Ajakan itu membuat Bintan yang semula menunduk, memandangi ponselnya, menjadi mendongak sembari menyeritkan dahi. Kebiasaan.
"Mau pulang apa beneran nginep di kampus tercinta?" sahutnya karena Bintan tak kunjung bergerak dari tempat semula.
"Katanya masih lama, gimana sih?"
"Gampang itu mah yang penting kamu pulang dulu, takut malah bablas sampe malem," katanya.
Bintan mengangguk, gadis itu menaiki motor matic yang dikendarai oleh Ednan. Perempuan itu memang sejak tadi sendirian di pelataran kampus, tentunya menunggu Ednan sekalian mencari kesempatan numpang internet kampus, daripada hanya diam dan berujung menghitung jumlah lantai malah semakin terlihat mengenaskan.
Namun belum ada setengah jam, Ednan mengirim pesan menyuruhnya menunggu dekat pos satpam. Padahal bilangnya bakal ngaret sejam dua jam. Makannya Bintan sedikit keheranan diawal.
Akhir-akhir ini Ednan rajin menjemput dan mengantarkan pulang, padahal Bintan tidak pernah menuntut Ednan untuk melakukan itu semua. Bagi Bintan selagi dia bisa melakukannya sendiri, mengapa harus mengandalkan Ednan.
"Emang gak jadi ketemunya?"
"Jadi, cuma kayaknya bakalan panjang bahasan. Mau ngobrol di Iyan jadinya," jelas Ednan sesekali ia melirik kearah spion yang menampilkan penumpang dibelakangnya.
"Mau ikut juga ngga ke Iyan?" tanya Ednan ketika melihat Bintan yang tengah mengangguk-angukan kepala.
"Ngga ah, mau ngapain juga aku ikut."
"Ya takutnya gitu, aku 'kan cuma nawarin."
"Lagian aku mau nugas malem ini," kata Bintan.
"Banyak?" tanya Ednan melirik kearah Bintan yang sedang menumpukan dagu di bahunya.
"Lumayan."
"Perlu bantuan ngga?"
Dan selalu seperti ini. Ednan selalu menawarkan diri ketika Bintan memberitahukan dirinya ada tugas kuliah. Padahal Ednan dan Bintan beda jurusan, dan lebih parahnya beda fakultas. Ednan ini memang suka mengada-ada, sampai pernah Bintan meceploskan kata-kata yang berujung laki-laki itu tertawa mendengarnya.
"Kenapa gak sekalian aja kamu ambil double degree," katanya pas itu.
"Mulai 'kan, kamu pulang juga aku pasti udah beres nugasnya," kata Bintan dengan mata mendelik menatap Ednan diawal.
"Sumpah ya maneh lagi kenapa sih? Kalo di cerita-cerita model-model kayak gini tuh lagi selingkuh," tuduh Bintan menatap Ednan dengan tatapan penuh selidik dibalik kacamatanya.
"Sinting anjir," sergah Ednan menoyor kening Bintan dengan satu tangannya. Yang toyor meringis sembari memukul bahu Ednan. Merasa tidak terima.
"Habisnya aneh banget!"
"Jangan mikirin yang ngga bakal terjadi, Ca, sumpah. Nambah-nambah pikiran aja," ujar Ednan diiringi suara lenguhan Bintan.
Gara-gara omongan asal yang lolos dari mulut Bintan, alhasil gadis itu mendapat ceramah panjang lebar sampai kosannya.
Sedangkan Bintan meruntuki kelakuannya tanpa suara. Harusnya memfilter segala ucapannya, sebelum akhirnya meloloskan ucapannya.
"Yaudah atuh minta maaf dulu," kata Bintan setelah sampai depan kostannya. Ednan sudah menekuk wajahnya, laki-laki itu nampaknya sedikit kesal.
"Salaman dulu tanda damai," ajak Bintan sembari mengulurkan satu tangannya.
"Inget sama yang aku bilang," kata Ednan menerima uluran tangan.
"Iyaa, namanya juga overthiking.."
"Jangan overthiking masalah cowok."
"Iya bawel."
"Yaudah aku mau langsung ke Iyan," pamit Ednan yang tangannya masih bertautan dengan tangan Bintan.
"Ya udah sana, ini tangannya lepas dulu.."
"Semangat ya nugasnya," kata Ednan sembari tersenyum.
"Asli semakin lama maneh disini, bakalan ngga jadi ke Iyan."
Bukannya cepat-cepat pergi, laki-laki itu malah mendengus napasnya dan menumpu dagunya dengan satu tangannya. Ednan menatap Bintan sembari tersenyum. Memang serandom itu Ednan.
"Culik aku dong, nanti tinggal bilang ke Janu aku diculik kamu."
"Ngaco asli, cepet sana ngga? Diliatin banyak orang, Can," kata Bintan menepuk-nepuk punggung tangan Ednan. Agar laki-laki itu cepat melepaskannya.
"Iya bawel, yaudah aku ke Iyan dulu ya. Jangan lupa makan enak," katanya sebelum melajukan motornya, setelah memastikan Bintan masuk kedalam teras kosannya.
Sampai dikamarnya Bintan masih menggeleng tidak percaya sama apa yang dikatakan laki-laki super jenaka itu. Sampai-sampai dia tertawa sendiri mendengarnya.
"Jangan suka nyama-nyamain tokoh utama cowok sama aku, kita tuh beda. Lagian aku kan pacarnya kamu, bukan pacar si tokoh utama."
Ada benarnya juga ucapan Ednan satu itu. Dan sepertinya Bintan harus segera bersih-bersih, agar kepalanya juga bisa kembali berpikir normal. Untung tadi Ednan tidak sedang emosi, kalau saja moodnya sedang tidak bagus pasti ujung-ujungnya saling diam.
Ednan yang tidak terima dituduh, dan Bintan yang hanya mampu meruntuki kesalahannya tanpa suara.Tapi untung bukan tipekal yang berantem lama, karena pasti besok juga langsung akur. Itu juga kalau mood sedang bagus.
-
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.