DALAM PELARIANKU

20 2 0
                                    


"Dev, bangun. Ayo bangun," seru Ragil sambil menggoyangkan badanku.

"Hmm, ahh masih ngantuk, Ma," jawabku.

"Gue bukan Mama lu woy, gue Ragil," jawab suara yang kudengar itu.

"Ehh, iya, maaf," kataku sembari langsung terbangun.

"Lu sekolah ga?" tanya Ragil. "Gue mau salat dulu, abis itu mandi terus siap-siap ke sekolah," lanjut Ragil.

"Gue lagi males ke sekolah ah, gue di sini aja ya?" jawabku.

"Yaudah, tapi bangun dulu, kita salat Subuh bareng ya," kata Ragil.

Aku akhirnya bergegas mengambil air wudu, kemudian aku dan Ragil salat Subuh bersama. Setelah itu, kami berdoa masing-masing. Banyak pinta yang kupanjatkan, salah satunya agar keluargaku bisa kembali harmonis dan aku bisa betah di rumah. Tetapi, entah kapan doa itu akan terkabul, namun aku tetap percaya.

Selesai itu, Ragil bergegas mandi, sedangkan aku langsung menuju ke tempat tidur lagi untuk melanjutkan tidurku. Aku pun kembali tertidur. Beberapa saat, sepertinya aku merasa begitu, tapi sepertinya sudah agak lama waktu berjalan, ku dengar suara motor dan sepertinya suara Ragil yang berkata "Dev, gue berangkat sekolah dulu ya."

Beberapa saat kemudian, aku terbangun. Aku melihat jam, sudah jam 8 rupanya. Wah sepertinya aku pulas sekali. Aku kemudian berjalan ke dapur, dan ternyata Ragil sudah membelikanku sarapan, yaitu nasi uduk. Kebetulan aku sangat lapar dan akhirnya aku makan itu dengan lahap.

Selesai makan, aku mencoba melihat HP-ku yang sedang di-charge. Ternyata baterainya sudah penuh. Aku cabut charger-nya dan aku kemudian menyalakan HP-ku. Sengaja aku matikan HP-ku dari semalam, ternyata ada banyak notifikasi masuk. Ada panggilan dari Papa, Mama, Bu Risa (wali kelasku), dan juga dari teman-temanku. Tapi, aku langsung mematikan paket dataku supaya tidak ada yang bisa menghubungiku. Setelah itu, aku membaca pesan-pesan yang masuk. Mereka semua mencariku, termasuk Jaki. Ia bahkan mengirimi pesan yang cukup membuatku sebal.

"Lo kenapa dah? Gausah kabur-kaburan gitu ege, kayak anak kecil aja lu, kasian orangtua lu nyariin. Bu Risa juga td forward ke grup kelasan nanyain kita satu-satu. Minggu ini kan juga UTS coy, ayolah cepet balik, gue prihatin sama lu," begitulah kira-kira isi pesannya.

Tapi aku berusaha tidak merespons. Aku mendiamkan saja, toh Jaki tidak mengerti apa yang sedang kurasakan. Dan aku juga tidak peduli sama sekali dengan urusan sekolahku. Aku sedang ingin mengasingkan diri dulu di sini, tempat persembunyian yang menurutku aman. Setelah mengecek HP, aku segera merapikan rumah, setidaknya meringankan pekerjaan Ragil.

*****

Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Setelah selesai membereskan rumah, aku mandi dan beristirahat sejenak sebelum aku berangkat ke masjid untuk salat. Sebelum aku bergegas menuju ke masjid, tiba-tiba Ragil pulang.

"Dev, mau ke masjid lu ya?" tanya Ragil. "Tungguin gue dong", lanjutnya.

"Eh Ragil, kok lu tumben pulang cepet. Yaudah gue tungguin lu dulu," jawabku.

Akhirnya kita ke masjid bersama. Setelah itu, Ragil mengajakku pergi ke suatu tempat.
"Dev, lu mau ikut gue ga?" tanya Ragil.

"Mau ke mana kita nih?" tanyaku.

"Ke tongkrongan gue sih sama anak-anak sekolah gue. Mau gak? Biar temen lu makin banyak?" tanya Ragil.

Senja di Pedongkelan [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang