalam teras rumah gue supaya tubuh gue enggak kena gerimis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Playlist: Gemercik
General FictionSebab dari bunyi air hujan yang jatuh melukiskan sebuah kisah yang baru. [Playlist ; Collaboration project 2.0] ©Written by Pitachynt January 4th, 2021