"Siapa kau yang sebenarnya?"
Yolanda terkesiap, badannya seketika gemetar. Dua langkah ke belakang diambilnya, terlukis jelas kekhawatiran pada durja. Masih dengan netra tajam bak elang, Awarnach sekali lagi bertanya pada puan yang senantiasa bergeming itu.
"Jawab aku. Siapa kau yang sebenarnya."
Diucapkan dengan nada penuh intimidasi. Kala Yolanda mengambil beberapa langkah ke belakang, Awarnach pula senantiasa mengikis jarak antara mereka.
Bagaimana ini? Apakah semua hal yang ia tutupi dengan rapat selama bertahun-tahun kan terbongkar jua?
"Ini adalah kali terakhir aku bertanya. Siapa kau yang sebenarnya, atau terpaksa aku akan menghabisimu."
Lemas dirasa pada tungkai, jatuh berlutut ia di atas bebatuan. Tangisan sendu pecah mengudara, buat Awarnach semakin memperdalam kerutan pada dahinya. Semua memori lama yang telah ia pendam kembali naik dan buat sesak diri. Semua lara serta duka yang ia lalui berhasil membuat berdarah-darah diri. Mungkinlah sudah waktunya buana mengetahui identitasnya yang sebenarnya.
"Aku … aku. Aku … adalah adik dari Queenzel."
Bak petir yang menyambar pada siang hari, tentulah keterkejutan terlukis jelas pada durja Awarnach. Semua klandestin yang ditutup rapat pada akhirnya akan terkuak juga. Peti kejadian masa lalu akan terbuka kembali, mengubah semua jalan cerita yang sudah diguratkan oleh Sang Pencipta.
"Kau? Bagaimana bisa? Lalu apakah…."
Yolanda mengangguk. "Ya, semua seperti yang sedang kau pikirkan sekarang."
Helaan lemas lolos dari bibir Yolanda. Yang pada akhirnya ia akan menyingkap lagi tirai masa lalu yang sudah ia lupakan tuk bertahun-tahun.
"Sepertinya nasib memang tak akan pernah membiarkanku kabur dari realita. Selama bertahun-tahun sudah aku berusaha untuk melupakannya dan fokus untuk membesarkan dirinya saja. Akan tetapi hari ini, pada hari ini semuanya akan terungkap. Mau tak mau aku harus kembali lagi melakoni kisah yang sudah lama aku selesaikan secara sepihak," gumamnya sembari menyengir sendu.
Awarnach berjongkok, memegang kedua bahu Yolanda yang gemetar. Terpancar keibaan dari netranya, pula berusaha tuk menenangkan Yolanda yang kembali lagi terluka.
"Jika kau tak keberatan, aku ingin bertanya mengenai satu hal. Bila tak ingin menjawab pun tak apa. Jadi, bagaimana kau masih bisa selamat?"
Yolanda mengangkat kembali wajahnya.
"Saat itu, setelah pertengkaran hebat di sungai, dunia tau bahwa aku didorong hingga jatuh dan hanyut terbawa arus. Akan tetapi, entah bagaimana Gwendolyn bisa menemukanku, lalu membawaku ke tempat yang aman—bukan istana. Setelah kejadian itu, mentalku benar-benar hancur sampai…."
Yolanda tampak tak karuan, bagai tak ada lagi alasan yang dapat membuat semangat hidupnya berkobar. Duduk diam memandangi lukisan alam, hanya itu yang ia lakukan sepanjang waktu. Hingga malam itu, kala candra tampak bahagia dan menyinari buana dengan terangnya, suara gelang kaki yang tak asing bagai menuju ke arahnya.
Dengan tatapan kosong Yolanda menolehkan kepala, mendapati sahabat karibnya yang tampak seperti bukan dirinya. Tubuhnya begitu kotor, pakaiannya pula tak lagi sempurna, tubuhnya basah oleh karena keringat. Seketika hati Yolanda berdenyut, firasatnya tentulah buruk. Terlebih sahabatnya itu menggendong bayi mungil yang entah anak siapa.
Yolanda berdiri, dengan cemas bertanya apa yang terjadi.
"Auriga … Auriga sudah menyerang istana. Aku tak tau lagi kabar anak-anakku yang lain, Dickinson memintaku untuk melindungi Dorothea. Yolanda, tolonglah aku. Jagalah anak ini seperti anakmu sendiri. Tolong, jangan biarkan dia tewas di tangan Auriga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dorothea [COMPLETE]
Fantasía[BELUM DIREVISI] Dia hanyalah gadis biasa yang hidup di keluarga biasa-tiada satu pun yang spesial, itulah apa yang dipikirkan pada awalnya. Namun, kala peti masa lalu kembali dibuka hingga terungkap klandestin yang sudah dipendam selama belasan ta...