#2: Ini Rani

42 3 0
                                    



Ednan menepatkan janjinya menghubungi Bintan setelah pulang dari Iyan. Laki-laki itu bercerita panjang lebar tentang pertemuannya bersama teman-temannya. Dari mulai bahasan yang penting sampai yang tidak penting pun ia ceritakan. Karena Ednan memiliki prinsip dalam hubungannya adalah komunikasi. Dan Ednan sangat menjaga prinsipnya, apalagi ia sebagai seorang laki-laki.

Pagi ini Ednan absen mengantar Bintan, bukan absen sih, lebih tepatnya kelas Bintan yang mendadak diganti pagi. Sedangkan Ednan pasti subuhan tidur lagi. Mana tega Bintan nelfon orang yang jelas-jelas lagi asik mimpi, cuma hanya mengantarkan ke kampus. Bintan tahu diri.

"Lo tuh masih 'kan sama anak ilkom?"

Bintan menoleh dengan matanya yang menyipit ketika mendengar kata 'anak ilkom. Maksudnya Ednan kali ya, lah emang siapa lagi selain dia? Rancau Bintan sendiri dalam otaknya.

"Masih 'lah kenapa deh, Ran?" tanya balik Bintan pada lawannya.

"Tanya sih, soalnya hari ini gue gak liat lo muncul dari parkiran sama cowok lo. Disangka udahan," kata Rani dengan cengiran tanpa dosa sebagai akhir ucapannya.

"Ye ngaco, cuma ngga anter aja masa udahan. Emang disangka anak SMP."

"Gue 'kan ngga tau, Bin, makannya cerita-cerita dong lo sama gue! Hampir setahun sekelas, dempet-dempetan sama gue, tapi ngga pernah curhat apa-apa. Niat temenan ngga lo?" omel Rani dengan sederet kata tanpa jeda sedikit pun.

Bintan terkekeh mendengarnya. Benar juga. Di kelas ini ia dipertemukan dengan Rani, si anak rantauan sebelah. Dan diantara yang lain memang Bintan lebih dekat dengan Rani, pokoknya di mana pun Rani berada disitu pasti ada Bintan.

Tapi sayangnya hanya selama jam kuliah, karena Bintan bukan tipekal orang yang suka main. Jadi sejak menjadi mahasiswa kerjaannya hanya berleha-leha di kosannya. Bahkan sampai sekarang dia belum bisa menentukan mengikuti kegiatan apa. Dia lebih senang menghabiskan waktu sendiri dengan film-film kesayangannya.

Bahkan Ednan pernah dituduh super posesif oleh Rani, karena perempuan itu curiga kalau Bintan tidak pernah kelihatan berteman jauh dengan teman kampusnya karena Ednan melarangnya.

"Cowok lo larang lo temenan sama gue ya, Bin?"

"Nggak, sumpah lo ngaco banget," tukas Bintan dengan cepat.

"Nah kalo ngga buktiin lah! Lo main sama gue, kemana kek, ke alun-alun juga hayu! Lo ngga pernah main sama gue, Bintan. Padahal kita deket di kelas."

"Gue tuh bukannya ngga mau main, gue mager, Ran. Boro-boro lo ngajak main, cowok gue ngajak main aja suka gue tolak. Mager deh, lo mending ke kosan gue aja," jelas Bintan sambil menyeruput minuman favoritnya yang tidak punya pendirian. Teh Botol kotak.

"Kosan lo sama gue bertolak belakang, kampret. Jauh banget."

"Nanti deh, lo juga 'kan pacaran terus. Victim mulu ke gue," kata Bintan membalikkan ucapannya pada pemiliknya.

Enak aja, dipikir yang doyan pacaran Bintan doang? Gitu-gitu Rani juga bucin bukan main.

Rani menjejerkan giginya tanpa rasa bersalah. "Udahan gue, Bin, makannya ngajak main."

"Sumpah?" Rani mengangguk. "Capek-capek ngintilin sampe Bandung, ujung-ujungnya putus."

"Sialan lo, gue doain cepet putus juga rasain."

"Tapi biasanya yang dibilang gitu, malah langgeng sih, Ran. Maaf aja nih, ngga mau sombong." Bintan dengan nada meledeknya.

"Tai, tapi emang bener sih..."

Bintan menggelengkan kepalanya sembari terkekeh. Gadis itu masih berlugat dengan tulisannya.

"Cariin anak ilkom juga dong, Bin. Cowok lo kan famous tuh, siapa tau ada yang nyatol," kata Rani tiba-tiba.

"Lo baru putus langsung mau cari yang lain?" tanya Bintan menatap tidak percaya. Bahkan Bintan sampai membenarkan posisi kacamata, agar melihat Rani dengan jelas.

"Yaiya, soalnya dia juga punya yang baru, Bin! Gue ngga terima lah."

"Ngga mau ah! Lo pikir apaan nyari cowok buat ajang panas-panasan, nanti gue diomel cowok gue."

"Bantu temen sendiri, Bin, cowok lo pasti koneksinya banyak."

Bintan menghela napasnya. Rani benar-benar kekeuh sama permintaannya. Meskipun Bintan tahu, Rani bukan sembarang perempuan yang asal mempermainkan hati laki-laki. Tapi tetap saja, mau bilang apa dia ke Ednan? Apalagi kalau kedepannya Rani cuma iseng, gara-gara kepanasan mantannya. Bisa rusak pertemanan.

"Nanti gue tanya, tapi kalo ngga ada jangan maksa loh!"

"Iyaa Bintan, nuhun ya!"

"Halah giliran ada maunya nuhun nuhun."

"Namanya manusia," celetuk Rani.

Asik berlama-lama berbincang dengan Rani, tiba-tiba handphone Bintan berdeting. Menandakan beberapa pesan baru saja masuk.

Ecan: kenapa ngga telfon ganti jam?
Ecan: jadi sendirian kamu ke kampus
Ecan: sama siapa?

Bintan Radisha: waalaikumsalam

Ecan: oh iya
Ecan: asslamualaikum cantik 😉

Bintan Radisha: halah

Ecan: coba jawab dulu

Bintan Radisha: yailah tibang ke kampus
Bintan Radisha: pake gojek juga moal nyasar can

Ecan: yakan aku pengen anter :(

Bintan Radisha: kenapa sih aneh
Bintan Radisha: perasaan dulu ngga gini

Ecan: pengen kehidupan baru sama kamu

Bintan Radisha: jadi vampire sanaa

Ecan: kasian edward cullen nanti minder liat ketampanan aku :(

Bintan Radisha: udah gila
Bintan Radisha: aku mau jalan sama rani, kasian abis diputusin

Ecan: nanti kalo mau pulang serlok
Ecan: aku mau ajak ke iyan
Ecan: kata iyan mau ngenalin karyawan baru

Bintan Radisha: wah mantap

Ecan: soon kita bikin cafe juga
Ecan: biar dibilang mantap sama kamu

Bintan Radisha: 🤮

"Hayu," kata Bintan menyampirkan tottebagnya di bahu.

"Jadi?"

"Yaudah kalo ngga, gue balik."

"Eh iya, hayuu!" Rani mengikuti langkah Bintan dengan senyum cerahnya. Akhirnya ada tempat sambat juga, pikirnya.


-


Another cast🔓

Another cast🔓

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


28-10-20

STRUGGLES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang