Kenangan Masa Lalu

1 0 0
                                    

Seorang laki-laki remaja sedang duduk di dekat jendela kafe ibu kota. Matanya menatap kosong ke arah luar, atau lebih tepatnya menatap hampa tetesan air yang membasuh bumi itu.

"Alex ngajakin balapan malam ini. Elo terima?" tanya salah satu temannya yang duduk di depannya sembari menghisap sebatang rokok itu.

"Gue nolak," jawabnya singkat dengan nada datar.

"Elo ada masalah, Ar? Enggak kayak elo biasanya aja," sela seorang gadis yang berdandan menor itu.

Arya hanya diam saja, dia enggan menjawab pertanyaan dari pacarnya. Sebenarnya dia tak pernah menyukai gadisnya itu, Arya hanya berniat menjadikan Alda --pacarnya sebagai mainan saja.

"Ditanya ibu negara kok diam aja," ejek Rio --sahabat Arya yang duduk di depan Arya itu.

"Elo nanti malam enggak sibuk 'kan, Fi?" tanya Arya pada Alfi yang sedang sibuk dengan ponselnya itu. "Kalo enggak, mending yang duel sama Alex elo aja!"

Alfi yang sedang chatting dengan pacarnya itu langsung mematikan ponselnya dan meletakkannya di meja kafe.

"Si...."

Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Arya menatap tajam mata Alfi. Tatapan mata yang mengisyaratkan bahwa lawan bicaranya harus mematuhi perintahnya.

"Gue enggak sibuk kok," ralat Alfi dengan ragu. Meski ragu, pada akhirnya dia menuruti perintah sahabatnya.

Setelah menerima jawaban dari sahabatnya, Arya beranjak berdiri dari duduknya.

"Gue pergi dulu," pamitnya pada ketiga sahabatnya sembari melangkahkan kakinya pergi.

Selepas kepergian Arya, Alda menghembuskan nafasnya kasar.

"Kebiasaan deh, datang pergi seenaknya aja," keluhnya pada kedua sahabatnya.

Rio hanya tertawa saja saat mendengarkan keluh kesah pacar sahabatnya itu.

"Banyakin sabar deh, Da! Arya itu orangnya emang gitu. Tapi kalo dia sekali suka sama cewek, move on-nya sulit." Alfi mencoba untuk menenangkan Alda dengan kalimat penenangnya.

"Emang dia suka sama siapa?" tanya Alda tiba-tiba, sebenarnya cewek itu sudah lama merasa penasaran dengan perempuan yang disukai oleh pacarnya itu.

Rio dan Alfi saling bertatap muka. Raut muka keduanya tiba-tiba berubah menjadi ekspresi orang yang sedang terkejut sekaligus bingung.

"Enggak penting juga kalo gue tahu. Selama Arya masih sama gue, gue enggak perduli siapa orang yang dia sukai. Benar 'kan gue?" Alda meminta persetujuan dari teman-temannya.

Rio dan Alfi hanya menganggukkan kepalanya saja. Mereka akan berbuat apa saja demi sahabatnya, meski harus ada seseorang yang ia bohongi.

***
Arya menyetir mobilnya dengan kecepatan penuh, berniat untuk menyalurkan rasa kesalnya. Bukan rasa kesal kepada teman-temannya, tetapi rasa kesal pada dirinya sendiri yang tak sempat mengucapkan kata perpisahan ke teman kecilnya.

"Arghh!" pekiknya sembari membanting stir.

Arya memarkirkan mobilnya di tepi jalan raya. Dengan ditemani sebuah lagu yang ia setel dari tape mobilnya, dia menikmati setiap tetesan air hujan yang jatuh. Kali ini adalah hujan ke enamnya tanpa kehadiran "mataharinya". Sebuah lagu yang berjudul "Melukis Senja" pun telah berhasil mengingatkannya pada seseorang.

Cowok itu menghela nafasnya dalam. Tiba-tiba saja tangannya tertuntun untuk menuliskan sebuah nama di jendela mobilnya yang berembun karena air hujan.

SENJA.

Bibir Arya menyunggingkan sebuah senyuman yang tulus seketika setelah membaca nama yang ditulisnya itu.

Purnama di Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang