🎵Past lives - B∅rns🎵
Yasinta Ainun Anggraini.
Setelah menulis nama lengkapnya, Sinta mengerjakan soal sosiologi yang susahnya minta ampun. Lebih baik ia mengerjakan 50 soal geografi daripada mengerjakan 5 soal essay sosiologi.
Baru 2 soal yang Sinta kerjakan, namun matanya melirik kesana kemari seakan meminta pertolongan.
"Psst psst, Pit! Oy, nomer 3 apaan?" Sinta memulai aksinya.
Anak yang kerap dipanggil Pipit itu melirik sekilas sambil mengedikkan bahu. Dalam hati Sinta menggerutu, menghina Pipit yang pelit saat ulangan.
Tak sampai di situ, Sinta mencari target lain. "Oy Bud! Nomer 3," Sinta berbisik pelan sambil mengacungkan 3 jarinya.
Baru mau membuka mulut, Budi langsung kicep setelah menatap sosok di sebelah Sinta.
"Ngapain kamu?" Suara berat menggema di setiap sudut ruang.
Sinta menoleh kaku, lalu nyengir di hadapan pak Winarto. "Hehe nggak ngapa-ngapain pak," Winarto merengut tak suka mendengar jawaban Sinta. sudah jelas sekali ia tadi menyontek.
"Mencontek, dan sekarang berbohong. Kamu pikir mencontek itu bagus? Itu cuma membuktikan kalau kamu itu bodoh! Keluar kamu!" Usir pak Winarto tegas.
"Tapi pak–" belum sempat Sinta mengelak, tatapan pak Winarto menolaknya mutlak.
Berat hati Sinta berdiri dari tempat duduknya, berjalan lunglai ke pintu keluar. Semua teman sekelasnya menatapnya lekat. Ada yang kasihan, ada yang bodo amat, ada juga yang seakan mengejek.
Dengan kesal Sinta menutup pintu kelas kencang, sengaja memberitahu kalau hatinya panas saat ini.
"Winarto sialan!" Sebatas mengumpat, lalu Sinta berdiri menyandar ke balkon depan kelas. Menatap ke lantai dasar, ke arah lapangan.
Suasana sekolah sangat sepi, beberapa siswa ada di lapangan, tapi kebanyakan berada di dalam kelas karena jam masih pukul 8 pagi. Sinta berjalan melewati beberapa kelas, termasuk kelas Viola, XI IPS 2. Pintu kelasnya terbuka lebar, Sinta sendiri bisa melihat keberadaan Viola yang duduk di bangku depan guru sendirian.
Lewat tatapan mata, Sinta mengajak Viola untuk membolos. Viola membalasnya dengan merotasikan kedua mata, menunjukkan kertas di genggamannya. Lalu Sinta melihat guru di kelas Viola, Bu Siti guru bahasa Inggris.
Sinta paham dengan Viola, anak itu pasti sedang ulangan harian. Akhirnya Sinta pergi ke kantin seorang diri, mencoba mengabaikan nilainya yang mungkin tambah anjlok saat ini.
"Ada gunanya juga diusir, kantin sepi." Gumam Sinta sambil melangkah mendekati mbak Diah, penjual minuman.
"Mbak es teh satu ya, jangan banyak-banyak es nya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis dan Lingkaran
Novela Juvenil"Menurut lo, cinta itu bentuknya kayak gimana?" Bagi mereka, cinta itu sekedar garis dan juga lingkaran